Tuesday, November 17, 2009

Nisa, Hawul Ar-Rasul

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Banyak sekali penulis , dari mulai yang telah menuliskan sejarah di masa awal era keislaman telah mencatat tentang peran penting yang dilakukan oleh para pengiring Nabi Muhammad s.a.w dalam periode awal sejarah Islam. Dan juga banyak orang-orang hebat seperti para Sahabat, Khalifah, dan juga para ulama yang hidup baik di zaman Rasul maupun yang hidup setelahnya memiliki kontribusi yang besar dalam penegakan dan penyebaran Islam melalui jalan Da’wah. Namun, peran para wanita pada zaman itu jarang sekali diperhatikan atau malah diabaikan, sehingga catatan tentang peran para wanita tersebut sulit sekali untuk dicari. Padahal banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam sejarah wanita muslim yang terdahulu. Oleh karena itu, kami akan mengemukakan keindahan sejarah wanita di zaman Rasulullah agar para wanita abad ini bisa meneladani mereka dan mengikuti jejak langkah mereka yang selalu setia terhadap perjuangan Islam.

Wanita-wanita mulia yang hidup pada zaman Rasul bukanlah wanita yang suka untuk diam di pojok rumah atau hanya melakukan hal-hal yang sia-sia atau pekerjaan sepele lainnya. Mereka nampak seperti bintang di galaksi sejarah. Mereka memiliki semangat dan ketulusan untuk mengabdikan hidup mereka bahkan menanggalkan ikatan –ikatan yang sebelumnya mengekang mereka, seperti ikatan adat yang tidak sesuai dengan syari’at dan juga hal-hal lainnya, hanya untuk menjadi hamba Allah yang ta’at. Sulit sekali untuk mencari para wanita yang memiliki karakteristik seperti mereka saat ini.

Tidakkah seharusnya wanita muslimah merasa bangga dengan adanya Khadijah yang merupakan wanita pertama yang memeluk Islam? Lantas bagaimana dengan Sumayah, syahidah pertama dalam Islam? Lantas bagaimana pula dengan ‘Asma yang begitu belia, namun beliau berani mengantarkan makanan ke Gua Tsur tempat Rasul dan ayahnya berisitirahat dalam perjalanan menuju Yatsrib? Tidakkah para wanita patut bangga ketika mengingat Ummu Imarah yang berdiri bertahan dengan setia dalam Perang Uhud ketika sahabat yang lain sedang merasakan ketakutan? Bagaimana dengan A’isyah yang menghafalkan dan meriwayatkan banyak sekali hadits dari Rasulullah saw? Dan pada saat peristiwa Perjanjian Hudaibiyyah terjadi, adalah nasihat dari seorang wanita yang bisa mendamaikan kaum muslimin. Adakah para muslimah pada masa ini bangga terhadap mereka?

Sejarah yang luar biasa tentang wanita di seluruh dunia, tak dapat dibandingkan dengan betapa agungnya sejarah yang diukir oleh para wanita muslimah pada zaman Rasulullah s.a.w.

Sejarah kaum muslimin dipenuhi oleh kejadian-kejadian yang luar biasa menakjubkan. Bukankah ini sudah waktunya bagi kita untuk mempelajari keunggulan mereka dan meneladaninya demi tegaknya agama ini?

Ketika membaca tentang sejarah wanita muslimah, saya menemukan sifat-sifat dan kejadian yang jarang sekali terjadi dan dilakukan oleh para wanita kafirin. Keimanan yang terdapat dalam diri mereka membuat mereka begitu berharga. Dan hal ini sungguh sangat memungkinkan untuk juga dilakukan oleh wanita zaman sekarang. Dan semoga Allah selalu menunjukkan kebenaran kepada para wanita agar mereka mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan tuntunan Islam dan meraih keridhan-Nya, azza wa jalla.

Suatu hari, Rasulullah saw bermalam di rumah Ummu Haram Binti Malhan, ketika beliau terbangun, beliau tersenyum. Lalu Ummu Haram bertanya,” Mengapa engkau tersenyum, ya Rasulallah?”

