Seorang sahabat bercerita, bahwa ia punyai kenalan seorang Ustadz, yang dengan Pe De-nya berani melototin photo-photonya sebelum akhwat tersebut berjilbab. Dan tanpa sungkan sedikitpun, Ustadz juga berani mengomentari dengan seronok bagian tubuhnya. Innalillahiwainnailahiwainnailaihiroji’uun…, MUSIBAH!
“Setiap ditanya mengenai soalan agama, dia hanya menjawab dengan mengirimkan hadits atau petikan ayat. Setiap orang ngucap terimakasih, dia jawab, terimakasihlah pada Allah. Ditanya apakah bisa menemui pada hari yang ditentukan, jawabnya tanyalah sama Allah.” begitu salah seorang sahabat mencurahkan unek-uneknya mengenai Ustadznya (sebut ini Ukhty A).”
“Aku ingin memperbaiki akhlak dan akidahku. Aku butuh bimbingan. Dan aku menemukan seorang Ustadz yang tepat untuk kutanyai tentang Islam. Ustadz ini enak diajak diskusi, pinter, Wawasannya tentang Islam cukup luas. Berbobot semua omongannya. Tapi, lama-lama aku merasa ada sesuatu yang berjalan salah antara aku dan dia. Aku merasa, dia punya perasaan lebih padaku. Aku bisa menilai dari cara dia memanggilku. Dia bilang suka, lalu sayang, akhirnya cinta. Jujur, sebenarnya aku merasa tersanjung. Tapi aku jadi kurang suka dengan situasi ini.
Hari berselang, seorang teman bercerita, dia punya kenalan seorang pria yang genit, suka mengiriminya email menggunakan bahasa asing, suka mengirim animasi berupa bunga mawar. Dan lain-lain. Pas aku tanya namanya, aku kaget banget Ukhty, ternyata oh ternyata, yang suka mengganggu temanku adalah, Ustadz yang sering diskusi dengan aku! (sebut ini Ukhty B).”
Baik Ukhty A maupun Ukhty B keduanya punyai masalah yang berbeda meskipun persoalannya masih sama. Seputar Ustadz.
Ukhty A menghadapi seorang Ustadz yang bersikap dingin dan pelit bicara. Kadang ini memang membuat jengkel dan membuat kita merasa sama sekali tidak dihargai.
Ustadz, jika kami, para akhwat bertanya, itu karena kami membutuhkan kejelasan yang perlu dijelaskan. Bukan untuk mengurai sendiri sebuah hadits atau ayat. Jika kami mampu melakukan itu, tentu kami akan melakukannya sendiri tanpa perlu bantuan antum (para Ustadz)!
Apa salahnya sih sekedar memberi sedikit penjelasan yang singkat dan padat? Menjaga izzah? Baik, itu bagus. Lantas, apakah haram bagi antum menjelaskan kepada akhwat yang benar-benar sedang butuh?
Seketika saya teringat pada salah satu kenalan, yang juga seorang Ustadz. Yang bekerja di tempat perhajian. Entah bagian apa, yang saya tahu hanya mengurus keperluan orang yang mau berangkat haji. Itu saja.
Sikap beliau dingin. Menghadapi beliau, saya juga sering mendapat perlakuan yang serupa dengan Ukhty A. Walau tidak sama persis. Bahkan kadang saya hanya dijawab dengan ucapan “Saya sibuk.” Dan tanpa ada kelanjutan. Padahal saya sangat membutuhkan jawabannya saat itu juga. “Sabar Ida, beliau memang sedang sibuk. Tunggu Ustadz selanjutnya.” Begitu saya selalu berusaha menghibur diri.
Tapi sejujurnya, menghadapi orang sedingin beliau, saya justru suka. Saya berharap bisa bertemu lebih banyak lagi orang seperti ini. Karena apa, saya merasa di sana akan ada banyak tantangan. Diantaranya melatih kesabaran.
Akhirnya, beliaupun memiliki nilai tinggi dimata saya. Saya tahu, bukan saya yang seharusnya menilai. Bahkan beliaupun tidak membutuhkan penilan dari saya. Tapi karena saya beranggapan, bahwa beliau hanya menjalankan perintah agama, untuk menjaga jarak antara dirinya dengan akhwat yang bukan mahramnya. Sekali lagi, itu bagus tentu saja. Dan saya tetap menempatkan beliau diantara orang-orang yang layak dihormati. Meskipun pelit bicara!
Tetapi perubahan memang akna selalu ada. Lebih kurang dua bulan yang lalu, saya sempat dibuat shock ketika salah seorang sahabat yang lain (sebutlah Ukhty C), mengatakan bahwa beliau (Ustadz kenalan saya ini) orangnya lucu dan menyenangkan. Sayapun bertanya-tanya, Jadi, sikap dinginnya selama ini hanya diterapkan padaku? Karena tiada sesuatu yang manarik dari dirikukah? Padahal, selama ini justru dengan sikap dinginnya itulah kesan beliau tertinggal di sini. Satu kesimpulan saya tarik dari kejadian ini (Tidak perlu saya katakan kesimpulan apa yang tercetus di sini).
