Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, sejak si anak masih dalam kandungan, hingga mereka lahir dan tumbuh besar, Ibu lah yang menjadi teman hidup yang paling indah. Ibu yang mengajarkan si anak berbicara, makan, berjalan dan berpakaian. Semua Ibu lakukan karena cinta pada Allah yang telah memberikan Amanah yang paling berharga, yaitu anak.
Tapi bila kesiapan kita kurang untuk menjadi seorang Ibu, maka akan terbalik kejadiannya, si ibu akan membenci kelakuan si anak, sulit menerima dalam bentuk apa pun, apa lagi bila si anak kedapatan nakal dan suka bikin ulah, maka si ibu akan sering marah dan memukul.
Beda dengan bila si ibu sudah siap mental, ketika suatu hari nanti anaknya akan nakal, atau bertingkah laku aneh, maka yang pertama dia lakukan adalah mendidiknya dengan baik dan mengajaknya bicara, karena anak-anak itu bisa menyimpan banyak rekaman dalam otaknya, maka sejak dini jangan biarkan si anak mengatur dirinya sendiri. Ada seorang ustadz yang saya kenal, dulu beliau adalah pengajar di ma´had alhikmah yang kini mempunyai anak 13, Beliau biasa di sapa dengan panggilan Abu Umar. Beliau mengingatkan kepada para orang tua untuk terus mengontrol anak-anaknya. Sejak anak-anak itu tumbuh dan berkembang, Ketika kita sudah menjadi pemimpin di rumah kita, maka aturlah anak-anak itu sesuai dengan aturan yang kita buat, tapi dengan catatan tidak diktator.
Kenyataan ini mungkin yang harus kita pelajari lagi, karena sering saya dapati seorang anak tidak mengerti ketika di beri tahu oleh orang tuanya, bahkan saya pernah mendengar dari seseorang kenapa anak-anak para ibu yang berjilbab itu selalu nakal. Mungkin karena ada kesalahan tekhnis dalam mendidiknya, contohnya saja bila si anak meminta sesuatu pada ibunya, lalu ibunya bilang tidak dan si anak menangis sekeras-kerasnya, karena malu dan khawatir jadi perhatian orang maka si ibu akhirnya mengabulkan pemintaan anaknya.
Sebenarnya menurut Abu Umar, hal itu kurang baik untuk si anak, karena nanti anak itu akan mengulangi hal demikian rupa, itu akan menjadi senjata baginya. Karena si anak tahu, bila dia menangis ibunya akan memberikan apa yang di inginkannya.
Saya pernah mendapat cerita dari seorang teman, dia sangat sedih melihat ummahat sekarang dalam cara mendidik anak-anaknya. Banyak hal yang perlu di perbaharui katanya, karena dia melihat keadaannya berbeda dengan yang pernah dia alami semasa dia masih muda. Contohnya ketika berada di Masjid, sering kali si ibu tidak memperhatikan anak-anaknya yang berlari-lari saat sedang ada acara, sehingga mengganggu jamaah lain yang sedang mengikuti acara itu. Dan di lain kesempatan ketika ada seorang anak yang merebut mainan temannya, justru malah si ibu meminta anak lain untuk mengertikan anaknya, karena dia khawatir anaknya akan manangis bila tidak di pinjamkan, padahal mainan yang si anak ambil itu adalah bukan miliknya, dan tanpa permisi si anak langsung merebutnya. Apakah ini yang di katakan akhlaq yang mulia.
Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai Allah,
Rosululloh Shollollohu ‘alaihi wa Sallam bersabda yang artinya
“Hamba-hamba Allah yang paling dicintai-Nya adalah yang paling baik akhlaqnya diantara mereka” (hadits riwayat Thabrani (471) dan Hakim (4/399-401)
Rosulullah sendiri pertama kali berda´wah dengan Akhlaq, maka para pengikutnya sangat mencintai Beliau, di karenakan akhlaq Beliau yang sangat mulia. Mengapakah kita sebagai seorang Ibu dari anak-anak kita tidak mencontohkan akhlaq yang baik pada mereka.
Kita harus memberi pendidikkan yang baik pada anak-anak kita, misalkan contoh kecil saja, biasakan anak kita makan dengan tertib, tidak berjalan-jalan dan biasakan dengan membaca doa. Dulu saya sering mengajarkannya pada anak-anak didik saya, ketika saya masih mengajar TQ, bagaimana cara Rosulullah SAW makan, membiasakan anak makan dengan tangan kanan, memulainya dengan menbaca bismillah, mengambil yang terdekat dan makan selalu di habiskan. Mungkin ini hanya sebagian kecil saja dari contoh akhalaq Rosulullah SAW.
Ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, meskipun si anak sudah di sekolahkan, namun ibu tetap menjadi yang nomor satu, jangan katakan bahwa si anak sudah dimasukkan ke sekolah yang sangat mahal, jadi tidak perlu perhatian dari orang tuanya, itu adalah satu kesalahan besar bila si ibu berfikiran seperti itu. Terutama bagi mereka yang mendidik anak-anak mereka di Indonesia, karena pendidikkan di indonesia sudah banyak dan beragam, tinggal si orang tua saja yang pandai-pandai memilih pendidikkan itu untuk anak-anaknya, walaupun mereka haruslah mengocek uang lebih banyak lagi demi untuk sekolah yang terbaik bagi anak-anaknya, tapi sebagai seorang ibu kita tetap berkewajiban mengontrolnya setiap saat namun bukan berarti seorang ayah tidak di butuhkan dalam mendidik anak-anaknya, melainkan ayah mempunyai tugas berbeda dan ibu adalah dominan yang utama memegang tugas tersebut.
Berbeda dengan keadaan para ummahat yang mendidik anak-anak nya di luar negeri, mereka harus lebih ekstra lagi dalam mendidik anak-anaknya, karena kehidupan dan pergaulannya berbeda, bukan dari segi pergaulan saja sebenarnya, pendidikan agamanya juga harus lebih kita perhatikan, serta makanan-makanan yang harus di konsumsi oleh anak-anak kita, karena kebanyakan kesulitan para orang tua yang mendidik anak-anaknya di luar negeri adalah ketika mereka mulai beranjak dewasa.
Memang kadang kita melihat penilaian yang tidak adil dari masyarakat, misalkan anak kita pintar di sekolah dan mendapat ranking, maka akan tersebutlah nama ayah, mereka mengatakan " terang saja ayahnya doktor, maka anaknya pun pintar " tapi bila kenyataannya berbeda, si anak nakal atau bodoh, persepsi masyarakat akan mengatakan " kemana saja Ibunya, anaknya gak pernah di perhatikan, sampai-sampai tidak naik kelas ", bagitulah tanggapan mereka-mereka yang kurang faham.
Tapi memang kenyataannya, seorang Ibu adalah jadi satu bagian untuk anak-anaknya. Ada seorang teman saya bercerita, bahwa anaknya tidak naik kelas, karena setelah si anak mengikuti tes kenaikan kelas, anak itu belum bisa membaca, wal hasil...anak itu harus tinggal kelas dan memperbaiki bacaannya dulu, padahal kedua orang tuanya adalah sarjana, teman saya mengakui karena selama ini memang kurang perhatian terhadap anaknya. Nah disini bisa kita ambil satu pelajaran, bahwa tidak semua orang tua yang sarjana, akan menghasilkan anak yang cerdas dan pintar bila tidak di mulai dengan pendidik kan dari ibu, banyak yang ibunya tukang sayur, serta bapaknya tukang becak tapi anaknya malah dapat beasiswa di luar negeri. Itu di dasari oleh kegigihan si ibu dalam mendidik anaknya, karena dia tidak ingin anaknya mengikuti jejaknya yang hanya sampai SD saja sekolahnya.
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Baihaqi)
Anak adalah aset bagi kedua orang tuanya, aset untuk membuat perusahaan di akhirat nanti, apakah bisa kita membangun perusahaan syurga di sana, dengan anak buah yang cerdas, berakhlaq mulia serta ta´at pada Allah swt, karena semua itu tergantung dari bagaimana awal mula kita memberi pendidik kan pada anak-anak kita, jangan sering mengikuti kemauannya, namun jangan pula menekannya, kita sebagai orang tua, terutama mungkin ibu yang memang benar-benar menjadi penjaga dan pendidik utama dari anak-anak kita, maka berilah anak-anak sejak dini pendidikkan yang islami. Pendidikan awal anak sangat menentukan bagi perkembangan mental dan jiwa di masa yang akan datang. Setiap ibu harus mengetahui bahwa anak memiliki hak yang sama sehingga bisa menjadi dasar perubahan untuk kehidupan yang lebih baik.
Dalam hadist di katakan : " Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya " ( HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Jadi setiap kita yang ada di dunia ini adalah pemimpin, yang kelak akan di pertanyakan di akhirat nanti, maka jadilah pemimpin yang baik dan adil serta bertanggung jawab dengan amanah yang telah Allah swt berikan kepada kita.
Mari para ummi yang di cintai Allah, kita didik anak-anak kita lebih baik lagi dengan penuh kesabaran, karena merekalah yang kelak membawa kita ke syurga dengan do´a nya. Sebelum terlambat dan kesempatan itu masih panjang.
Rosulullah bersabda :
“Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu mendo’akannya.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At Tahrim: 6 ).
Semoga Allah swt memasukan kita ke dalam Syurga-Nya, karena kita telah menjaga amanah-amanah dari-Nya dengan baik dan sabar. Amiin ya Robbal´alamiin.
Allah SWT berfirman :
" Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik). (iaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan ) " Salamun´alaykum bima sabartum " maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. "
(Ar-Ra’d:22 - 23 - 24)
Wallahu´alam Bisshawab
No comments:
Post a Comment