Thursday, July 23, 2009

Figur Nabi SAW

Imam Bushiri dalam qasidah Burdahnya mengatakan, wakulluhum min rasulillah multamisun # gharfan minal bahri au rasyfan min dhiyami (semuanya mencuplik dari kehidupan pribadi Rasulullah, ibarat menimba segantang air dari luasnya lautan atau sepercik air dari derarnya hujan akhlaq dan kebaikan kepribadian Rasulullah SAW.



Kira-kira apa korelasi bait syair ini dengan judul di atas..?



Konon, ada seorang yang tua rentah namanya Pak Polan. Di masa produktif, Pak Polan adalah seorang guru idola, beliau mempunyai empat orang murid yang telah berhasil dengan nilai yang sangat memuaskan.



Murid pertama adalah menjadi profesor ahli dalam bidang kedokteran, bahkan dia menjadi dokter favorit di daerah tempat prakteknya. Beberapa rumah sakit basar, seringkali memanfaatkan keahlian sang dokter. Masih banyak prestasi-prestasi yang diraih oleh sang dokter, yang membuat kagum bagi orang yang mengenalnya. Anehnya, setiap ditanya tentang riwayat keberhasilannya, maka sang dokter selalu menjawab, dulu aku tidak tahu apa-apa, tapi berkat banyaknya pelajaran yang aku terima dari Pak Polan maka aku dapat menjadi dokter seperti sekarang ini.



Murid kedua adalah seorang profesor di bidang pertanian. Telah banyak kalangan masyarakat maupun pihak pemerintah yang memanfaatkan keahlian tenaga sang profesor sesuai bidang disiplin ilmunya. Berkat tangan trampil sang profesor, maka panen raya di wilayahnya selalu melampaui batas target. Anehnya setiap kali ditanya, sang profesor selalu mengatakan, semua ini adalah berkat Pak Polan, karena dulu saya adalah orang desa, lantas dididik oleh Pak Polan, tiap hari saya diajari ilmu pertanian, hingga sayapun menjadi seperti sekarang ini.



Murid ketiga, adalah ahli tata negara, dan menjadi birokrat paling handal di ibu kota. Dia adalah politikus ulung yang sulit dicari tangdingannya. Banyak sudah karya tulis yang berkaitan dengan undang-undang negara yang diadopsi oleh pihak pemerintah. Tatkala ditanya tentang factor keberhasilannya, ternyata jawabannya hampir sama dengan dua orang temannya. Semua ini berkat bimbingan langsung dari Pak Polan.



Tidak jauh berbeda, murid keempat juga menjadi saudagar kaya raya dan dermawan yang sangat menguasai ilmu perekonomian nasional, bahkan dia menjadi rujukan semua orang, saat terjadi krisis global. Lagi-lagi tatkala ditanya tentang sebab keberhasilannya, dia mengatakan, kalau bukan karena Pak Polan, tidak mungkin saya menjadi ahli perekonomian seperti sekarang ini.



Maka, tanpa banyak bertanya tentang bagaimana pribadi Pak Polan, pasti semua mata akan tertuju kepadanya. Karena faktor Pak Polanl-ah yang dinilai telah berhasil mendidik empat orang muridnya, sehingga menjadi orang-orang yang berhasil dengan memuaskan, tentunya dalam bidangnya masing-masing.



Betapa komplitnya kemampuan yang ada pada diri Pak Polan, demikianlah kira-kira yang terpikirkan dalam benak setiap orang yang mengenal kehidupan mereka.



Ilustrasi di atas adalah sebagai gambaran mudah bagi umat Islam untuk mengenal pribadi Nabi SAW. Lihatlah sekelumit tentang biografi Khalifah pertama Sy. Abu Bakar Asshiddiq. Beliau adalah sosok figur yg bijaksana, penyabar, setia, dan ikhlas tanpa pamrih. Beliau mendermakan seluruh hidupnya untuk mengabdikan diri kepada Nabi SAW. Saat belum terdengar masyarakat Quraisy yang menyatakan diri masuk Islam, maka Sy. Abu Bakarlah orang yg pertama kali menyatakan keislamannya.



