Semenjak pindah di kota yang baru, tidak bisa lagi saya berkumpul dengan teman-teman seperjuangan dulu, seperti ketika saya masih tinggal di kota yang lama, teman-teman yang selama ini bersemangat sekali untuk senantiasa mengaji dan berkumpul untuk mengukuhkan cinta sesama perantau dan sesama muslim, saling bersilahturahim dan saling mengingatkan satu sama lain tidak saya jumpai di kota tempat tinggal saya yang baru. Kini saya sendiri di kota yang baru, sampai saat ini sudah hampir memasuki tahun kedua, belum juga saya menemui seorang muslim pun yang berasal dari Indonesia, kalaupun ada orang indonesia, beliau seorang bapak yang memang sudah 30 tahun tingggal di kota ini, namun saya tidak tahu apakah beliau masih beragama Islam atau tidak, karena dari cara bicaranya saja ketika kami pernah bertemu dulu, beliau tidak menampakkan masih memegang agama yang di anutnya itu.
Yah...beliau telah 30 tahun lebih menikah dengan seorang wanita berasal dari negeri asing dan agama si wanita itu tidak sama dengan agama yang beliau anut saat itu, hingga kini beliau dan istrinya masih berlainan keyakinan, namun setelah itu saya dan keluarga tidak lagi bertemu dengan nya, walaupun kota tempat tinggal kami saat ini sangat kecil di banding kota yang dulu, tapi memang keberadaan beliau susah di lacak, kami tinggal layaknya di pegunungan, jadi kalau mau belanja ya harus turun gunung dulu, baru bertemu dengan pertokoan.
Hal di atas...sering saya temukan setelah saya tinggal di negeri asing ini sejak tahun 93, saya sangat sedih mendengar pernikahan orang indonesia dengan orang asing, yang kebanyakan dari mereka masih menganut agama mereka masing-masing walaupun ada juga teman-teman saya yang menikah dengan orang asing dan suami atau istri mereka ikut dalam agamanya yaitu islam. Saya tahu dalam agama Islam tidak di larang, bila ada seorang laki-laki muslim menikah dengan wanita non muslim, karena bisa jadi wanita yang non muslim itu lambat laun akan mengikuti ajaran atau agama yang di anut oleh suaminya, asalkan suaminya mau mengajaknya secara pelan-pelan dan anak-anak mereka kelak juga jadi tidak plinplan, anak-anak mereka akan mengikuti agama yang di bawa oleh orang tuanya, bila akhirnya keduanya sejalan.
Tapi kebanyakkan di zaman sekarang tidak seperti di zaman Rosulullah dulu, para wanitanya kadang tidak mengikuti jejak suaminya atau bila suaminya yang beragama lain, dia tidak masuk dalam agama si perempuan yaitu islam, sampai anak-anak mereka dewasa, sehingga anak-anak mereka di beri kebebasan untuk memilih agama mana yang anak-anak mereka inginkan. Apa lagi bila yang wanitanya muslim sedangkan lelakinya non muslim, ini yang lebih parah, karena dalam Islam sendiri di larang, wanita muslim menikah dengan lelaki non muslim, walaupun mereka menikah syah, tetapi tetap akan di anggap berzinah. Kalaupun dalam agama islam di bolehkan seorang laki-laki muslim menikahi wanita non muslim, itupun harus wanita ahli kitab, tidak sembarang wanita.
Sebenarnya kalau saja lelaki atau perempuannya mau bersabar dan mau mengajak pasangannya itu untuk masuk islam secara baik-baik, saya yakin bisa InsyaAllah, asalkan sejak awal di niatkan dengan baik, karena ada juga beberapa teman saya yang suami atau isterinya masuk islam, bahkan keislamannya bagus sekali, sering mengingatkan satu sama lain bila terlupa untuk sholat, dan masih banyak lagi pengalaman teman-teman saya yang suami/isterinya orang asing tapi muslim, jadi mereka bisa kompak dalam mendidik anak-anak mereka.
Pernikahan beda agama ini, tidak saja di sini, di negeri tempat kami tinggal saat ini, melainkan sejak saya SD, saya sudah menemui pernikahan yang seperti ini dulu di Indonesia, teman sekelas saya Ibunya orang menado kristen sedangkan ayahnya seorang muslim yang baik, dulu saya tidak pernah berfikir seperti sekarang, karena yang saya tahu mereka syah menikah, tapi kini saya baru merasa sedih, karena teman saya yang dulu beragama islam, kini telah meninggal dalam keadaan tidak islam, karena mengikuti agama yang di bawa oleh ibunya, sedang kan ayahnya tidak bisa meyakinkan anak-anaknya serta istrinya sendiri untuk mengikuti agama yang di anutnya. Sedih bukan?
