Thursday, August 13, 2009

Merasakan Manis Dan Lezatnya Iman

Saudaraku sekalian,malam ini saya merenung... kenapa sampai saat ini saya dan mungkin hampir rata-rata kita belum bisa merasakan manisnya iman, sampai detik ini – jujur saja saya akui -- bhw kita belum dapat menikmati indahnya iman, Kenapa demikian ?, rupanya jawaban itu ada pada sabda Rasul dibawah ini...

Suatu hari, Rasulullah SAW. Pernah menyampaikan statementnya dihadapan para sahabat, kata beliau:

ثَلاَثٌ مَنْْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيمَانِ اَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ ِالَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَاَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ ِالاَّ ِللهِ وَاَنْ يَكْرَهَ َانْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كمَاَ يَكْرَهُ
اَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“ ada 3 perkara,yang apabila ketiga perkara itu ada pada diri seseorang, maka ia pasti akan merasakan manis dan lezatnya Iman, yakni mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada siapapun dan kepada apapun. dan mencintai seseorang hanya semata mata karena Allah dan ia MEMBENCI untuk kembali kepada perbuatan ma’shiyat seperti halnya ia tidak ingin kalau nanti di lempar dalam api neraka" (HR. Muslim )

mari kita lihat satu persatu :

1. Seseorang akan bisa merasakan manis dan lezatnya iman ketika ia mampu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada siapapun dan kepada apapun.

ada kissah, Suatu saat ketika kaum wanita Madinah menyambut kedatangan pasukan dari perang uhud, diantara mereka ada seorang Ibu yang dikhabarkan kepadanya bahwa ayahnya telah gugur di medan tempur, tapi hadirin sekalian, Ibu tadi tenang tenang saja, tidak menunjukan raut muka kesedihannya, matanya terus mencari-cari seseorang. Datang lagi khabar kepadanya “ ibu, bukan Cuma ayahmu saja yang gugur, tapi suami ibu juga wafat di bukit uhud sana ” anehnya, wanita itu tetap tidak menampakan wajah dukanya. Yang terakhir, datang lagi berita kepadanya bahwa tidak cuma ayahnya yang gugur dan bukan Cuma suaminya saja yang wafat, namun putera tercintanya pun ternyata telah pergi meninggalkan dunia ini sebagai syahiid. untuk berita yang terakhir inipun ia tidak merasa terkejut apalagi sampai menangis menjadi jadi. Hadirin sekalian, apa ucapan yang keluar pertama kali dari lisan wanita itu ?, diluar dugaan, kalimat yang pertama kali terucap dari bibirnya adalah sebuah pertanyaan : ( Kayfa haalu habiibiiy Muhammad ? ) “ Bagaimana khabar kekasihku Muhammad SAW ? apakah beliau selamat ,,, ?”. Salah seorang dari sahabat menjawab “Alhamdulillah Rasulullah selamat walaupun sedikit terluka“, mendengar berita bahwa Rasulullah selamat dari peperangan itu, ia belum percaya sepenuhnya ( karena saat itu beredar berita bahwa Nabi Muhammad telah wafat ), ia pun berkata lagi ” Aruuniihii hattaa andhuro / tunjukan kepadaku dimana Beliau ?, sehingga aku menyaksikan sendiri dengan mata kepalaku bahwa Beliau memang masih hidup “, diantar ibu tadi menemui Rasulullah, setelah bertemu langsung dengan Rasul barulah ia merasa lega, lalu keluarlah kata kata indah dari lisannya ; “ yaa Rasuul,,, Hilang sudahlah semua deritaku setelah melihat engkau selamat, semua musibah yang aku terima hari ini menjadi ringan dan tidak berarti sama sekali setelah melihatmu sehat wa ‘Aafiat “. Subhaanallooh, inilah satu contoh prototipe manusia yang cintanya kepada Rasul, sayangnya kepada Nabi melebihi kecintaannya dan kasih sayangnya kepada siapapun.

