Masyarakat Indonesia sepertinya tak pernah berhenti mendapat ujian dan azab. Krisis ekonomi yang dimulai sejak Juli pertengahan tahun lalu, hingga kini terus melilit. Suasana politik juga makin membuat hidup tak nyaman -- karena banyak orang berebut meneriakkan kata reformasi demi kepentingan politik pribadi mereka masing-masing.
Dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini, setiap orang memang punya gaya dan cara sendiri-sendiri. Ada yang tenang. Ada yang gelisah dan bingung. Tak sedikit pula orang yang ikut-ikutan mencari kesempatan melalui gerakan-gerakan politik.
Kalau kita becermin pada kepribadian Rasulullah saw dan para sahabatnya, mungkin kerisauan tak akan singgah di hati kita. Rasulullah saw pernah mengalami keadaan-keadaan sulit, bahkan lebih parah dibandingkan keadaan masyarakat Indonesia saat ini.
Rasulullah saw pernah memberikan wejangan kepada sahabatnya, agar selalu bersikap tenang dalam menghadapi suatu masalah. Dari jiwa yang tenang, insya Allah bisa dilahirkan pemikiran-pemikiran jernih yang bisa memecahkan persoalan.
Dalam nasihatnya kepada Asyajji Abdil Qais, Nabi Muhammad saw bersabda, ''Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua tabiat dan sikap yang disukai oleh Allah, yaitu sikap santun dan sikap tenang,'' (HR Muslim). Dan, pada diri yang memiliki jiwa yang tenang ini akan diberikan penghargaan kemuliaan oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Fajr, ayat 27-30,
''Wahai orang yang berjiwa tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.''
Dalam surat itu, Allah mengemukakan contoh kaum-kaum terdahulu pada ayat sebelumnya, yaitu adanya kaum 'Aad, kaum Tsamud, dan Fir'aun. Umat di masa-masa mereka ditimpa azab karena mereka melakukan kesalahan berbuat sewenang-wenang di dalam negeri dan mereka telah berbuat banyak kerusakan dengan membabi buta akibat terlalu cintanya terhadap harta kekayaan.
Di saat-saat seperti itu, Allah mengingatkan orang-orang mukmin yang sempurna imannya, bahwa Allah memberikan kemuliaan pada jiwa-jiwa yang tenang. Allah juga memberikan tempat yang terhormat di sisi-Nya, bagi orang-orang mukmin itu.
Ini karena mereka tidak tamak pada kekayaan dan tidak berkecil hati dan tidak mengeluh tatkala ditimpa kesulitan atau kefakiran, dan mereka tetap tidak mau mengambil hak orang lain dengan cara haram. Mereka juga tetap istiqomah melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan syariah.
Ya Allahu ya Wahhab, jadikanlah kami dan saudara-saudara kami di negeri tercinta Indonesia ini termasuk golongan orang-orang yang berjiwa dan bersikap tenang dalam menyikapi ujian-Mu ini, berikanlah petunjuk kemudahan setelah kesulitan, dan masukkanlah kami dalam surga-Mu bersama kaum muttaqin, yaitu golongan para nabi, syuhada, dan sholihin.
Dalam menghadapi situasi seperti sekarang ini, setiap orang memang punya gaya dan cara sendiri-sendiri. Ada yang tenang. Ada yang gelisah dan bingung. Tak sedikit pula orang yang ikut-ikutan mencari kesempatan melalui gerakan-gerakan politik.
Kalau kita becermin pada kepribadian Rasulullah saw dan para sahabatnya, mungkin kerisauan tak akan singgah di hati kita. Rasulullah saw pernah mengalami keadaan-keadaan sulit, bahkan lebih parah dibandingkan keadaan masyarakat Indonesia saat ini.
Rasulullah saw pernah memberikan wejangan kepada sahabatnya, agar selalu bersikap tenang dalam menghadapi suatu masalah. Dari jiwa yang tenang, insya Allah bisa dilahirkan pemikiran-pemikiran jernih yang bisa memecahkan persoalan.
Dalam nasihatnya kepada Asyajji Abdil Qais, Nabi Muhammad saw bersabda, ''Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua tabiat dan sikap yang disukai oleh Allah, yaitu sikap santun dan sikap tenang,'' (HR Muslim). Dan, pada diri yang memiliki jiwa yang tenang ini akan diberikan penghargaan kemuliaan oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Fajr, ayat 27-30,
''Wahai orang yang berjiwa tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.''
Dalam surat itu, Allah mengemukakan contoh kaum-kaum terdahulu pada ayat sebelumnya, yaitu adanya kaum 'Aad, kaum Tsamud, dan Fir'aun. Umat di masa-masa mereka ditimpa azab karena mereka melakukan kesalahan berbuat sewenang-wenang di dalam negeri dan mereka telah berbuat banyak kerusakan dengan membabi buta akibat terlalu cintanya terhadap harta kekayaan.
Di saat-saat seperti itu, Allah mengingatkan orang-orang mukmin yang sempurna imannya, bahwa Allah memberikan kemuliaan pada jiwa-jiwa yang tenang. Allah juga memberikan tempat yang terhormat di sisi-Nya, bagi orang-orang mukmin itu.
Ini karena mereka tidak tamak pada kekayaan dan tidak berkecil hati dan tidak mengeluh tatkala ditimpa kesulitan atau kefakiran, dan mereka tetap tidak mau mengambil hak orang lain dengan cara haram. Mereka juga tetap istiqomah melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan syariah.
Ya Allahu ya Wahhab, jadikanlah kami dan saudara-saudara kami di negeri tercinta Indonesia ini termasuk golongan orang-orang yang berjiwa dan bersikap tenang dalam menyikapi ujian-Mu ini, berikanlah petunjuk kemudahan setelah kesulitan, dan masukkanlah kami dalam surga-Mu bersama kaum muttaqin, yaitu golongan para nabi, syuhada, dan sholihin.
No comments:
Post a Comment