Beliau menjawab, “Aku melihat dalam tidurku sekelompok pengikutku akan melakukan pelayaran, sebuah perjalanan karena Allah. Lalu mereka mendapatkan kemenangan.”

Lalu Ummu Haram berkata, “Semoga aku adalah salah satu dari mereka.” Lalu rasul tertidur kembali, dan terbangun lagi sambil tersenyum. Ummu Haram pun bertanya lagi, “mengapa engkau tersenyum, wahai Rasulallah?” beliau menjawab, “Saya melihat sekelompok orang yang merupakan pengikutku, mereka bertempur demi Allah.” Lalu Ummu Haram berkata, “Semoga aku tergolong ke dalamnya.” Beliau berkata, “Engkau termasuk ke dalam golongan itu dan berada di barisan pertama”

Begitulah ambisi seorang shahabiyah yang berada di perbatasn kota Madinah di mana saat itu Islam masih tertutupi oleh garis batas peninsula. Dan kaum muslimin pada masa-masa awal sebetulnya tidak pernah menyangka bahwa mereka akan melakukan peperangan di laut, namun nubuwat itu benar-benar terjadi, yaitu ketika Ummu Haram masih hidup di zaman kekhalifahan Mu’awiyah. Saat itu adalah pertama kalinya kaum muslimin melakukan peperangan di laut. Semangat juang Ummu Haram yang begitu membahana menghantarkannya ke gerbang syahidah di Cyprus, tempat ia (semoga Allah meridhai-nya) dikebumikan.

Tidakkah keberanian Ummu Haram itu membuat kita sebagai generasi muslimah bangga? Tidakkah kisah tersebut mengingatkan kita tentang masa-masa keemasan kaum muslimin di Cyprus, tempat di mana saat ini para muslimah sedang disiksa oleh para pelaku perang salib baru?

Agama ini telah membawa para wanita hingga ke posisi yang terhormat dan berharga, namun para musuh Islam ingin menghancurkan mereka dengan cara menyuntikkan pemikiran-pemikiran jahil dan membuat para wanita ini sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.

Bukankah ini sudah saatnya bagi para wanita muslim untuk bersiaga dan mengerahkan tenaga bagi kemenangan Islam pada saat ini? Dari itulah, ditulisnya riwayat ini agar kaum muslimah tidak ternina bobokan oleh kata-kata bodoh dari musuh Islam dan kembali menegaokan badannya untuk berdiri tegar membela Islam, baik sebagai pribadi, maupun sebagai seorang penyokong suami yang setia dan memberikan dukungan penuh terhadapnya untuk terus membela dan menghidupkan Dien Allah.

Berikut kami paparkan kisah pertama, seorang wanita yang tangguh, pendamping Rasulullah s.a.w

Saya tidak pernah mendengar baik wanita Arab maupun Non-Arab yang lebih cerdas selain Khadijah khadijah adalah wanita yang cantik jelita dan juga kaya raya. Ketika suaminya meninggal dunia, banyak lelaki yang terpandang melamarnya, namun dengan bijak ia tolak lamaran para lelaki itu karena ia ingin menanti seorang lelaki yang memiliki idealism yang benar yang bisa menuntunnya.

Lalu Allah pilihkan baginya, Muhammad bin ‘Abdullah, seorang yatim piatu yang miskin, namun banyak dikenal orang sebagai pemuda yang dapat dipercaya, “Al-Amin”.

Muhammad diberikan kepercayaan untuk menjalankan bisnis yang dimiliki oleh Khadijah. Beliau berdagang hingga ke Syiria dan Palestina dengan diiringi oleh pengiringnya, yang bernama Maysarah, yang sangat takjub dengan akhlaq mulia, kedermawanan serta keagungan pribadi Muhammad.