Ketika Nabi SAW diisrak dan mikrajkan oleh Allah, dan diingkari oleh kaum kafir quraisy, yang mana mereka mengatakan: Hai Abu Bakar, percayakah engkau dengan cerita bohong temanmu, Muhammad, katanya dia telah pergi ke baitul maqdis dan terus naik ke langit, dalam waktu tidak lebih dari semalam ? Maka Sy. Abu Bakar menjawab, Andaikata Beliau SAW mengatakan yang lebih fantastis dari itu, maka aku katakan, aamantu bi rasuulillah, aku beriman (percaya) dengan (apa yang disampaikan) Rasulullah.



Tatkala Nabi hijrah ke kota Madinah, maka Sy. Abu Bakarlah yang diminta mendampinginya. Pertama kali yang dijuluki oleh Alquran sebagai shahabat bagi Nabi SAW, adalah Sy. Abu Bakar, idz yaqulu li shaahibihi la tahzan, ‘tatkala Beliau SAW mengatakan kepada ‘shahabatnya’ janganlah engkau khawatir. Bahkan ketegaran Sy. Abu Bakar sangat tampak pada saat terjadi peristiwa besar yang sangat mengguncangkan dunia bahkan arsy-nya Allah pun bergetar, yaitu di saat hari kemangkatan Nabi SAW.



Semua orang tidak ada yang percaya, sebagian mereka menangis histeris, sebagian lagi tidak dapat menerima berita itu, bahkan ada pula yang tidak bisa menahan amarah hingga mengatakan, siapa yang mengatakan Nabi Muhammad telah wafat maka akan menghadapi pedangku ini. Memang, saat mangkatnya Nabi SAW, terasa seakan-akan benda langit berjatuhan ke muka bumi, bahkan qiyamat terasa sudah tiba.



Namun di dalam kepanikan penduduk bumi yang sangat yang luar biasa, lagi-lagi Sy. Abu Bakar tampil dengan penuh wibawa dan elegan, beliau mendatangi kerumunan massa seraya mengatakan dengan penuh kesejukan, Man kaana ya\`budu Muhammadan fa inna Muhammadan qad maat # Ma wan kaana ya\`budullaha fa innahu hayyun la yamuut (Barangsiapa menyembah Muhammad, maka sungguh Muhammad telah wafat, dan barangsiapa menyembah Allah, maka sungguh Allah adalah Dzat yang hidup dan tidak akan mati selamanya. Berkat seruan Sy. Abu Bakar inilah,maka kaum muslimin saat itu menjadi tenang kembali dan dapat menerima qadha dan qadarnya Allah.



Kesejukan sosok Sy. Abu Bakar inilah yang mengantarkan kesepakatan umat Islam untuk mengangkat beliau secara aklamasi, menjabat sebagai Khalifah Rasulullah yang pertama kali di dalam Islam. Namun di saat Sy. Abu Bakar menjabat sebagai Khalifah pertama, beliau pun tidak segan-segan mengangkat senjata memimpin pasukan dalam memerangi nabi-nabi palsu yang bermunculan.



Akhlaq Sy. Abu Bakar yang sedemikian mulia ini, tiada lain berkat bimbingan dan meniru akhlaq mulia Nabi SAW, laqad kaana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah (Sungguh bagi kalian terdapat qudwah hasanah (contoh yang baik) pada pribadi Rasulullah SAW).



Perlu juga mengintip sekilas figur seorang yang sangat ditakuti oleh lawan dan disegani oleh kawan, bahkan setan pun enggan untuk bertemu dengannya. Beliau adalah Sy. Umar bin Khatthab yang disabdakan oleh Nabi SAW, maa salaka Umar fajjan illa salakas syaithanu fajjan aakhar, tidaklah Umar melewati suatu jalan, kecuali setan akan lewat jalan yang lain.



Sy. Umar adalah figur yang keras dan tegas khususnya dalam menyikapi kemungkaran yang ada di sekeliling beliau. Sy. Umar adalah figur manusia pemberani dan tidak takut oleh makhluq apapun yang berseberangan dengan ajaran agama Islam.



Lihatlah, tatkala umat Islam diperintahkan untuk berhijrah ke kota Madinah, maka merekapun berangkat berhijrah secara sembunyi-sembunyi, karena khawatir diintimidasi oleh kaum kafir Quraisy. Namun sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Sy. Umar, beliau sebelum berangkat, justru datang ke tengah keramaian di sekitar Ka\`bah, serya berteriak lantang, Barangsiapa yang ingin istrinya menjadi janda, dan anaknya menjadi yatim, maka kejarlah Umar, karena hari ini Umar akan berangkat hijrah ke Madinah. Demikianlah keberanian dan ketegasan beliau, sehingga tidak ada satupun tokoh kafir Quraisy yang berani mengintimidasi apalagi mengejar Sy. Umar.



