Seorang ibu memukulkan piring ke kepala seorang anak tetangganya yang berusia 5 tahun (sebut saja amin) hingga terluka dan mendapat jahitan. Semua hanya karena putrinya yang berusia 4 tahun pulang bermain menangis diledek belum mandi oleh Amin. Akhirnya ibu dari si Amin melaporkan kejadian ini ke kantor polisi. Penyebab sepele, tapi jadi berakhir panjang. Itu salah satu berita yang aku baca di harian ibukota.
Mungkin diantara kita banyak yang mengalami konflik antar anak. Tapi yang sering terjadi adalah orang tua berusaha turut campur dalam konflik tersebut. Bukan untuk menengahi, tapi untuk membela anak kita. Yang justru sebenarnya tidak baik untuk perkembangan psikologi anak.
Jika kita yang menjadi salah satu dari orang tua anak diatas, apa yang terjadi?. Yang pasti hubungan antar orang tua/ tetangga menjadi tidak harmonis, tapi si anak esoknya akan berbaikan lagi. Itulah yang membedakan antara orang tua dengan anak dan seharusnya menjadi bahan introspeksi bagi orang tua. Anak- anak dengan jiwanya yang masih polos dikaruniai oleh Allah ”jiwa pemaaf”.
Membaca berita di harian ibukota tersebut, aku jadi teringat apa yang pernah dan masih kami alami sekeluarga. Dimana kami memiliki tetangga yang ayahnya luar biasa galaknya, dan ketiga anak-anaknya luar biasa terkenal dengan kenakalannya. Khususnya bapaknya ini memiliki tipe temperamen. Kebetulan keluarga ini adalah pemilik rumah kontrakan yang kami tempati.
Ketika tetangga lamaku menanyakan umi, kontrakannya pindah kemana? Jawabanku pindah ke kontrakan Pak Wo bu, begitu orang terbiasa memanggilnya.
Yah, ko’ pindah ke sana? Kalo tahu mau pindah kesana saya larang dech, soalnya bapaknya galak, dan anaknya pun nakal, suka melukai orang lain. Dan sudah banyak korbannya loh mi. Tapi kalo sudah terlanjur, ya hadapi aja, usahakan anak umi jangan banyak bergaul dengan anak Pak Wo’ .
Tapi bagaimana mungkin? Lah wong, pemiliknya tinggal bersebelahan dengan rumah yang kami tempati.
Jujur mendengar hal ini aku khawatir luar biasa akan keselamatan anak-anakku, dan khawatir mengalami konflik dengan sang pemilik rumah. Apalagi kami berdua bekerja, yang harus sering meninggalkan anak-anak hanya bersama khodimat.
Pun selama kami menempati rumah tersebut sudah banyak tetangga yang pindah karena merasa tidak cocok dengan si pemilik rumah.
Bahwa sebaik-baik penolong kita hanya Allah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hal terpenting adalah kita menunjukkan sikap dan akhlak yang baik terhadap orang lain, lalu serahkan semuanya kepada Allah.
Dan pesan yang benar-benar aku camkan adalah ”Jangan pernah menitipkan anak kepada manusia, tapi titipkan kepada Allah semata, maka Allah yang akan menjaganya lewat tangan-tangan manusia.”
Aku mulai memahami mengapa si pemilik rumah memiliki sifat demikian, mungkin karena himpitan ekonomi dan merasa diasingkan oleh sekitarnya, termasuk saudara-saudaranya.
Ketika ada sedikit makanan, aku berbagi dengan anak-anaknya. Ketika istri si pemilik rumah jatuh sakit, kami berusaha menjenguknya, disaat orang lain maupun saudara-saudaranya enggan untuk datang. Disaat si pemilik rumah sedang tertimpa masalah, kepada suamiku beliau curhat. Subhanallah, semoga ini pembuka jalan menuju hidayah, agar beliau mau mengubah tabiatnya. Dan semoga anak-anaknya memiliki akhlak yang baik.
Kami anggap semua ini sebagai ladang amal....
Gayung pun bersambut, si pemilik rumah ini malah menunjukkan siap yang baik, ia menjadi penjaga anak-anakku. Ketika anaknya mengganggu anakku, beliau malah membela anakku. Ketika anakku sakit, beliau pulalah orang pertama yang datang menolong. Dan yang terpenting adalah beliau berkurang dari sifat pemarahnya. Baik terhadap keluarga maupun tetangga sekitar.
Waktu terus berjalan, sudah 5 tahun kami menempati rumah kontrakan ini, Alhamdulillah belum pernah kami mengalami konflik dengan si pemilik rumah. Belum pernah sekalipun anakku terzholimi oleh anak-anaknya.
Bertambah besar keimananku bahwa begitu besar rahmat Allah terhadap hamba-hambanya yang memasrahkan setiap urusan hanya kepada Allah semata.
Klimaksnya disaat kami sedang kesulitan mencari rumah untuk dibeli, si pemilik rumah datang menawarkan salah satu rumahnya untuk kami beli. Ketika itu kami mengajukan permintaan bolehkah rumah tersebut kami cicil? Karena untuk membeli dengan cara cash kami tidak punya, sekalipun ada harus meminjam dengan bank konvensional, sesuatu yang berusaha kami hindari.
Alhamdulillah beliau mau memberikan kemudahan, dengan di cicil selama 3 tahun.
Subhanallah, kami bersyukur, akhirnya kami menjadi ”tetangga yang dibeli”.
Semoga keberadaan kami disini membawa keberkahan untuk semua.
Akupun teringat kisah Fathimah Azzahra, putri Rosululloh SAW. Disetiap qiyamul lailnya beliau senantiasa mendo’akan kebaikan untuk teman-teman Hasan dan Husen.
Malam itu Hasan dan Husen berusaha menguping ingin tahu, do’a apa yang dilantunkan ibundanya. Dihari pertama ibundanya memanjatkan do’a untuk teman-teman Hasan dan Husen. Di hari kedua sang ibundapun mendo’akan teman-teman Hasan dan Husen yang berbeda, Hingga berlanjut ke hari ketiga.
Akhirnya dengan kekritisannya Hasan dan Husen bertanya ”Umi, kenapa setiap selesai sholat umi mendo’akan teman-temanku”? Kapan Umi tidak mendo’akan kami?”.
Ibunda Fathimah Az-Zahra menjawab, kalian ingin di do’akan oleh umi yang kemungkinan di kabulkannya lebih kecil, atau di do’akan oleh malaikat yang kemungkinan dikabulkannya lebih besar?”. Hasan dan Husen menjawab, ”tentu kami ingin di do’akan oleh malaikat”.
Itulah alasan umi mendo’akan teman-teman kalian, agar kalian pun terdo’akan oleh malaikat.
Sebagaimana Rosullullloh SAW mengajarkan, barang siapa yang mendo’akan kebaikan kepada orang lain, maka malaikat akan berucap ”dan bagimu juga sebagaimana yang engkau do’akan untuk saudaramu”.
Mungkin kita tidak semulia Fathimah Az-Zahra, tapi setidaknya kita dapat meniru salah satu perbuatan mulia beliau.
Jadi pernahkah kita mendo’akan anak-anak tetangga kita?
Mari kita mulai dari sekarang..........
Agar anak kita pun terdo’akan oleh malaikat.......
No comments:
Post a Comment