Ketika Muhammad kembali dari perjalanan untuk berdagang dengan membawa laba yang banyak, Maysarah melaporkan pada majikannya, yakni Khadijah tentang apa yang dia lihat dari diri Muhammad. Setelah itu, Khadijah menemui beliau dan mendengarkannya saat beliau sedang menghitung keselurhan keuntungan. Beliau adalah lelaki yang rupawan dan pandangan matanya memancarkan kecerdasan. Khadijah merasa Muhammad adalah orang yang memiliki akhlak yang sangat luhur yang tidak dimiliki oleh semua orang Quraisy, meskipun suku Qurays terkenal dengan kebaikkan akhlaqnya. Khadijah sangat mengaguminya dan berharap bahwa suatu saat nanti, Muhammad akan berada di status social yang tinggi. Dan pada saat itu, Khadijah merasa bahwa Muhammad adalah lelaki yang tepat untuk menjadi suaminya, maka Khadijah meminta pertolongan dari seseorang yang sangat ia percayai untuk mengutarakan apa yang ia rasakan kepada Muhammad (s.a.w.) dan mengajukan dirinya untuk diperistri oleh Muhammad.

Khadijah dapat melihat dari diri Muhammad s.a.w. kebaikkan akhlaq dan masa depan yang cemerlang sehingga beliau bisa menjadi pemimpin yang baik dan hebat. Oleh karena itulah Khadijah ingin menjalani masa depannya dengan pemuda dari Quraysh ini. Mimpinya ini menjadi kenyataan. Khadijah selalu mendampinginya dengan penuh kasih sayang, kelembutan, kebahagiaan, dan ketenangan serta terus memberikan dukungan kepada Muhammad untuk beribadah dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Muhammad hidup dengan bahagia dan tenang bersama Khadijah selama lima belas tahun hingga beliau menerima wahyu dari Allah, Pemilik Alam Semesta.

Muhammad bin Abdullah mendapatkan wahyu yang pertama di Gua Hira, tempat beliau mengasingkan diri dan berkontemplasi dengan khusyu mendekatkan diri kepada Allah, Sang Pencipta. Tempat berkontemplasi itu berada sangat jauh dari pemukiman penduduk. Tiba-tiba, Muhammad mendengar seseorang mengatakan, “Bacalah!” beliau sangat terkejut dan berkata-kata dengan badan yang gemetar, “Saya tidak bisa membaca.” Lalu perintah itu datang lai, “Bacalah! Bacalah dengan Nama Tuhan (pemilik) mu…”

Muhammad s.a.w sangat ketakutan, beliau berlari menuju rumahnya dengan tubuh yang masih gemetar. Lalu Khadijah datang menyambutnya. Muhammad bergegas ke tempat tidurnya sambil mengatakan, “ Selimuti aku, selimuti aku!” Beliau mengatakan tentang apa yang baru saja terjadi dan beliau sangat khawatir, takut sesuatu akan menimpanya, melukainya.

Khadijah menyelimutinya dengan lembut dan mempercayai apa yang beliau ucapkan, lalu berkata dengan penuh keyakinan, “ Allah akan melindungi kita, wahai ayah Qasim. Bergembiralah dengan kejadian ini. Saya yakin dan berharap bahwa, Allah, Yang jiwa Khadijah ini berada dalam genggamanNya, akan menjadikan engkau sebagai utusanNya dan memimpin Bangsa ini. Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Engkau adalah orang yang menjalin hubungan baik dengan tetangga dan kerabat, selalu menolong orang yang miskin dan papa, engkau menjamu tamu dengan cara yang sangat baik, dan membantu orang yang terkena musibah.

Khadijah sangat yakin bahwa Muhammad akan menjadi Rasul yang saat itu sedang banyak dibicarakan orang. Khadijah mengetahui hal ini dari sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal, dan Khadijah sangat mendamba segera datangnya Rasul itu.

Lalu datanglah momen tersebut. Setelah Muhammad tertidur, Khadijah bergegas pergi ke rumah sepupunya itu, orang yang memiliki pemahaman yang sangat mendalam akan kitab-kitab. Khadijah menceritakan segala yang sudah diucapkan oleh Muhammad kepada Waraqah. Waraqah mendengarkan dengan penuh perhatian dan ia mengatakan, “Maha Suci Allah! Maha Suci Allah! Allah, yang jiwa Waraqah berada di tanganNya, jika apa yang kau katakana itu benar, wahai Khadijah, maka malaikat yang datang kepada suamimu adalah malaikat yang sama seperti yang juga datang kepada Musa dan Isa. Maka beliau akan menjadi pemimpin untuk Ummah ini. Katakanlah padanya untuk meyakini hal ini, dan bertabahlah.”