Sejarah panjang telah menceritakan keberanian, kekokohan, ketokohan, ketegaran, dan segala macam kehebatan Sy. Umar. Bahkan telah dituliskan oleh para ulama tentang Muwaafaqaat Umar (kesepakatan Umar dengan Allah), artinya dalam banyak hal Sy. Umar mengusulkan suatu kemaslahatan bagi umat Islam kepada Nabi SAW, namum sebelum Nabi SAW menjawab, maka Allah mengutus malaikat Jibril untuk menurunkan ayat Alquran guna menyepakati usulan Sy. Umar.



Saat beliau menjabat sebagai Khalifah ke dua, maka banyak lawan bergetar hatinya jika berhadapan dengan Sy. Umar. Bahkan banyak pula yang masuk Islam karena melihat kesederhanaan gaya hidup beliau, padahal nama dan sistem kepemimpinan beliau serta keberanian yang tak kenal takut dan ketegarannya saat memberantas kemungkara, telah menjadi pembicaraan harum seantero dunia.



Jika ditilik dengan seksama, kira-kira dari mana beliau mendapatkan segala predikat kebaikan yang sedemikian hebat itu ? Ternyata jawabannya adalah dari hasil pendidikan dan bimbingan secara langsung dari Nabi SAW.



Ada lagi yang perlu diperhatikan guna menambah kecermatan, yaitu sekelumit biografi Sy. Utsman bin Affan, seorang figur Khalifah ke tiga yang berhati lembut, namun penuh wibawa dan sangat dermawan. Tutur kata dan perangainya halus sehingga Nabipun pernah dibuatnya merasa segan kepada Sy. Utsman, sebagaimana diriwayatkan. Suatu saat Nabi SAW duduk santai di beranda rumah, dengan keadaan sarung Beliau SAW yang sedikit tersingkap di bagian betis.



Saat itu datanglah seseorang yang mengucapkan salam, dan dijawab oleh Nabi SAW seraya bertanya, Siapa yang datang ? Saya Abu Bakar ! jawab sang tamu. Ayo masuk ! timpal Nabi SAW tanpa bergerak dari tempat duduknya. Tak selang beberapa lama datang lagi tamu lain, dan mengucapkan salam, maka Nabi bertanya, Siapa yang datang ? dijawab, Saya Umar ! Ayo masuk ! seru Nabi SAW, juga tanpa bergerak dari tempat duduknya. Tak lama lagi, datang tamu yang ke tiga mengucapkan salam, dan ditanya oleh Nabi SAW siapa yang datang? dijawab, Saya Utsman ! Tiba-tiba Nabi SAW berdiri dan membenahi sarungnya yang semula tersingkap, lantas dijulurkannya sehingga menutupi betis Beliau SAW. Melihat kejadian ini, maka Sy. Abu Bakar dan Umar bertanya kepada Nabi SAW, mengapa beliau menjulurkan sarungnya hanya untuk Utsman tatkala masuk ? Nabi SAW menjawab, Bagaimana aku tidak malu (sungkan) kepada orang yang Allah dan para Malaikat saja malu (sungkan) kepadanya !



Luar biasa, luar biasa, sebuah kepribadian yang Allah dan Malaikat serta Nabi SAW sendiri menjadi malu (sungkan) kepadanya. Sekalipun banyak yang perlu dikutip dari perjalanan hidup Sy. Utsman, namun riwaya di atas sudah cukup untuk dijadikan tolak ukur, bagaimana kualitas akhlaq Sy. Utsman, yang mana beliau telah banyak menimba ilmu secara langsung kepada Nabi SAW, tentang tata cara beribadah,maupun aturan hidup bermasyarakat, hablun minallah wa hablun minannaas yang sesuai dengan ajaran Islam.



Sy. Utsman adalah figur murid tauladan dari sekian banyak murid-murid Nabi SAW. Demikianlah cerminan hidup seseorang yang sangat getol menjadikan pribadi Nabi SAW sebagai qudwah dalam menjalani kehidupannya.