Yang perlu diluruskan disini adalah, bahwa Islam tidak melarang kita mencintai isteri/suami kita, karena itu satu hal yang sangat fithroh. Allah dan Rasul-Nya tidak melarang kita mencintai anak anak belahan jiwa, karena itu sangat manusiawi. dan Agama juga tidak melarang pemeluknya mencari harta, meraih dunia serta menggapai cita cita, namun yang dituntun oleh Allah adalah : “ jangan sampai kecintaan kita kepada anak dan isteri, kecintaan kita kepada harta dan dunia, mengalahkan cinta kita kepada Allah dan Rasulnya “, sehingga dengan demikian, tidak terjadi apa yang kita saksikan dewasa kini, masih banyak diantara kita yang karena cintanya kepada anak dan isteri terlalu berlebihan, akhirnya untuk membahagiakan mereka kita sering kali melupakan aturan Agama, menghalalkan yang haram, menggunakan berbagai macam cara untuk mencari keuntungan. Masih sering kita mendengar dan menyaksikan, ada orang yang cintanya kepada harta dan dunia mengalahkan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, sampai sampai untuk meraih keduanya ia tidak segan segan untuk berbuat dosa, korupsi dan manipulasi, mengambil jalan pintas dengan memotong kompas, tak perduli sikut kanan sikut kiri, menjilat yang atas menginjak injak yang bawah, yang penting ia bisa kaya. itu sebabnya kenapa kita belum bisa merasakan manis dan lezatnya iman, karena kecintaan kita kepada anak dan istri, cinta kita kepada harta dan dunia, masih lebih besar dibanding dengan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya

Padahal Allah menegaskan bahwa salah satu ciri dari orang beriman adalah :

“ dan mereka orang orang beriman itu adalah mereka yang kecintaannya kepada Allah sangat sangat luar biasa ”. QS. Al Baqoroh : 165

2. kita akan bisa merasakan manisnya iman ketika kita mampu “mencintai saudara kita hanya semata mata karena Allah”, bukan karena ia banyak harta, bukan karena ia orang kaya, juga bukan karena ia seorang pejabat atau penguasa, tapi cinta yang kita miliki, adalah cinta yang tulus, yang kita gunakan itu semua dalam rangka mencari keridloan Allah SWT., Nabi bersabda :

ِارْحَمُوا مَنْ فِي الاَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَمَاءِ
“ cintailah makhluk yang ada di bumi,( sayangilah mereka yang ada didunia ini), niscaya yang dilangit akan cinta dan sayang pula kepadamu ”

dari rasa cinta yang tulus seperti inilah akan muncul ketenangan dan kedamaian hidup, tidak ada lagi kepalsuan dan kemunafikan, tidak ada lagi kebencian diantara sesama, tidak ada lagi permusuhan yang akan menimbulkan bencana. bukankah kita semua menginginkan kehidupan yang damai itu ?. kita sudah bosan mendengar atau membaca di media massa berita tentang kekerasan, Kita ingiin suasana yang panas ini bisa kembali sejuk dengan kehadiran angin cinta. Dan itu semua hanya akan bisa terwujud jika kita mampu mencintai saudara kita dengan tulus semata mata karena Allah.
.
3. factor yang bisa mengantarkan kita untuk dapat merasakan manisnya iman adalah memiliki “ komitmen yang kuat, tekad yang bulat dan motifasi yang mantap untuk tidak kembali kepada perbuatan ma’shiyat seperti halnya ia tidak ingin kalu nanti kita di lempar dalam api neraka ‘. Lebih jelasnya, seseorang akan bisa merasakan manisnya iman ketika bertaubat kepada Allah dengan Taubatan Nasuuhaa ( taubat yang sebenarnya )

yang lalu biarlah berlalu, kita isi hari ini dengan warna yang baru, tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang tidak mempunyai dosa, mari sama sama kita kembali kepada Allah, bertaubat dan bersimpuh dihadapan-Nya, dengan satu keyakinan, bahwa sebesar apapun dosa yang pernah kita lakukan, seberat apapun salah yang pernah kita kerjakan, sebanyak apapun dosa yang kita lakukan, kalau kita mau kembali dan bertaubat kepada-Nya, percayalah,,, Allah pasti akan mengampuni apa apa yang pernah kita perbuat. Dan dari sinilah kita akan mampu merasakan manis dan lezatnya iman. Semoga...

No comments:

Post a Comment