Aku geram dan seketika itu juga mengernyitkan dahi ketika seorang tokoh feminisme kenamaan mengemukakan hal yang melawan fitrah manusia, pada sebuah acara televisi selasa tengah malam. Menjadi manusia kontroversial mungkin memang menyenangkan, bahkan menarik.. itu kataku. Tapi jika pemikiran kontroversial itu tidak benar atau boleh dikata bukan suatu kebenaran, maka masihkah ada yang harus dipertahankan?
” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Rum : 21)
Lihatlah penutup pada akhir ayat tersebut.. ”bagi kaum yang berpikir”.
Ya, aku jadi teringat akan penuturan dosen psikiatri pada suatu pertemuan kuliah. Berdasar hasil penelitian, dikatakan bahwa kecepatan emosi adalah 80.000 kali kecepatan berpikir. Apa mungkin inilah yang mendasari seseorang reaktif terhadap hidupnya sendiri?
Ketika Allah telah memberi penerangan melalui firman-Nya, maka itulah kebenaran yang tidak bisa dielakkan oleh nurani (baca: qalbu) sekalipun. Karena itu jika ada wanita yang dengan bangga mengatakan bisa hidup sendiri, dan baginya itu pertanda manusia mandiri.. maka sejujurnya kukatakan bahwa itulah pemikiran yang tidak pantas dijadikan panutan.
”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shaleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada...” (An-Nisa: 34)
Tidak ada yang lebih indah dari mengikuti jalan hidup yang Allah skenario-kan jauh jauh waktu sebelum kita dilahirkan dan jagad raya diciptakan. Dan tidak ada yang lebih mudah bagi kita selain mengikuti jalan hidup yang telah Allah sediakan. Jalan itu bernama fitrah.
”Saat Pernikahan Dikatakan Kontraproduktif..”
Bukankah pernikahan itu adalah penyempurnaan ½ agama? Maka pantaslah jika pernikahan dikatakan suatu ibadah. Dan apakah ibadah itu kontraproduktif? Tidak.
Aku jadi teringat perumpamaan ini : Seseorang hanya akan menghadiahkan emas kepada orang yang memahami benar bahwa emas itu berharga dan sangat bernilai. Karena itulah mengapa kita lebih memilih memberikan sesuatu yang berharga (misal: emas) kepada ibu kita bukan kepada orang gila.
Sama. Ketika khusyuk adalah suatu pemberian yang berharga, maka Allah hanya akan memberi kehusyukan shalat kepada orang-orang yang mengerti benar keutamaan shalat, dan orang-orang yang memahami bahwa shalat adalah suatu upaya penghambaan yang sangat berharga di mata Allah..
Dan ketika keberkahan adalah suatu pemberian yang berharga, maka Allah hanya akan memberikan keberkahan pernikahan kepada orang-orang yang mengerti benar keutamaan pernikahan dan memahami benar arti sebuah penyempurnaan ½ agama yang sangat bernilai di mata Allah.
”Saat Pernikahan Dikatakan Kontraproduktif.. ”
Ketika kalimat ini terngiang kembali, aku tidak lagi geram dan aku tak lagi mengernyitkan dahi. Karena aku yakin, barang siapa yang tidak mengerti keutamaan ibadah yang Allah perintahkan, maka ia tidak akan mendapatkan apa yang sebenarnya Allah janjikan.
No comments:
Post a Comment