Tak kalah pentingnya menengok biografi Khalifah ke empat Sy. Ali bin Abi Thalib, suami dari putri tercinta Nabi SAW, yaitu Sayyidah Fathimah Azzahra. Sy. Ali bin Abi Thalib, adalah figur manusia yang fenomenal. Kecerdasan beliau tidak perlu diragukan. Cukup sebagai bukti kematangan ilmunya, adalah pengakuan Nabi SAW : Ana madiinatul ilmi wa Ali baabuha, ibarat aku (Nabi) ini kotanya Ilmu, maka Ali adalah pintu utamanya. Artinya tidak akan sempurna seseorang yang mencari tambahan kefahaman di kota ilmu jika tidak melewati pintunya, alias jika ingin tahu siapa jati diri Nabi SAW maka, jangan tinggalkan menengok sejarah hidup dan keilmuan Sy. Ali terlebih dahulu. Betapa tingginya keilmuan beliau jika demikian.



Belum lagi keberanian yang dimiliki Sy. Ali, sangatlah fenomenal. Suatu saat, beliau diajak bergabung dengan pasukan perang oleh Nabi SAW. Sesampai di medan perang, dan kedua pasukan sudah saling berhadapan, ternyata pada barisan musuh terdapat \`raksasa perang\` bernama Amer bin Wudd, yang mana pada kebiasaannya, jika Amer bin Wudd ini mengajak mubarazah, perang tanding, maka dia tidak akan mudah dikalahkan sekalipun oleh seratus penantangnya. Tiba-tiba Amer berteriak lantang kepada Nabi SAW, Hai Muhammad, ayo engkau kirim perwakilan dari pasukanmu untuk perang tanding melawan aku. Tidak kah engkau yang mengatakan jika umatmu terbunuh, maka sorga ada di depan matanya..?



Sebelum ada salah satu dari para shahabatpun yang menjawab, maka Sy. Ali mengatakan, Wahai Rasulallah, izinkan aku untuk maju melawan Amer bin Wudd..! Namun Nabi SAW mengatakan, ijlis anta ya Ali, innahu Amer, duduklah engkau hai Ali, sesungguhnya dia adalah Amer ! Demikianlah teriakan tantangan itu berulang hingga tiga kali, dan Sy. Ali terus minta izin untuk menghadapinya sampai tiga kali juga. Setelah kali yang ke tiga itulah Nabi SAW memberi izin, dan seketika itu Sy. Ali mengumandangkan takbir sambil meloncat bersama kuda perangnya. Maka berkecamuklah perang tanding antara Sy. Ali melawan Amer bin Wudd.



Di barisan umat Islam terus terdengar pasukan Islam mengumandangkan teriakan takbir untuk menyemangati Sy. Ali, karena dalam hati mereka tetap mengkhawatirkan keselamatan Sy. Ali. Bagaimana tidak, mereka menyaksikan perang tanding yang secara kasat mata tidak seimbang itu. Sy. Ali, saat itu adalah seorang pemuda yang masih belum banyak pengalaman dalam dunia mubarazah, perang tanding. Sedangkan sosok Amer bin Wudd, hampir semua orang telah mengenalnya, bahwa Amer adalah \`Master dalam Perang Tanding\`.



Nashrum minallahi wa fathun qariib, pertolongan dari Allah dan kemenangan pasti datang. Barangkali inilah harapan satu-satunya bagi pasukan Islam, khususnya bagi Sy. Ali bin Abi Thalib. Subhaanallah, ya subhaanallah, apa yang diharapkan oleh pasukan Nabi SAW, ternyata dikabulkan oleh Allah. Dengan langkah kelelahan sekalipun semangat tetap tinggi, maka Sy. Ali pun keluar dari tempat bergumulan yang dihiasi debu tebal beterbangan. Beliau justru meninggalkan medan pertempuran untuk bergabung kembali dengan pasukan Islam. Sedangkan Amer bin Wudd mati tergeletak di tengah-tengah lapang. Peristiwa ini menjadikan ciutnya nyali orang-orang kafir. Dampaknya pada akhir peperangan, kaum musiminlah yang memenangkan peperangan tersebut.



