Monday, August 17, 2009

Memanusiakan Manusia

Pada awal bulan ini,tempat saya bekerja kedatangan 3 orang tamu. Sebenarnya merupakan hal biasa, mengingat setiap hari selalu ada tamu yang datang baik itu tamu lokal atau ekspatriat. Biasanya pula kunjungan para tamu berkaitan dengan hubungan kerjasama antar perushanaan.

Ketiga tamu itu semuanya adalah orang Jepang dari sebuah perusahaan yang merupakan partner bisnis. Karena ketiga tamu orang Jepang itu mempunyai jabatan tinggi sehingga disambut pula oleh perwakilan perusahaan tempat saya bekerja yang juga orang Jepang dan memiliki jabatan yang sepadan dengan tamu-tamunya.

Seperti yang saya tulis diatas biasanya kedatangan tamu untuk membicarakan urusan bisnis. Namun kedatangan tiga orang Jepang itu bukanlah untuk urusan bisnis. Ketiga orang Jepang itu bermaksud mengucapkan terima kasih atau mau memberikan penghargaan kepada salah satu karyawan di perusahaan tempat saya bekerja dan itu atas nama perusahaan mereka.

Jujur, ini kali pertama saya mendengar berita semacam ini. Berhubung saya tidak menyaksikan dan mengetahui cerita sebenarnya maka saya diberitahu oleh rekan kerja saya yang merupakan atasan langsung karyawan yang mendapatkan penghargaan itu.

Teman saya menceritakan bahwa salah seorang karyawan yang mendapatkan penghargaan itu adalah seorang driver. Lalu kenapa seorang driver bisa mendapatkan penghargaan dari pejabat tinggi sebuah perusahaan?

Ternyata driver tersebut telah membantu driver dari perusahaan tempat ketiga orang Jepang itu bekerja. Pada senin dini hari, selepas mengantarkan part-part ke customer, di dekat area pom bensin gerbang tol Cibitung kawasan MM2100, driver tempat saya bekerja melihat sebuah sepeda motor kecelakaan. Ketika diamati rupanya driver tersebut mengenali jeket yang dikenakan oleh pengendara motor tersebut.

Driver tersebut bergegas menolong pengendara motor yang rupanya seorang driver juga dari perusahaan lain. Kemudian driver itu menghubungi pihak terkait dan menginformasikan keadaan driver yang mengalami kecelakaan.

Singkat cerita driver perusahaan tempat saya bekerja kembali dan driver yang mengalami kecelakaan dibawa ke tempatnya bekerja.

Pagi harinya datanglah tiga orang Jepang dari perusahaan dimana salah seorang drivernya mengalami kecelakaan itu ke perusahaan tempat saya bekerja. Dengan membawa beberapa bingkisan ketiga orang Jepang itu mengucapkan terima kasih sekaligus memberikan penghargaan atas bantuan dan informasi yang diberikan oleh driver perusahaan tempat saya bekerja. Tidak hanya itu, driver tersebut diberi kartu nama ketiga orang Jepang itu. Teman saya berceloteh,"Gue aja bosnya gak punya kartu nama direkturnya. Ini, driver dikasih langsung kartu nama sama direktur."

Mendengar cerita itu saya menjadi kagum dengan orang Jepang itu. Jujur, saya sangat jarang sekali mendenhar peristiwa seperti itu. Bayangkan tiga orang pejabat tinggi mengucapkan terima kasih langsung kepada seoang driver. Bukan bermaksud membesarkan orang Jepang dan mengecilkan bangsa sendiri, namun sekali lagi sangat jarang saya melihat fenomena seperti itu.

Di jaman sekarang masih ada orang yang menghargai jasa dari "orang kecil". Biasanya apa yang dilakukan oleh orang kecil dianggap tong kosong. Coba lihat saja pembantu rumah tangga, seringnya saya melihat mereka dianggap sebagai budak bukan partner kerja. Sehingga sikap sewenang-wenang kerap diterima para pembantu dari majikannya. Padahal sebenarnya tidak boleh seperti itu.

Pembantu rumah tangga sama saja dengan karyawan kantoran yang bekerja untuk yang punya perusahaan. Seharusnya harus diperlakukan secara profesional hubungan kerja diantara keduanya. Memang lingkungan kerjanya berbeda namun secara prinsip sama saja. Sang majikan membeli tenaga dari pembantu tersebut.

Di jaman materialistis dan hedonis, saat ini sangat langka manusia memanusiakan manusia. Budaya arogan sebagai imbas dari faham materialistis telah menjangkit dan merusak nurani dan moral. Derajat manusia hanya diberikan kepada orang-orang yang memiliki materi berlebih, pejabat, tokoh masyarakat,selainnya hanyalah omong kosong.

Jasa hanya berlaku bagi orang berdasi, bermobil mewah, berumah besar, keturunan ningrat, sementara "kaum kere" hanya berupa pengabdian dimana jasa-jasa mereka seperti sekumpulan debu diatas batu yang sirna tertiup angin seiring perubahan waktu.

Saya teringat ketika sebuah stasiun TV menayangkan mantan atlit nasional yang harus menjual semua penghargaannya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Masih ingat dengan dramatisnya kehidupan eli espikal (maaf saya tidak tahu cara menulis namanya). Setelah beberapa lama mengahrumkan nama bangsa dengan segudang prestasi namun tersia-siakan diakhir hayatnya. Masih banyak contoh nyata yang lainnya.

Moral dan hati nurani yang kian terkikis mencerminkan salahnya budaya yang dianut saat ini. Budaya materialistis dan hedonis telah membutakan keduanya. Akibatnya gap yang ada akan semakin membesar diantara manusia. Kalau seperti ini hilanglah esensi manusia itu sendiri.

Kiranya pembenahan religi dan moral perlu mendapatkan perhatian yang besar. Bagaimanapun juga harmoni kehidupan hanya akan lahir dengan sikap-sikap positif yang terlahir dari religi dan sikap moral yang benar.

Membiasakan mengucapakan tiga kata dasar ini bisa melatih sikap kita untuk bisa memanusiakan manusia. Terima kasih, minta tolong, dan maaf bisa menjadi hal kecil yang dibudayakan dalam berinteraksi dengan sesama. Mari kita wujudkan perdaban manusia yang penuh harmoni tanpa ada perbedaan apapun. Saling menghargai dan menghormati sesama apapun posisi dan jabatan kita di masyarakat sudah saatnya dipupuk kembali.

No comments:

Post a Comment