Tuesday, November 17, 2009

Menggapai Surga (Part II)

بسم الله الرحمن الحيم
Menjaga hak Allah dengan benar dan khusyu di dalam shalat lima waktu bukanlah hal mudah yang lantas disepelekan, dimulai dari mengagungkan saat adzan menggema, itulah tandanya waktu amanah telah tiba, basuhan demi basuhan pada anggauta wudlu yang tiada sepi dari isyarat dan makna, hingga tiba waktunya kita memutuskan diri dengan perkara duaniawi, yang sering menipu dan menggelapkan mata hati, hayati dan nikmati stiap dzikir, doa dan lantunan ayat ayat suci, gantungkan segala asa dalam damba hanya pada Robbul Izzati.
Saudaraku... Ketika shalat kita sudah benar benar khusyu, janganlah lalu kita puas dan berhenti untuk koreksi diri, apakah target dari ibadah itu telah menjadi perhiasan indah yang melengkapi setiap langkah dan tutur kata? Allah berfirman
و اقم الصلوة ان الصلوة تنهي عن الفخشاء و المنكر
"...Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar"(al angkabut ayat 45)
Subhanallah maha suci Allah yang telah menjadikan shalat sebagai madrasah bagi hamba untuk mengkaji nilai nilai moral dalam melakukan aktifitas keseharian, jika ternyata tidak lahir nilai nilai moral itu dalam tutur kata, pandangan, pendengaran dan gerak hati kita, maka perlu dikoreksi kembali qualitas dari madrasah shalat yang kita lakukan.
Ibnu Abbas Radiyallahu anhu berkata: "sesungguhnya kebaikan itu memiliki cahaya yang terpancar dari wajah, dan sinaran di dalam hati, melahirkan kekuatan jasmani, menjembarkan rizqi dan melahirkan kecintaan di dalam hati semua insan, sebaliknya kejahatan menjadikan muramnya wajah, kalutnya hati, lemahnya jasmani, sempitnya rizqi serta melahirkan kebencian pada setiap hati. Coba periksa dengan setandar diatas, adakah kita termasuk orang yang telah beruntung dengan nilai nilai positif atau justru keunggulan ada pada nilai nilai yang negatif, kita berlindung kepada Allah dari hilangnya atsar ibadah yang produktif.
Allah berfirman:
"من عمل صالحا من ذكر او انثي و هو مؤمن فلنحيينه حيوة طيب ولنجزينهم با حسن ما كانو ا يعملون" (النحل : ٩٧)ا
"Barang siapa yang mengerjakan amal sholeh baik laki laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan" dan Firman-Nya lagi:
"ان الذين امنو ا وعملوا الصلحت سيجعل لهم الرحمن ودا " (مريم: ٩٦)ا
"Sesungguhnya orang orang yang beriman dan beramal sholeh kelak Allah yang maha pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang"
Dari kedua ayat di atas menyebutkan "amal sholeh" dan adakah amalan yang lebih baik dari pada shalat? Maka ketika orang yang beriman dan melakukan kebajikan saja sudah mendapatkan jaminan dan karunia yang indah berupa "hayatan thayyiba" kehidupan yang baik dan "wuddhan" rasa kasih sayang, lantas bagaimana dengan ibadah shalat kita yang mempunyai manzilah tertinggi dalam ibadah amaliah? Tentu lebih berhak untuk mendapatkan karunia yang besar itu.
Said Bin Zubair mendevinisikan kehidupan yang baik dengan rizqi yang halal, dan Al hasan mengartikannya dengan qona'ah, adapun menurut Mujahid dan Qathadah adalah syorga, karena ia adalah kehidupan tanpa kematian, kekayaan tanpa kefaqiran, kesehatan tanpa penderitaan, kerajaan tanpa kehancuran dan kebahagiaan tanpa kesusahan.
Jika demikian halnya, benarkah sholat kita sudah sampai pada qualitas yang membuahkan indahnya karunia itu? Adakah kehidupan yang baik telah kita dapatkan? Adakah rasa kasih sayang pada semua hamba-Nya telah tertanam di hati kita? Jika jawabannya tidak atau belum maka bersegeralah untuk perbaiki shalat agar semua target yang Allah janjikan tidak luput dari kehidupan kita.
Saudaraku... Kebaikan, keta'atan, dan khusyuknya kita dalam penghambaan tidaklah pernah lepas dari taufiq Allah, dengan demikian baik dan tidaknya shalat kita kembali kepada usaha hamba melakukan pendekatan pada Allah Azza wajalla.
Di riwayatkan oleh Abu hurairoh, semoga Allah meridhoinya: Rosulullah bersabda, sesungguhnya Allah berfirman: "Tidaklah seorang hamba melakukan taqorrub (mendekatkan diri) padaku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari perkara yang telah aku wajibkan kepadanya, dan hambaKu terus mendekatkan diri padaKu dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya, jika Aku telah mencintainya Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku adalah pandangannya yang ia gunakan untuk melihat, Aku adalah tangannya yang ia gunakan untuk memukul, Aku adalah kakinya yang ia gunakan untuk berjalan, dan jika ia meminta kepadaku sungguh akan Aku kabulkan Doanya, dan jika memohon perlindunganKu maka akn Aku lindungi dia.(Shohih Buhori : 6502) inilah derajat tertinggi yang bisa didapatkan seorang hamba dalam bersungguh sungguh memperbaiki ibadah shalatnya, hingga semua gerak kita bersumber dari qudrat (kekuatan-Nya) dan irodahnya (kehendak-Nya), inilah derajat para hamba yang dicintai-Nya, tidaklah terbesit di hati mereka hukum wajib atau sunnah, semuanya telah menjadi indah dalam kenikmatan mendekatkan diri pada Kekasih Pujaan, kerinduannya selalu mengajak ruang dan waktu untuk bersimpuh penuh ta'dzim kepada-Nya, tiada kekuatan yang akan mampu menggantikan kenikmatan itu, tiada sedih, tiada risau, tiada berkeluh kesah karena hatinya sudah dipenuhi oleh cinta dari Dzat Yang Maha Kuasa.

No comments:

Post a Comment