Sekilah pandang dari peristiwa di atas, betapa hebatnya Sy. Ali bin Abi Thalib. Rasanya habislah sudah kata pujian, bahkan tidak ada kata-kata lagi yang dapat diucapkan oleh pengagum dan pengidola berat bagi Sy. Ali, selain puluhan kali terucap dari lisan : Maasyaa-allah, maasyaa-allah, maasyaa-allah .... !



Nah..., dari mana Sy. Ali mendapatkan tekad keberanian dan jiwa kepahlawanan seperti itu ? Jawabannya hanya satu, beliau adalah sepupu Nabi, anak angkat Nabi, menantu Nabi, yang sejak kecil selalu mendampingi kehidupan Nabi SAW. Maka satu-satunya idola dalam hidup Sy. Ali adalah berqudwah kepada Nabi Muhammad SAW. Maka lengkap sudah menengok cuplikan kesempurnaan biografi dari empat figur murid-murid Nabi SAW yang paling berpengaruh di jagad raya ini, Sy. Abu Bakar, Sy. Umar, Sy. Utsman dan Sy. Ali bin Abu Thalib.

Kehebatan ke empat manusia super dan sifat-sifat kepribadian yang mereka miliki inilah yang layak dikatakan, Wakulluhum min rasulillahi multamisun # Gharfan minal bahri au rasyfa minad dhiyami, Figur ke empat orang ini, semuanya adalah mencuplik, mempelajari, dan meniru dari kehidupan Nabi SAW. Namun kesempurnaan kepribadian ke empat Khulafaur rasyidin ini, adalah hanyalah ibarat menimba dengan segantang air dari lautan atau sepercik air dari derasnya hujan kepribadian dan ketauladanan Nabi SAW, manusia yang sangat sempurnya, khalqan wa khuluqan, baik dalam penciptaan jasad maupun akhlaq Beliau SAW.



Jadi, dengan mencermati semua apa yang disampaikan di atas, umat Islam dapat menilai dengan mudah, kira-kira figur Nabi SAW itu, keras apa lembut ? tegas atau lunak ? Jawabannya, setelah membaca segudang sejarah Nabi SAW yang telah ditulis oleh para Ulama, serta membaca biografi para shahabat, maka dapat disimpulkan bahwa Nabi SAW terkadang bersifat lemah lembut terhadap kawan maupun lawan, tapi di lain saat Beliau SAW sangat keras tanpa kompromi, jika menghadapi kemungkaran, atau pelecehan agama yang dilakukan oleh siapapun.



Nabi SAW pernah bersikap lembut terhadap seorang pemuda Yahudi yang menjadi tetangganya. Ringkas cerita, setiap Nabi SAW bertemu pemuda Yahudi itu, selalu saling menyapa. Pada suatu saat si pemuda Yahudi sakit keras, lantas Nabi SAW mendatangi rumahnya dan dibisikkan, Wahai pemuda, saksikanlah bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Maka setelah mendapat izin dari sang Ayah, pemuda Yahudi itu pun bersyahadat sesuai ajakan Nabi SAW.



Di lain waktu, Nabi SAW sangat keras dalam menghadapi kaum Yahudi, atas pengkhianatan kaum Yahudi Bani Qainuqa\` terhadap Piagam Madinah, maka Nabi SAW tidak segan-segan pula mengusir mereka dari kota Madinah. Jadi dalam menghadapi kaum Yahudi, Nabi SAW menyesuaikan keadaan, jika perlu dihadapi dengan lemah lembut, beliaupun akan melakukannya demi melaksanakan dakwah amar ma\`ruf. Namun, jika harus menghadapi dengan kekerasan bahkan pengusiran, maka Nabi SAW juga melakukannya demi dakwah nahi mungkar.



Namun selermbut apapun sikap Nabi terhadap kaum Yahudi, tetap saja beliau melarang umat Islam mengikuti dan menyamai adat istiadat kaum Yahudi. Suatu contoh yang paling kongkrit, Nabi SAW memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan puasa sunnah hari Asyura (tanggal 10 Muharram), yang dulunya juga dilakukan oleh kaum Yahudi demi memperingati hari diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun, namun Nabi SAW bersabda : Shuumuu yauma aasyura, wakhaaliful yahuuda, shuumuu yauman qablahu au yauman bakdahu, puasalah kalian pada hari Asyura, tetapi berbedalah kalian dengan tata cara kaum Yahudi, puasa pulalah kalian sebelumnya satu hari (tanggal 9 & 10 Muharram) atau sesudahnya satu hari (tanggal 10 – 11 Muharram).