Itulah makanya ada seorang Ustadz yang datang ke kota kami dulu, beliau sempat memberi nasehat pada para wanita dan laki-laki yang sudah siap menikah, pilihlah yang terbaik dan pilih agamanya, bukan harta dan kecantikan/ketampanannya. Kenapa demikian, karena ustadz itu mengatakan " zaman sekarang tidak lah seperti zaman Rosulullah dulu, yang pada saat itu bila dua orang yang manikah, apa bila suami muslim sedang istrinya tidak muslim, masih bisa di toleran, karena zaman dulu kehidupannya tidak lah seperti saat ini, zaman Rosulullah dulu, anak-anak para sahabat hidup di lingkungan yang islami, sehingga anak-anak dan istri-istri para sahabat akan mangikuti agama suaminya, masuk dalam islam, berbeda dengan zaman sekarang, lingkungannya lebih banyak membawa kemudhorotan, apabila ada dua orang yang berlainan agama menikah ", karena dalam hadist Rosullah berkata bahwa " Ibu madrosatun " Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, maka bila si Ibu saja tidak bisa memahami agama islam dengan baik, bagaimanakah dengan anaknya ". Demikianlah Ustadz itu memberikan wejangan pada para gadis dan perjaka yang saat itu memang masih banyak sekali yang belum menikah.
Saya jadi teringat seorang teman yang saya sayangi, beliau lebih tua jauh dari saya, beliau juga menikah dengan orang asing yang agamanya tidak sama dengan agama beliau, lama nian beliau berkecimpung dalam perbedaan agama itu sehingga kewajiban dalam agama islam yang selayaknya dikerjakan dalam lima waktu yaitu sholat sempat beliau abaikan, sampai beliau bercerai dari suaminya pun, beliau masih belum mau melaksanakan kewajiban itu. Namun belum lama ini saya mendapat kabar gembira dari seorang sahabat, bahwa teman saya, yang sangat saya sayangi kini sudah lagi mengerjakan sholat yang lima waktu, sujud syukur saya pada Yang Maha Kuasa, karena tanpa hidayahnya, tidak mungkin beliau akan kembali kejalan yang benar, beliau sangat baik dan perhatian pada saya dan juga pada semua teman-teman, makanya saya sangatlah bersyukur ketika akhirnya beliau kembali ke jalan yang benar, yah....hidayah itu Allah yang memberikan, walaupun kita sudah berusaha mengingatkan dan memaksakan agar beliau kembali, tidak lah mungkin itu akan terjadi, tanpa ke ridhoan Allah Ta´ala dan tanpa kasih sayang yang Allah berikan, kita sebagai manusia hanya bisa mengingatkan, berusaha dan berdo´a, segalanya kita kembalikan kepada Yang Maha Kuasa.
Memang setelah kabar itu datang dari teman saya, saya sempat menelpunnya, rasa penasaran saya untuk mengetahui lebih jelas lagi. Kebetulan saat saya menelpunnya, beliau hendak pergi keluar, maka saya juga sempat bertanya " kapan ibu akan berangkat ", jawabannya sungguh membuat hati saya sejuk " nanti aku menunggu ashar dulu, kalau sudah sholat ashar aku baru berangkat " Subhanallah...ya Robbi Engkau Maha segalanya, tanpa terasa air mata saya mengalir, ketika saya telah mengakhiri telepun, saya benar-benar bersujud pada yang Maha Kuasa karena tanpa hidayah dari-Nya, mana mungkin beliau akan kembali malaksanakan semua kewajiban itu dengan baik.
Trimakasih ya....Allah, Engkau berikan hidayah pada siapa yang Engkau inginkan, semoga Engkau menjaganya dari berpaling kembali dan semoga hingga akhir tugasnya di dunia ini, beliau tetap dalam keadaan istiqomah. Amiin ya Robbal´alaamiin.
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia mengatakan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada pamannya ketika menjelang ajalnya, “Katakanlah laa ilaaha illallah, yang aku akan bersaksi dengannya untuk membelamu kelak di hari kiamat.” Namun pamannya enggan, kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya), “Sesungguhnya Engkau tidak akan bisa memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang akan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. al-Qashash : 56).” (HR. Muslim [25])
Wallahu´alam bisshawab
No comments:
Post a Comment