Karena tabiat atau karakteristik dienul Islam merupakan satu-satunya dienul haq, satu-satunya tatanan dan undang-undang hidup yang benar, maka (dien) selain Islam adalah bathil. Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (terj. QS Al Imran 3 : 19)
Oleh karena itu pengamalan dienul Islam tidak boleh dicampuradukkan dengan pengamalan tatanan dan undang-undang lainnya, karena ini berarti percampuran antara yang haq dengan yang bathil. Allah swt melarang cara pengamalan Islam yang campur aduk seperti itu berdasarkan firman-Nya, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (terj. QS Al Baqarah 2 : 42)
Pengamalan dienul Islam dengan mencampuradukkannya dengan sistem buatan manusia adalah pengamalan yang keliru. Contoh kongkrit pengamalan dienul Islam seperti ini misalnya, banyak kita saksikan di negara-negara mayoritas berpenduduk Islam, kekuasaan negara berada di tangan kaum nasionalis sekuler yang menolak syari’at Islam.
Para pemimpin sekuler itu mengizinkan kaum muslimin melaksanakan ibadah (shalat, shaum, haji, dll) menurut tuntunan Al Qur’an dan Sunnah, tetapi melarang keras melaksanakan hukum-hukum kemasyarakatan (UU Pidana/Perdata) sesuai dengan undang-undang yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya seperti hudud (potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina), dan qishas. Untuk ini mereka sediakan undang-undang buatan manusia yang bertentangan dengan syari’at Allah dan Rasul-Nya sebagai pengganti. Itulah contoh pencampuradukkan antara haq dengan bathil yang nampak di hadapan mata kita.
Selama umat Islam tidak berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membetulkan pemahamannya tentang dienul Islam, dan berusaha keras untuk merubah cara pengamalannya sehingga sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka selama itu pula umat Islam tetap dalam kehinaan, kelemahan, perpecahan dan ketakutan.
Hal ini sudah merupakan aksioma Qur’an. Karena itu berulang-ulang disebutkan di dalam Al Qur’an, bahwa Allah swt memerintahkan agar kaum muslimin hanya mengikuti pimpinan Allah dan Rasul-Nya saja, dan mengamalkan tatanan dan syari’at yang diturunkan kepada mereka dan melarang mengikuti pimpinan lain atau mengamalkan tatanan serta undang-undang yang dibuat oleh selain-Nya. Allah swt berfirman, ” Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (terj. QS Al A’raf 7 : 3)
Pada ayat lain dengan tegas dan jelas Allah menerangkan bahwa jalan-Nya yang lurus hanya satu dan karena itu wajib diikuti, dan melarang mengikuti jalan-jalan lain yakni undang-undang buatan manusia yang tidak berdasarkan Islam. Allah swt berfirman, ” dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (terj. QS Al An’am 6 : 153)
Ibnu Mas’ud ra menerangkan cara Rasulullah saw memahamkan ayat ini dalam riwayat di bawah ini, beliau berkata: ”Rasulullah saw membuat satu garis dengan tangan beliau lalu beliau bersabda: “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Kemudian beliau membuat garis lagi di kanan dan kiri garis yang pertama, kemudian beliau bersabda: “Ini adalah jalan-jalan lain, di atas jalan-jalan ini pasti ada syaitan yang giat menyeru orang agar kamu mengikutinya.” Kemudian beliau membaca ayai ini (QS Al An’am 6 : 153). (HR Ahmad, Hakim dan Ibnu Majah)
Yang dimaksud dengan jalan-Ku yang lurus, menurut At Thabary adalah: “Jalan-Nya dan Dien-Nya yang diridhai-Nya untuk hamba-Nya.” (Tafsir At Thabary juz 3, halaman 382, cetakan pertama th 1994 diterbitkan oleh Muassasah Arrisalah, Beirut)
Sedangkan menurut Imam Asy Syaukani, jalan lurus yang dimaksud adalah: “Jalan yang menyampaikan kepada keridhaan-Ku, yaitu Dienullah.” (Zubdatut Tafsir min Fathil Qadir oleh Imam Asy Syaukani, halaman 89)
Sebenarnya ayat ini menerangkan bahwa sepuluh wasiat Allah swt yang tercantum pada dua ayat sebelumnya (QS Al An’an 6 : 151-152) itulah jalan-Nya yang lurus. Sepuluh wasiat itu merupakan pokok-pokok penting dalam diennullah baik yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw maupun yang diturunkan kepada nabi-nabi sebelum beliau terutama dalam kitab Taurat. Sepuluh wasiat itu adalah:
- Tidak mempersekutukan Allah (jangan musyrik)
- Berbakti kepada ibu bapak
- Tidak membunuh anak karena kemiskinan (faktor ekonomi)
- Tidak mendekati perbuatan keji (Zina)
- Tidak membunuh jiwa manusia kecuali yang dibenarkan syari’at Allah
- Tidak mendekati atau memakan harta anak yatim
- Menyempurnakan takaran
- Menyempurnakan timbangan (jujur dalam proses jual beli)
- Berlaku adil dalam memberikan keterangan
- Menyempurnakan janji dengan Allah (taatilah perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya)
Maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan “jalan-Ku” yang lurus dalam firman Allah di atas adalah Dien-Nya, yakni Dienul Islam.
Ayat dan hadits tersebut dengan jelas menunjukkan suatu perkara penting yang mesti kita pahami dan kita yakini bahwa dienullah (jalan Allah yang lurus itu) hanya satu, sedangkan jalan-jalan selainnya banyak jumlah maupun macamnya.
Hal ini diterangkan ketika Allah menyebut jalan-Nya dengan menggunakan kata mufrad (kata tunggal, singular) yaitu Shiraathii (jalan-Ku). Sedangkan ketika menyebutkan jalan-jalan lain memakai kata jamak (plural, jamak) yaitu As Syubul (jalan-jalan), mufradnya adalah Sabiilun (satu jalan).
Persesuaian ini juga terdapat dalah QS Al Baqarah ayat 257. Di dalamnya Allah menyebutkan kata Adz Dzulumat artinya kegelapan-kegelapan. Maksudnya adalah jalan-jalan yang sesat. Ini menunjukkan banyak, dan Allah menyebutkan An Nuur artinya cahaya, yaitu jalan yang lurus, ini menunjukkan hanya satu.
Dari ayat dan hadits tersebut dapat disimpulkan:
- Bahwa jalan yang lurus hanyalah satu, yakni jalan Allah (dienul Islam)
- Bahwa jalan hidup selain dienul Islam jumlahnya banyak
- Bahwa jalan hidup selain jalan Allah adalah sesat, apapun namanya dan bagaimanapun bentuknya
- Bahwa umat Islam diwajibkan hanya mengikuti satu jalan, yakni jalan Allah (dienul Islam) saja
- Bahwa umat Islam dilarang mengikuti jalan-jalan selain dienul Islam.
Ini berarti umat Islam wajib mengamalkan dienul Islam secara murni tanpa dicampur dengan pengamalan unsur-unsur dien lainnya.
No comments:
Post a Comment