Jika seseorang mengetahui bahwa berhukum kepada syari’at Allah merupakan konsekuensi logis dari dua kalimah syahadat, bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, maka berhukum kepada para thaghut atau pemimpin, tukang ramal dan lain-lain berarti menghilangkan keimanan kepada Allah swt. Tindakan seperti itu adalah perbuatan kekafiran, kedzaliman, dan kefasikan, sebagaimana firman Allah swt,
”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (terj. QS Al Maidah 5 : 44)
”Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barang siapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.” (terj. QS Al Maidah 5 : 45)
”Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (terj. QS Al Maidah 5 : 47)
Allah swt menerangkan bahwa membuat hukum yang berlandaskan kepada selain hukum Allah adalah berarti orang-orang jahiliyah. Menolak hukum Allah menyebabkan datangnya siksa dan murka-Nya yang tidak dapat dihindarkan, untuk ditimpakan atas orang-orang dzalim. Allah swt berfirman,
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (terj. QS Al Maidah 5 : 49-50)
Orang yang membaca ayat ini dan merenungkannya, niscaya akan mengerti bahwa perintah untuk berhukum kepada apa yang diturunkan Allah, ditegaskan dengan delapan bentuk penegasan.
Pertama, Perintah untuk berhukum kepada hukum Allah.
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Kedua, Janganlah kiranya nafsu manusia dan kecenderungan mereka menghalangi untuk mengikuti hukum Allah dalam kondisi bagaimanapun, sesuai dengan firman-Nya,
”dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Ketiga, Dilarang keras untuk tidak menjadikan syari’at Allah sebagai pedoman hukum, baik dalam perkara kecil atau besar, ringan atau berat. Allah swt berfirman,
”Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Keempat, Berpaling dari hukum Allah dan menolak sebagiannya, adalah perbuatan dosa besar yang akibatnya akan memperoleh siksa yang pedih. Allah swt berfirman,
”Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Kelima, Diingatkan supaya tidak terpedaya oleh banayaknya orang yang menolak hukum Allah, karena sesungguhnya orang yang bersyukur di antara hamba-hamba Allah itu hanya sedikit. Allah swt berfirman,
”Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (terj. QS Al Maidah 5 : 49)
Keenam, Status hukum lain yang bukan hukum Allah adalah hukum jahiliyah. Allah berfiman,
”Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Ketujuh, Ditegaskan secara jelas, bahwa hukum Allah adalah sebaik-baik hukum dan yang paling adil. Allah berfirman,
”Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Kedelapan, Sesungguhnya konsekuensi keimanan kepada Allah adalah pengakuan bahwa hukum Allah adalah sebaik-baik hukum, paling lengkap, paling sempurna, dan paling adil. Oleh karena itu kita wajib tunduk dengan sukarela dan menyerahkan diri kepadanya. Allah swt berfirman,
”Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (terj. QS Al Maidah 5 : 50)
Kesimpulan di atas terdapat dalam beberapa ayat Al Qur’an yang dikuatkan pula oleh ucapan dan perbuatan Rasulullah saw, di antaranya firman Allah swt,
”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (terj. QS An Nur 24 : 63)
”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (terj. QS An Nisa’ 4 : 65)
”Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (terj. QS Al A’raf 7 : 3)
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (terj. QS Al Ahzab 33 : 36)
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwa beliau bersabda, ”Tidak beriman salah seorang di antara kamu sekalian sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” An Nawawy berkata, ”Hadits di atas adalah shahih dan kami meriwayatkannya dengan sanad kami dalam kitab Al Hujjah dengan sanad yang shahih.
Juga sabda rasulullah saw kepada Ady bin Hatim, ”Bukankah mereka itu mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah lantas kamu sekalian turut mengharamkannya, dan mereka menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah lantas kamu sekalian turut menghalalkannya?” Adi berkata, ”benar.” Beliau bersabda, ”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka.”
Ibnu Abbas berkata kepada orang yang menentangnya dalam suatu masalah, ”Dikhawatirkan akan diturunkan batu dari langit kepada kalian, saya berkata, ”Rasulullah saw bersabda”, tapi kamu sekalian berkata, ”Abu Bakar dan Umar berkata.”
Kejadian tersebut berarti, bahwa seorang hamba itu wajib tunduk secara total kepada firman Allah, sabda Rasul-Nya, serta mengutamakan keduanya dari pada ucapan yang lain. Hal ini merupakan azas agama Islam yang prinsipil.
No comments:
Post a Comment