Nabi SAW d samping rajin berdiskusi dengan para shahabat demi kemaslahatan bersama, namun Beliau SAW dengan doktrin kenabian, juga memimpin masyarakat muslim dan seluruh penghuni Madinah saat itu, untuk menghancurkan bejana-bejana, cawan-cawan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan miras arak, tatkala turun ayat pengharaman terhadap miras arak secara mutlaq dan permanen. Bahkan suasana saat itu, tampaklah pemandangan ibarat kota Madinah banjir basah miras arak, karena setiap warga yang menyimpan miras arak di rumahnya, akan melemparkannya ke jalan-jalan Raya sesuai perintah Nabi SAW. Jadi dakwah dengan penghancuran fisik sarana kemaksiatan juga telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Dalam dunia dakwah Nahi mungkar ini, Nabi tidak pernah mendapat julukan pelaku anarkisme, kecuali dari pihak musuh-musuh Islam.



Di samping Nabi SAW sering menerima delegasi dari kaum kafir dengan lemah lembut penuh wibawa, untuk menampakkan bahwa Beliau sebagai pimpinan tertinggi umat Islam, dapat diajak kompromi politik dalam kaitannya dengan urusan kenegaraan, jika dinilai member kemashlahatan bagi umat Islam. Namun Beliau SAW juga memimpin dan mengirim pasukan perang demi menghadapi orang-orang kafir, musuh-musuh Islam yang selama ini terus menerus mengintimidasi umat Islam. Nabi SAW tidak pernah mundur sejengkalpun dalam memberangus keberadaan musuh-musuh Allah, musuh-musuh Nabi dan musuh-musuh umat Islam. Karena Nabi SAW telah diberi peringatan khusus oleh Allah, walan tardha ankal yahuudu walan nashaara hatta tattabi’a millatahum, selama-lamanya kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan tinggal diam, sehingga engkau (Muhammad dan umatmu) mengikuti ‘millah’ mereka. Sedangkang arti millah adalah adat istiadat, perilaku, cara berpikir, keyakinan, dan agama.



Demikianlah sekelumit sejarah Nabi SAW, beliaua adalah seorang utusan yang disebut oleh Allah, Wamaa arsalnaaka illa rahmatan lil \`alamin, tidaklah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam. Namun kerahmatan Nabi SAW yang demikian luas dan hebat itu pun dibatasi oleh Allah dalam menghadapi aqidah kekafiran, Lakum diinukum walia diin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku.



Setiap umat Islam dapat mencontoh dan mengambil pelajaran dari pribadi dan metode pengajaran Nabi SAW tersebut di atas, dari bagian yang mana saja, sesuai dengan batas-batas yang telah digariskan oleh syariat Islam, tanpa harus menyalahkan pihak yang menerapkan satu metode, namun berbeda dengan metode yang dia pilih. Selagi masih sama-sama mengikuti tuntunan metode Nabi SAW yang ternyata sangat bervariatif.



Wa kulluhum min rasulillahi multamisun # gharfan minal bahri au rasyfan mid dhiyami. Semuanya bermuara dan bersumber pada pendidikan dan pelajaran dari kepribadianj Nabi SAW, adakalanya cara pengambilannya hanya ibarat segantang air dari luasnya lautan akhlaq pribadi Nabi SAW, atau sepercik air dari derasnya hujan metode pendidikan yang telah diajarkan oleh Beliau SAW, dan yang telah diserap pula oleh para shahabat selain ke empat Khaifah tersebut di atas.



Pejuang Islam berharap agar setiap dari para ulama dan para da\`i, untuk dapat memberikan info yang lengkap kepada umat Islam, tentang sifat dan sikap Nabi SAW secara mendetail, berimbang, dan proposional, sehingga umat Islam tidak salah dalam menilai, apakah Nabi SAW selalu bersikap lemah dan lembut atau keras dan tegas ? Ringkasan jawaban : Tergantung situasi dan kondisi, dengan prinsip utama demi kemashlahatan Islam dan umat Islam serta tidak keluar dari syariat yang Beliau ajarkan.

No comments:

Post a Comment