Monday, August 17, 2009

Racun Dan Fitnah Dari Wabah Ikhtilath

Sofwan-nama samaran- mengundurkan diri dari kepengurusan di sebuah Organisasi yang baru ia geluti. Sejak dulu ia dikenal sebagai seorang yang aktif dan berjiwa organisatoris. Tidak hanya aktif, namun ia seorang yang juga punya kharismatik dan penuh daya tarik. Gaya bicara yang tepat dan sistematis, kata-katanya yang sanggup menggugah hati, sikapnya yang lembut dan teguh, penampilannya yang selalu rapi dan sopan, berwajah tampan dan cerdas selalu menjadi daya tarik tersendiri dan memukau banyak orang.

Namun belakangan, ia banyak menghindar dari Organisasi yang di dalam kegiatannya tidak ada pemisah antara laki-laki dan perempuan. Ketika ditanyakan apa alasan pengunduran diri tersebut, ia menjawab, "Akhir-akhir ini, beberapa orang perempuan menaruh perhatian lebih pada saya dan sering menghubungi saya dengan alasan keperluan organisasi. Dan yang parahnya, ada salah seorang dari mereka yang selalu memikirkan diri saya, cerita seorang teman yang sekamar dengannya. Saya sadar dengan kesanggupan saya, masih sulit bagi saya untuk menahan pandangan mata dan menjaga niat, apalagi kondisi saya yang belum menikah. Biarlah hal itu saya tinggalkan untuk sementara waktu, sampai kondisi saya stabil dan saya telah siap, dan itu saya lakukan agar iman saya selamat dan ibadah saya lebih khusyuk dan tenang."

Tindakan Sofwan menurut sebagian orang akan dianggap sebagai tindakan yang kurang tepat, dengan segala argumen yang menjadi dasar penolakan mereka. Dan sebagian lain cenderung untuk menyetujui, juga dengan segala dalil yang memperkuat pendapat tersebut. Intinya, kembali pada masing-masing individu, dari arah mana dan kerangka berfikir bagaimana yang dipakai dalam menanggapi sikap Sofwan di atas. Likulli ra`sin ra`yun (Setiap kepala punya pendapat).

Menurut hemat penulis, orang seperti Sofwan adalah diantara contoh orang yang punya muraqabatullah (merasakan pengawasan Allah). Firman Allah `Azza wa Jalla : “Dia mengetahui khianatnya pandangan mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 19).

Sofwan sangat sadar bahwa kemanapun, dimanapun, dan kapanpun, Allah selalu melihat dan mengetahui gerak-geriknya, bahkan apa yang dibisikkan hatinya. Ia sadar akan potensi hasrat yang ada dalam dirinya terhadap lawan jenis, ia juga tahu akan kadar kemampuan kontrolnya terhadap dirinya.

Saat ini, cinta lokasi tidak hanya menimpa para artis, tapi kisah-kisah aktifis dakwah yang jatuh cinta di lokasi medan dakwah juga sering terjadi dan ini tidak hanya menimpa orang-orang yang belum menikah, tapi juga orang-orang yang sudah menikah, seperti beberapa pengakuan dalam rubrik tanya-jawab yang pernah penulis baca di beberapa situs Islam dan pengaduan beberapa orang. Itu baru yang mengaku, sedangkan yang belum terungkap, penulis menduga masih banyak.

Bagaimanapun juga seseorang akan sulit untuk menundukkan pandangan mata, menjaga iman, dan menjaga niat di hati kalau sudah berhadapan langsung dengan lawan jenis. Apalagi bila lawan jenis tersebut punya daya tarik; seperti tampan atau cantik, pintar, menawan, santun, banyak ilmu, jadi rujukan, dan nilai-nilai plus lainnya. Akan timbul berbagai bisikan di hati yang datang dari setan dan hawa nafsu. Baik yang disadari ataupun tidak, yang kalau tidak bisa dikontrol akan selalu mengganggu hati dan pikiran.

Walau kita tidak menafikan bahwa diantara kumpulan orang banyak dalam suatu kegiatan ada orang-orang yang soleh dan kuat imannya. Tapi forum itu dibuka untuk umum. Dan orang yang banyak tersebut walau secara zahir terlihat soleh, tapi kita tidak tahu bagaimana isi hati dan kadar iman mereka. Karena setiap orang tidak berada dalam kadar iman yang tetap dan sama. Setiap orang berbeda kadar iman dan pengamalan serta pemahaman agamanya.

Orang-orang yang sudah berkeluarga terkadang tidak bisa terhindar dari hal ini, maka bagaimanakah dengan orang-orang yang belum menikah. Dan orang-orang yang imannya kuat masih bisa terkena virus ini, maka bagaimanakah dengan orang-orang yang imannya masih lemah dan ala kadarnya.

