Tuesday, November 17, 2009

Menggapai Surga (Part III)

بسم الله الرحمن الرحيم

Pembahasan shalat merupakan bab yang tidak akan pernah berujung, kajian yang tidak menemuai batas ahir, tela'ah yang tidak akan mampu di ukur kedalamannya hingga takan tersisa halaman untuk mencatat lautan hikmah, dan tentu akan keringlah tinta dalam mengukir nikmat dan keindahan di dalamnya.

Sungguh Allah telah memuliakan penciptaan manusia dengan ikatan ibadah yang harus ditunaikan, yaitu kewajiban kewajiban yang meliputi aspek kehidupan sebagai bukti ketundukan manusia dalam penghambaan.

Allah berfirman di dalam surat ad dzariyat ayat 56 :
وما خلقت الجن والا نس الا ليعبدون
"Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahku".

Ubudiyah (menjalankan perintah Tuhan) dari sekian banyak ibadah faridhoh (wajib: pent) yang paling dominan dalam kehidupan 24 jam adalah shalat, lantas sudahkah shalat mampu menuntun kita untuk selalu menjaga perintah syari'at? Sudahkah shalat kita melahirkan sikap berserah diri menerima semua taqdir baik dan buruknya yang datang dari Allah setiap saat? Sudahkah shalat kita melahirkan sikap ikhlas menanggalkan kepentingan pribadi demi berharap keridhoan Ilahi rabbi?

Saudaraku... Imam Ghazali (Muhammad Bin Muhammad Al ghazali) ketika ditanya tentang ubudiyyah beliau menjawab: "ubudiyyah itu terbagi menjadi 3 bagian :

١- المحافظة علي امر الشرع
1). Menjaga perintah agama.
Jika point ini sudah lahir dari ibadah shalat kita, maka secara reflek juga kita akan meninggalkan hal hal yang bertentangan dengan agama (syari'at). Perlu difahami bahwa arti syari'at adalah aturan aturan yang datang dari shohibu syar'i haqiqi yaitu Allah, dan shohibu syar'i majazi yaitu Rosulullah, dan atsar ashabi yaitu khulafaurrosyidin, dengan dalil dalil yang datang dari nash al quran dan hadits Nabi, namun melihat kedalaman dan luasnya pembahasan syar'i di dalam kedua sumber itu maka tidaklah kita dapati ummat dalam qurun (abad) ini atau beberapa abad sebelumnya yang mampu merumuskan aturan aturan Allah dan Rosul-Nya secara langsung beristimbat (mengambil intisari hukum) dari keduanya, maka ini menunjukan sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengikuti disiplin ilmu dalam mengkaji hukum syar'i dari ijtihadnya para Imam Madzhab, sehingga jelas darimana hirarki ilmu (sanad keilmuan) sampai kepada kita.

Seorang imam qurun tabi'in yang terkenal, Abu Bakar Muhammad Bin Sirrin Al anshori Al bashri mengatakan dalam bab ilmu: "Ilmu adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa anda mengambil agama itu" ini merupakan anjuran bagi kita agar dapat mengenal lebih dekat lagi kepada sumber penyampai ilmu (rawi)tersebut, itulah sebabnya mengapa sanad keilmuan itu penting bagi kita sebagai pembuktian keilmuan yang mempunyai jalur yang jelas sampai kepada sumbernya yaitu alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW, dari sini kita bisa bedakan mana ibadah yang menetapi syari'at dan mana yang keluar dari syari'at.


٢- الرضي بالقضاء والقدر وقسمة الله تعالي
2). Ridho terhadap ketentuan dan taqdir serta pembagian karunia-Nya.
Adapun point yang kedua ini, bila telah lahir dari shalat kita keridhoan pada apa yang menjadi ketentuan-Nya, maka secara reflek juga akan lenyap dan hilang sifat emosi, sikap hasud serta fitnah dan ghibah yang kerap muncul karena sifat tidak ridho atas kebahagiaan dan karunia rizqi yang diterima orang lain dari Allah SWT.


٣- ترك رضاء نفسك في طلب رضاء الله
3). Menyampingkan kepentingan pribadimu demi mencari ridho Allah.
Point yang ketiga ini adalah sebagai puncak penghambaan kita kepada Allah, pada maqom ini semua ibadah telah menjadi indah, dalam maqom ini sudah tidak penting lagi kemiskinan atau kekayaan, kenikmatan dunia atau kepahitannya, dalam maqom ini bukan lagi syorga yang menjadi motivator ibadah kita, bukan lagi pahala yang menjadi tuntutan, dan juga bukan karena takut neraka kita menegakkan syari'at Tuhan, tapi Allah dengan haibah (keagungan) dan seluruh kesempurnaan sifat dalam asma-Nya yang menggerakan kita untuk selalu mengejar dan mencari ridho dari Tuhan.

Saudaraku... adakah kalian melihat orang yang dengan shalatnya telah beroleh anugrah indah ini melakukan perbuatan yang kosong dari manfaat? Atau mengumbar ayat dari alquran untuk kepentingan pribadi dan mengelabui ummat? Atau melahirkan kesombongan dan kecongkakkan dalam mengabaikan perintah syari'at? Dan mungkinkah kan terlahir ucapan kotor, kasar yang menyakitkan saudara sesama muslim yang telah bersyahadat? Atau membuat muslim lainnya terganggu dengan perbuatan kita sehingga tidak merasa aman dan nyaman dalam beribadat? Sungguh jawaban untuk semua pertanyaan diatas adalah tidak dan tidak akan terjadi pada pribadi muslim yang telah menempati tiga point di atas dengan tepat, bagaimana hal itu bisa terjadi sedang hati mereka dipenuhi fadlu robbi (karunia Ilahi) dan bagaimana mungkin perbuatan yang negatif itu keluar dari pribadi yang selalu merasa diawasi oleh Dzat Yang Maha Tinggi? Haihata haihata sungguh mustahil di dalam diri manusia terdapat dua hati, tidaklah keimanan bercampur dengan kekufuran, juga tidak akan mungkin keikhlasan bercampur dengan hasud serta kedengkian, dan takan lahir kesombongan dalam ketawadhu'an.


Akhirnya mari kita berserah diri dan gantungkan segala hajat pada Tuhan Pencipta alam, dengan memohon hidayah dan taufiq-Nya dalam menuju perbaikan, agar kelak kita jaya di hari tiada pertolongan serta naungan, menuju kenikmatan dalam alam kebahagiaan yang berkekalan.

No comments:

Post a Comment