Khadijah diliputi rasa bahagia. Sebelumnya, dia adalah seorang istri dari lelaki yang jujur dan berakhlaq mulia dari kalangan Bangsa Quraysh. Namun saat ini ia adalah istri dari seorang nabi. Kemuliaan yang tiada terkira!

Dia bergegas pulang ke rumah dan duduk di samping suaminya yang tercinta. Khadijah memandangi beliau dengan penuh kekaguman dan bertekad untuk selalu setia mendampinginya untuk menyebarkan pesan yang mulia ini, menyebarkan kabar gembira dan memberi peringatan.

Muhammad tidak tidur lama, karena misi baru ini idak mengizinkannya untuk tidur. Sebagaimana dinyatakan dalam wahyu berikutnya:

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)” (Q.S. Al-Mudatsir: 1-2).

Tidak ada waktu untuk tidur; ini adalah saatnya bekerja. Khadijah mengatakan kepada Muhammad s.a.w. apa yang diungkapkan oleh Waraqah, lalu mereka berdua pergi menemui Waraqah. Begitu Waraqah melihat Muhammad, dia berkata, “ Dengan nama Allah, Tuhan Yang jiwa Waraqah berada dalam genggamanNya, engkau akan menjadi nabi bagi Bangsa ini. Engkau akan dituduh menjadi seorang pendusta, engkau akan dilukai, dan dimusuhi, dan jika pada saat itu aku masih hidup, maka aku akan mendampingimu demi Allah, dan Allah Maha Tahu akan semua itu.”

Muhammad terperanjat dan menanyakan, “Akankah mereka mengusir aku dari kampung halamanku?” Waraqah berkata, “Ya. Dan para pengikutmu pun akan diperlakukan dengan penuh kekejaman.”

Ketika Khadijah mendengar bahwa sang Nabi akan didustakan dan bahkan diusir dari kampong halamannya sendiri oleh bangsanya sendiri, maka Khadijah tersadar bahwa muai saat itu, ia akan mendampingi suaminya yang dicintainya itu untuk berjuang di jalan Allah: Jihad.

Keyakinan Khadijah tehadap suaminya semakin bertambah. Dan hal tersebut membuatnya bertekad untuk menjadi pendamping Muhammad selamanya, dan ia pun mendeklarasikan keyakinannya tersebut, dan telah diketahui bahwa diantara laki-laki dan wanita, yang tua maupun yang muda, Khadijah adalah orang pertama yang menjadi pengikut Rasul. Menjadi seorang Muslim yang pertama adalah sebuah keagungan bagi semua wanita.

Perjalanan da’wah pun berlangsung sesuai dengan rencana Allah. Kehendak Allah saat itu adalah sang Nabi dan juga para pengikutnya diperlakukan dengan sangat buruk oleh Bangsanya sendiri. Meskipun para pengikut yang beriman itu menderita secara fisik dan mengalami kekurangan keuangan, namun para politheis (penyembah berhala/musyrikin) tidak pernah mampu untuk melemahkan mereka. Mereka semua, baik laki-laki maupun wanita, tetap bersabar dan bertahan demi membela dien Allah.

Khadijah adalah pemberi dukungan yang terbaik bagi suami dan semua pengikutnya. Dia membantu suaminya dengan mengorbanan uangnya, dengan kepeduliannya, dan kesabarannya.

Semakin besar tekanan yang diberikan oleh Bangsa Quraysh, maka mereka justru semakin kuat. Semakin banyak orang yang menjadi muslim, para petinggi Quraysh mulai kehilangan status dan kepemimpinan mereka. Mereka menulis perjanjian dan melakukan pemboikotan terhadap Bani Hasyim, Bani Abdul Muthalib, dan kepada para pengikut Muhammad dan agamanya. Orang-orang Quraysh memutuskan untuk tidak memiliki perjanjian bisnis dengan mereka bahkan berjanji untuk tidak menikahkan putra-putri mereka dengan orang-orang yang diboikot tersebut.

