Nama atau kata adalah identik dengan sebuah makna. Makna itu bisa dalam atau dangkal, luas atau sempit, tajam atau polesan, tergantung dari kedalaman, keluasan, atau ketajaman seseorang dalam mempersepsikan nama tersebut. Kata “Fahmu” (Paham), “Sabr” (sabar), “Ikhlas” bagi seorang ulama bernama Yusuf Al Qardawi adalah kata-kata yang syarat makna sehingga dari masing-masing kata itu lahir sebuah buku dengan bahasan yang sangat mendalam. Namun bagi seorang awam, betapa banyak kita jumpai ia salah mempersepsikan makna dari kata-kata tersebut. Dan pada akhirnya, persepsinya yang dangkal hanya melahirkan tindakan-tindakan kehidupan yang juga dangkal dan kurang bermakna. Disinilah kita melihat relevansi “amal” dengan “pemahaman” yang dimiliki seseorang.
Mereka yang memiliki pemahaman yang benar, akan beramal dengan benar. Sebaliknya, mereka yang memiliki pemahaman yang dangkal, akan beramal secara dangkal pula. Tidak memiliki makna terindah bagi dirinya.
***
Allah SWT memiliki 99 nama yang baik. Dari nama-nama itu, kita bisa mengenal Allah dengan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Ar Rahman menunjukkan bahwa Allah Maha Pengasih, Ar Rahim menunjukkan bahwa Allah Maha Penyayang, Al Malik Menunjukkan bahwa Allah Maha Merajai, Al Quddus menunjukkan bahwa Allah Maha Suci, dan lain-lain. Semua makna yang terkandung dari Asma Al Husna adalah makna-makna yang agung dan secara keseluruhan sifat-sifat Allah SWT tergambar dari nama-nama itu. Sebagai hamba, kita diperintah untuk memiliki sifat-sifat yang baik dengan mengacu dari sifat-sifat Allah tersebut sesuai dengan batas kemampuan seorang manusia. Sejauh mana sang hamba bisa mengejawantahan sifat-sifat mulia itu dalam kehidupan, kembali lagi, tergantung dari pemahaman sang hamba akan sifat-sifat itu.
Oleh karenanya saya memahami bahwa “barang siapa yang mampu menghafal 99 nama baik Allah itu, maka ia akan masuk surga”, tentu berkolerasi dengan pemahaman dan amal sholeh yang ia produksi dalam kehidupan. “Menghafal” berarti telah terbenamnya kesadaran makna indah itu dalam hati sang hamba dan telah mampu membangkitkan amal-amal kebaikan yang mengacu pada kemuliaan nama-nama itu.
Rasulullah Saw juga memiliki julukan atau nama-nama. Al Amin adalah nama julukan yang beliau sandang sejak sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, karena beliau terkenal sebagai orang terpercaya di kalangan orang Quraisy. Beliau juga dikenal sebagai Al Quran berjalan, karena seluruh perilaku hidupnya mencerminkan nilai-nilai Al Qur’an Al Karim. Memahami nama julukan beliau tentu dimaksudkan agar kita mampu meneladani akhlak-akhlak agung beliau.
***
Sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan. Dalam rangka lebih mengenal esensi dari bulan Ramadhan yang akan segera dihadapi, pada pengajian rutin bapak-bapak pekan lalu, kami mencoba menggali makna yang terkandung dari nama-nama julukan yang sering disematkan bagi bulan Ramadhan. Diharapkan dengan memahami makna-makna itu, maka kesadaran akan datangnya bulan yang agung itu kian meresap dan menggumpal dalam jiwa sehingga menimbulkan kerinduan dan kebahagiaan dalam menyambutnya.
Ramadhan adalah bulan pendidikan (Syahru At Tarbiyah), karena pada bulan ini orang-orang beriman dididik untuk berlaku disiplin dengan aturan-aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Secara fisik, Allah mendidik untuk disiplin dalam mengatur pola makan. Secara psikis, Allah mendidik untuk berlaku sabar, jujur, menahan amarah, empati dan berbagi kepada orang lain, dan sifat-sifat luhur lainnya. Dan secara fikri, Allah mendidik agar orang-orang beriman senantiasa bertafakkur dan mengambil pelajaran-pelajaran yang bermakna bagi kehidupannya.
Ramadhan adalah bulan perjuangan (Syahru Al Jihad), karena untuk sukses menjalani Ramadhan dibutuhkan perjuangan yang tidak ringan. Allah hendak mengajarkan bahwa untuk sukses dalam kehidupan pun dibutuhkan perjuangan, yaitu mengendalikan hawa nafsu agar tunduk dan patuh dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Ramadhan adalah bulan Qur’an (Syahru Al Qur’an), karena Al Qur’an pertama kali diturunkan pada Ramadhan. Sepatutnyalah pada bulan ini, interaksi kaum muslimin dengan Al Quran menjadi sangat intens sebagaimana dicontohkan oleh generasi salaf yang mencurahkan waktu demikian banyak pada bulan Ramadhan untuk berinteraksi dengan Al Quran, baik dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkan kandungan-kandungan isinya.
Ramadhan adalah bulan persaudaraan (Syahru Al Ukhuwwah). Pada bulan ini Allah mendidik kaum muslimin untuk lebih mencintai dan peduli terhadap saudara-saudaranya. Rasulullah Saw mengajarkan dengan ringan bersedekah di bulan ini, memberi makanan bagi orang yang berpuasa, menunaikan zakat, dan membuang dengki dan sifat-sifat buruk terhadap saudaranya.
Ramadhan adalah bulan ibadah (Syahru Al ‘Ibadah). Dalam bulan ini Allah membuka peluang bagi hamba-hamba-Nya untuk beribadah (mahdhoh) sebanyak-banyaknya, karena pada bulan ini pahala ibadah dibalas dengan berlipat ganda. Allah SWT mendidik kaum muslimin untuk merealisasikan misi hidup dengan senantiasa beribadah kepada Allah SWT. Target keimanan yang diharapkan adalah hamba-hamba yang selalu mengorientasikan hidup untuk beribadah, sebagaimana firman Allah: Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Al An’aam 6:162-163).
Masih ada beberapa nama yang disematkan untuk Ramadhan. Bulan Jama’ah, bulan dakwah, bulan diturunkan Lailatul Qadar, bulan mulia, bulan suci, bulan penuh berkah, dan lain-lain. Nama-nama itu mencerminkan makna, esensi dan juga kebaikan yang teramat banyak. Bagaimana kita harus beramal di dalam bulan Ramadhan, kita bisa mengambil spirit dari nama-nama itu.
Barang siapa yang gembira dengan datangnya bulan Ramadhan, maka Allah SWT akan memasukkan sang hamba ke dalam surga-Nya. Bagaimana bisa? karena gembira menyambut ramadhan adalah cerminan iman. Semakin bahagia dan rindu seorang hamba kepada Ramadhan, semakin dalam keimanan yang dimiliki seseorang. Tentu pemahaman ini bukan untuk menghakimi dan mengukur keimanan orang lain, tetapi untuk menghakimi dan mengukur keimanan di dalam diri sendiri.
Semoga kita bisa disampaikan ke bulan Ramadhan. Dan semoga kita bisa mengoptimalkan bulan Ramadhan untuk taqarrub ilallah, membersihkan hati, dan memperkuat simpul-simpul jamaah.
”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadan.” (HR. Ahmad dan Tabrani).
Wallahua'lam bishshawaab
No comments:
Post a Comment