Sayapun jadi curiga terhadap Ustadz, Ukhty A. Jangan-jangan beliau juga berlaku begitu hanya terhadapnya saja! Kecurigaan yang kejam memang, tapi fakta mengajari saya untuk begitu.
Ukhty B
Masalah dia lebih mengenaskan. Saya bisa membayangkan bagaimana perasaannya. Karena, jujur saya pernah mengalaminya.
Setiap wanita pasti merasakan perlakuan yang beda jika komunikasi Ustadznya semacam ini. Meskipun Ustadz memperlakukan sama pada setiap wanita. Tapi hati tiap wanita bisa punyai tanggapan lain. Karena Ustadz memakai model komunikasi yang mengundang persepsi. Memberikan panggilan mesra kepada akhwat yang ia condong kepadanya. Dan mengabaikan akhwat lain yang tidak menarik perhatiannya. Dengan alasan sibuk!
Inikah model dakwah yang dikehendaki Allah? Tidak adakah jalan lain yang tanpa mengundang persepsi yang salah?
Saya sangat kecewa dengan kenyataan ini. Hingga membuat saya kembali bertanya-tanya, apakah Ustadz yang kini berada di sekitarku juga berbuat begitu?
Ustadz, antum adalah mahluk yang mulia meskipun tidak sesempurna Rasulullah. Kami tidak akan menyebut antum dengan panggilan mulia ini jika antum tidak mengajarkan banyak hal yang bermanfaat dalam hidup kami.
Kami tidak akan menyebut antum dengan panggilan tersebut, jika kami belum tahu bagaimana orang juga menganggap antum. Kami tidak akan memanggil antum dengan sebutan Ustadz jika antum tidak memiliki apa yang tidak kami miliki.
Kami tahu tugas antum berat. Dituntut untuk tampil menjadi pribadi yang sempurna di mata masyarakat. Tapi antum tentu tidak lupa, bahwa antum ada karena dipilih oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kami tahu antum punyai tugas yang berat, karena itu Allah melebihkan derajat antum dibanding kebanyakan dari kami semua. Kami tahu terlalu berat bagi antum menjadi tempat curhat para akwat, sementara antum dituntut untuk menjaga syahwat.
Tapi Ustadz, jangan sampai kepercayaan ummat terhadap antum, terhadap sahabat-sahabat seperjuangan antum, ternodai karena ulah antum itu.
Lagi, bayangkanlah, bagaimana jika ada seorang mualaf atau newbie ingin belajar agama Islam tapi langsung berhadapan dengan Ustadz yang kelakuannya genit semacam ini? Kalau dia sudah mendengar hitam-putihnya, mungkin dia bisa berfikir lebih terbuka. Lha kalau yang belum tahu apa-apa? Bisa-bisa dia akan membatalkan niatnya hanya gara-gara malas ketemu dan mendengarkann Ustadz yang kelakuannya genit ini? Bisa-bisa dia berfikir, ‘Ah…, ternyata Islam memang tidak bersih.’
Ustadz, antum adalah panutan. Tauladan. Orang yang mengerti batasan-batasan hukum dalam bergaul dengan non mahrom. Orang yang mengerti bagaimana seharusnya menjaga hati, menjaga pandangan. Orang yang kami percaya kelurusan akidahnya. Orang yang kami hormati dan hargai. Tolong, jangan murahkan nilai antum, karena keberadaan antum bagi kami tinggi martabat dan kedudukannya…
Dunia ini sangat sempit, jangan mengira apa yang kita lakukan tidak akan diketahui orang lain.
Kerang sangat rapat menyimpan mutiara di dalam cangkangnya, tetapi orang tetap menemukannya. Sementara orang menyimpan mayat, baunya tercium juga. Ingat itu…
Kepada Ustadz-ku, saya percaya sepenuhnya kepada antum, saya yakin antum adalah salah satu hamba pilihan-Nya. Maka itu, saya berharap, antum tidak akan pernah mempermainkan perasaan wanita. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melindungi antum dan keluarga, hingga kelak sampai di firdaus-Nya.
Ana uhibbukum fillah yaa ikhwah fillah…
Tulisan ini dibuat bukan untuk menyudutkan salah seorang. Bukan pula berniat membuka aib. Ini hanya merupakan unek-unek seorang Ida. Dan sebagai bentuk rasa sayang Ida pada antum semua. Yang berharap, agar tidak sampai ada Ustadz yang mendapat julukan buruk, GENIT atau lebih parahnya GANJEN! (mengitup istilah salah seorang Ukhty yang pernah curhat kepada ana).
No comments:
Post a Comment