Orang-orang Muslim, dan juga orang-orang dari kalangan Banu Hasyim dan Banu Abdul Muthalib diisolasi sehingga tidak bisa berhubungan dengan orang lain diluar kalangan mereka. Dan seringkali mereka tidak menemukan apa pun untuk dimakan. Selama tiga tahun, makanan mereka adalah dedaunan.

Saat terjadinya pemboikotan ini, Khadijah bersama dengan Muhammad s.a.w. Khadijah sangat sabar dan kuat dan tidak pernah berkeluh kesah meskipun ia banyak mengalami kehilangan harta dan benda dan ia sebetulnya terbiasa dengan kehidupan mewah serta dilayani oleh para pembantu yang setia.

Meskipun keyakinannya yang kuat membuat Khadijah bisa tetap bertahan, namun pada akhirnya ia kelelahan dan fisiknya melemah. Tidak lama setelah ia meninggalkan tempat yang selama ini ditinggalinya, Khadijah kemudian berpulang ke Rahmatullah. Dalam kondisi terakhirnya itu, ia masih dalam keadaan berkomitmen dan setia baik pada suaminya maupun pada da’wah.

Rasulullah s.a.w sangat bersedih hati ketika Khadijah, sang istri yang sangat dicintainya meninggal. Oleh karenanya, tahun saat istrinya meninggal itu disebut dengan “Tahun Duka Cita” hal ini dilakukan dalam rangka memberikan penghormatan yang sangat tinggi untuk Khadijah.

Ini adalah contoh yang nyata, dimana seorang wanita bisa benar-benar membuktikan komitmennya dan meraih kemuliaan.

Wanita seperti apakah ia? Pejuang dan pendukung seperti apakah ia? Semoga Allah memberikan kasih sayangnya kepada Khadijah dan wanita-wanita yang lain yang mengikuti jalannya.

Khadijah memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan Sang Rasul saw. Beliau selalu mengenang Khadijah hingga akhir hayatnya. Hingga A’isyah (semoga Allah meridhainya) mengatakan “Saya tidak pernah merasakan kecemburuan kepada istri-istri Rasul yang lain seperti saya cemburu kepada Khadijah. Hal ini dikarenakan Rasul sangat sering sekali menyebut namanya.”

Rasul s.a.w juga mengatakan, “Allah telah memberkahiku dengan memberikan cinta Khadijah padaku.” Beliau pun menambahkan, “Aku mencintai segala hal yang ia cintai.”Ketika beliau mendengar suara Halah, beliau biasa mengetakan,” Ya Allah, itu adalah Halah!” Beliau mengatakan hal itu karena suara Halah binti Khuwaylid sangat mirip dengan suara Khadijah.

Kecemburuan A’isyah pernah sampai kepada puncaknya hingga ia mengatakan sesuatu yang amat kasar,”Mengapa engkau selalu megenang seorang wanita tua orang Quraysh yang sudah tidak bergigi dan hanya terlihat gusi-gusinya yang merah dan ia telah meninggal dunia? Sementara Allah sudah menggantikannya dengan wanita yang jauh lebih baik darinya untuk menggantikannya?” Wajah Rasul s.a.w berubah mendengar perkataan A’isyah, kemudian berkata, “Tidak, demi Allah, Allah tidak pernah memberiku seseorang yang lebih baik darinya. Khadijah mempercayaiku saat semua orang mendustakan aku. Dia mendukung perjuanganku dengan hartanya ketika semua orang menentangku, dan hanya darinyalah aku memiliki keturunan.” Mendengar hal itu, A’isyah terdiam dan menyesali semua perkataannya yang sangat buruk tentang Khadijah. (Hadits Nomor 1575).

Khadijah selalu menjadi wanita terbaik dalam segala situasi. Bukankah dia adalah wanita yang sangat layak mendapatkan rasa cinta yang besar dan juga penghormatan yang tinggi? Bukankah wanita yang telah mengorbankan seluruh hartanya di jalan Allah ini layak mendapatkan cinta yang begitu besar, terutama dia adalah orang yang pertama yang menyatakan ke-Islamannya? Inilah alasan mengapa Rasul begitu mencintainya dan kita semua pun harus mencintai Khadijah, yang semoga Allah meridhainya.

No comments:

Post a Comment