Inilah menurut penulis diantara sebab tidak dianjurkannya ikhtilath (bercampur-baur) antara laki-laki dengan perempuan dalam suatu kegiatan karena lebih besar mudharatnya, bahkan dalam hal ibadah dan belajar sekalipun. Dan kita semua mafhum bahwa wanita adalah senjata syetan paling ampuh untuk menyeret seorang hamba Allah ke lembah nista. Dan syetan tersebut menjadikannya sebagai tunggangannya. Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam telah mengingatkan kita: “Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Diantara kita barangkali pernah mendengar melalui berita atau secara lansung, bagaimana seorang Ustadz menodai santriwatinya, seorang guru ngaji mencabuli muridnya, dan cerita-cerita lainnya yang sangat memilukan hati kita. Bahkan dalam lingkungan pesantren, hubungan surat-menyurat antara santri dengan santriwati sering terjadi, pertemuan di luar pesantren, berkunjung ke rumah, hubungan ustadz dengan santriwati atau santri dengan ustadzah, bahkan diantara ustadz dan santri/wati tersebut diusir karena perkara ini. Apalagi di sekolah-sekolah umum yang tidak dibatasi pergaulannya, tidak dipisah antara laki-laki dan perempuan serta sangat sedikit mengkonsumsi pelajaran-pelajaran agama.

Dengan demikian, bagaimanapun juga adanya ikhtilath tetap akan lebih banyak mudharatnya, baik sekarang ataupun pada masa yang akan datang. Baik ia tampak melalui sikap ataupun tersembunyi dalam hati dan pikiran, sehingga ia selalu menjadi bahan pikiran dan membuat hati selalu gundah gulana.

Bagaimanakah kita akan bisa menundukkan pandangan mata kalau kita berhadap-hadapan dengan lawan jenis, sedangkan Allah Swt telah memerintahkan laki-laki dan wanita yang beriman untuk menundukkan dan menjaga pandangan mata mereka.

Allah telah memerintahkan pada wanita-wanita beriman untuk tidak berkata-kata yang akan menimbulkan hasrat, seperti halus, lunak dan sejenisnya, sehingga tidak timbul niat buruk dalam diri orang-orang yang hatinya berpenyakit.

Dan Allah telah perintahkan kita untuk tidak mendekati zina. Untuk tidak melakukan segala perbuatan yang membawa pada perbuatan zina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan dalam sabda beliau : “Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla- telah menetapkan bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati berhasrat dan berangan-angan dan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari )

Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata: “Sesungguhnya zina tidak khusus hanya pada kemaluan, bahkan dia termasuk atas apa-apa yang selain dari kemaluan baik mata atau yang selainnya.”

Ibnu Baththal rahimahullah- berkata: “Mata, mulut, dan hati dinyatakan berzina karena semuanya itu mengajak kepada zina yang hakiki (dan kemaluan yang membenarkan atau mendustakannya).”

Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah- berkata: “Pandangan mata adalah asal dari seluruh bencana yang menimpa manusia. Dari pandangan akan melahirkan lintasan di hati. Lintasan di hati akan melahirkan pikiran, sehingga timbul syahwat. Dan dari syahwat lahir keinginan yang kuat yang akan menjadi kemantapan yang kokoh, dari sini pasti akan terjadi perbuatan di mana tidak ada seorang pun yang dapat mencegah dan menahannya. Karena itulah bersabar menahan pandangan itu lebih mudah dari pada bersabar menanggung kepedihan setelahnya.”

Kisah-kisah perselingkungan dalam kehidupan kota metropolitan adalah suatu hal yang biasa dan sering terdengar. Suami yang selingkuh dengan sekretarisnya di kantor ataupun istri yang selingkuh dengan teman sekantor dan lainnya banyak terjadi, baik itu terungkap atau masih tersembunyi. Istri yang terlalu sibuk di luar rumah dengan segala aktifitasnya, baik di kantor atau pun aktifitas lainnya terkadang terpeleset dalam hubungan gelap dengan laki-laki lain. Sehingga ia sering sms-an, telponan, jalan berdua, makan berdua dan akhirnya terjadi hubungan yang haram itu. Begitu juga dengan suami yang sibuk di kantor atau keluar kota untuk suatu keperluan, terkadang juga terkena hal ini.

Apalagi di masyarakat Barat, hidup yang tidak ada ruh agamanya, hidup yang bebas berekspresi, bebas berpendapat dan berbuat, hal-hal ini tentu sudah biasa terjadi.

Maka langkah yang baik, yang selamat dan yang akan menjaga pandangan mata, kejernihan hati, kemanisan iman, dan ibadah adalah sedapat mungkin menghindari segala kegiatan yang disana ada ikhtilath (bercampur baur ) antara laki-laki dengan perempuan, terutama bagi yang belum menikah. Dengan demikian kita akan bisa merasakan indahnya bermunajat, nikmatnya beribadah, manisnya ketaatan pada Allah, lezatnya berzikir dan membaca al-Qur`an dan khusyuknya shalat.

Terakhir, penulis serahkan pada pembaca, karena anda lebih tahu dengan diri anda masing-masing, dan setiap kita punya persepsi masing-masing. Mari kita jujur dengan nurani kita, apakah dengan ikhtilath mata kita bisa terjaga, pendengaran kita bisa terjaga, niat dan hati kita bisa terjaga, kata-kata kita bisa terjaga, dan pikiran kita bisa terjaga? Kalau kita yakin bisa, silahkan berinteraksi dalam kerangka saling tolong-menolong pada kebaikan dan ketaatan dan tetap ada batasannya.

Dan kalau belum bisa mengontrol diri, tentu menjaga iman, ketenangan hati, dan kemanisan beribadah lebih utama dipertahankan dan diprioritaskan. Pada intinya setiap orang harus bisa dengan bijak dan tepat melihat kemampuan dirinya, sehingga dengan demikian ia akan bisa secara tepat memposisikan dirinya dan tidak salah dalam menempatkan diri. Wallahu a`lam bish-showab. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment