Saturday, December 19, 2009

Tiada Perantaraan Antara Allah dan Hamba-Nya

Assalamu’alaikum warohmatullallhi wabarokaatuh,
Hamdan li Robbin Khosshona bi Muhammadin
Wa anqodznaa bi dzulmatiljahli waddayaajiri
Alhamdulillahilladzii hadaanaa bi ‘abdihilmukhtaari man da’aanaa ilaihi bil idzni waqod naadaanaa labbaika yaa man dallanaa wa hadaanaa
Shollallahu wa sallama wa baarok’alaih
Alhamdulillahilladzi jam’anaa fi hadzalmahdhor,Limpahan puji kehadirat Allah, Maha suci dan Maha Luhur, Maha menyejukkan jiwa hamba-hambanya dengan nama-Nya yang Maha luhur, keindahan yang zhohir dan yang batin, yang kesemuanya milik Allah, berawal dari kehendak Allah, menenangkan sanubari hamba-hambanya, menghibur dan menyejukkan jiwa mereka dengan detik-detik perjumpaan dengan Allah.

Betapa agungnya Allah SWT menaungi hamba-hambanya dengan kelembutan, menghibur mereka dengan pengampunan-Nya, menyampaikan kabar-kabar yang menenangkan jiwa akan detik-detik perjumpaan kita dengan Allah, tenanglah sanubari hamba-hambanya yang beriman, ketika mereka mengingat akan datang satu waktu kelak, mereka akan berhadapan dengan Robbul’alaimin, berhadapan dengan yang tiada akan menyecewakan para kekasihnya, pada yang Maha penyantun, pada yang Maha berkasih sayang, Allah, tiada kasih sayang melebihi kasih sayang-Nya, tiada kelembutan melebihi kelembutan-Nya, tiada kesabaran melebihi kesabaran-Nya, tiada kekuasaan dan kekuatan melebihi kekuatan dan kekuasaan Allah.

Sang pemilik setiap ruh dan jiwa, sang pemilik setiap jasad, setiap yang hidup diatas dipermukaan bumi, Dialah Allah, Maha hidup, dan Maha mengawali dan memiliki segenap kehidupan, Maha berkuasa atas yang hidup dan Maha berkuasa atas yang telah sampai di alamul-barzah, dan Maha berkuasa sepanjang waktu dan zaman, Allah SWT yang tiada henti-hentinya memanggil kita untuk mendekat, Ya Rahman Ya Rahim, undang terus jiwa kami untuk mendekat kehadirat-Mu Robbii, Ya Allah.

Diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, Rasul SAW bersabda: “maa min muslim” tiadalah seorang muslim, ”man hamma bi hasanatin” ketika ia berkeinginan untuk berbuat suatu pahala, sebelum ia berbuat, baru berniat, Allah telah memberinya satu pahala, memberinya sebelum ia berbuat, mengganjarnya sebelum ia bergerak melakukannya, demikian penghargaan Allah, dan kesantunan dan kedermawanan Allah bagi jiwa yang berkehendak untuk berbuat baik, yang berkehendak untuk dekat kepada-Nya, yang berkehendak untuk beribadah kepadanya, baru saja lintasan pemikiran dan keinginan, sudah diberi satu pahala, subhanallah, ketika ia melakukannya diberikan baginya sepuluh kali lipat dari amal baiknya, “ilaa sab’ii miati zaid” terus dilipat gandakan bisa sampai 700 kali lipat, ketika ia berniat berbuat buruk, “hamma bi sayyiatin” Allah tidak tuliskan dosa, kalau sudah niat berbuat jahat, belum Allah tuliskan dosa, jika tidak jadi melakukannya, Allah berikan satu pahala, subhanallah.

Allah memberikan pahala dengan getaran hati dan keinginan jiwa kita, ingin berbuat baik, pahala dan anugerah telah berlimpah sebelum kita berbuat, meninggalkan perbuatan jahat, Allah limpahkan lagi pahala, ketika ia berbuat dosa, diberikan satu dosa saja, demikian cara Allah membela ku dan membela kalian untuk selalu dekat dengan-Nya, satu kali kita beribadah kepada Allah, sepuluh kali Allah dekatkan kita kepada-Nya, demikian indahnya Robbul’alamin, satu kali kita bersujud dituliskan sepuluh kali sujud, satu kali bertaubat dituliskan sepuluh kali bertaubat, satu kali minta ampunan dosa kita kepada Allah, Allah tuliskan sepuluh kali, demikian indahnya Robb, demikian besarnya keinginan Allah mengundang kita untuk dekat, hadirin hadirot pahamilah undangan-undangan Ilaahi dalam setiap kejap siang dan malammu.

Rasul SAW bersabda: “iklifuu minal-a’maali maa tutiiquun” demikian riwayat Shohih Bukhori, “paksa dirimu untuk berbuat amal selama kalian mampu”, jadi yang tidak mampu paksakan sampai batas kemampuan, maksudnya apa? jangan sampai kita tertipu dengan ayat lain: “laa yukallifullahu nafsan illa wus’aha” itu bagi yang sudah sampai batas tidak mampu lagi, berhenti sampai disitu, tapi selama masih mampu paksakan, maksudnya apa? perangi perasaan malas, malas beribadah bukan tidak mampu beribadah, Rasul mengatakan: “iklifuu minal-a’maali maa tutiiquun” demikian riwayat Shohih Bukhori, “paksakan dirimu untuk berbuat amal selama masih mampu” kalau sudah tidak mampu, berhenti, karena memang batasnya sampai disitu, Allah tidak memaksa lebih dari yang kita tidak mampu, subhanallah. Allah ciptakan manusia ini lemah, sehingga mereka tidak dipaksa lebih dari yang kemampuan mereka, demikian Allah SWT menghendaki kita untuk terus mencapai kedekatan kehadirat-Nya, padahal Allah tidak membutuhkan semua hambanya.

Allah SWT berfirman didalam hadits qudsi, dimana Allah menjelaskan, “Ya ibaadii innakum lam tablughu dhurri wa lam tablaghu naf’ii” wahai hamba-hamba-Ku kalian tidak akan bisa sampai membuat manfaat kepada-Ku dan tidak pula akan bisa sampai membawa mudharat pada-Ku”, Ya ‘ibaadii law anna awwalakum wa aakhirokum kaanu ‘ala atqo qolbii rojulin wahidin minkum maa zaada dzalika min mulki syai,a, Ya ‘ibaadii law anna awwalakum wa aakhirokum wa insakum wa ji’nakum kaanu ‘ala afjari qolbii rojulin wahidin minkum maa naqosho dzalika min mulki syai,a” . Wahai hamba-hamba-Ku jika kalian yang pertama hingga yang terakhir dari seluruh manusia ini mempunyai jiwa yang taqwa dengan puncak-puncak ketaqwaan, tidak bertambah kerajaan-Ku sedikitpun, wahai hamba-hamba-Ku jika kalian seluruh manusia yang pertama hingga yang terakhir mempunyai jiwa yang semuanya jahat, pada puncak kejahatan, tidak berkurang dari kerajaan-Ku sedikitpun” Jalla wa ‘ala, dengan keadaan Allah yang Maha Sempurna dan Maha Tunggal, Maha Abadi, namun Dia Allah mengundang hamba-hambanya, sekali kau beribadah kepada-Ku, Ku tuliskan sepuluh kali ibadah kepada-Ku, betapa hebatnya undangan Robbul’alamin untuk kita dan betapa meruginya mereka yang selalu menolak undangan Allah, untuk beribadah dengan bibir dan lidahnya, dengan telinganya dengan penglihatannya, dengan tangan dan kakinya.

Allah SWT menetapkan waktu kita untuk kelak berakhir dimuka bumi, sehingga Rasul SAW bersabda diriwayatkan didalam Shohih Bukhori: “man ahabba liqoo allah ahabballah liqooah” barangsiapa yang rindu berjumpa dengan Allah, Allah rindu berjumpa dengannya” berkata sayyidatina Aisyah ra: Ya Rasulullah; kullana nakroul maut” kita ini semuanya takut dengan kematian, lalu bagaimana dengan merindukan jumpa dengan Allah yang harus melewati sakaratul maut? maka Rasul SAW menjawab: ketika seorang hamba rindu kepada Allah dan ia beramal sholeh, maka ketika disaat detik-detik terakhirnya akan wafat, Allah kirimkan para malaikat, mengabarkan atas keridhoan Allah padanya, dan Allah perlihatkan keindahan-keindahan yang akan ia capai setelah ia wafat, ”fa ahabba liqooallah” maka ia ingin segera jumpa dengan Allah dan ia wafat. Demikian hadirin hadirot indahnya Allah SWT, berbuat kepada orang-orang yang merindukan-Nya, hingga akhir saat-saat sakaratul mautnya pun diberikan kabar-kabar indah, sehingga bagi mereka ingin segera mencapai sakaratul maut itu, demi mereka semakin dekat dengan saat perjumpaan dengan Allah, hadirin hadirot, semua detik itu akan sampai kepada ku dan kalian, detik-detik sakaratul maut pasti akan tiba.

Ketika lewat jenazah, dan Rasul SAW bersabda: “mustarih aw mustaroh” shahabat bertanya; apa maksud ucapanmu ya Rasulullah? Rasul menjawab; “mustarih” kalau orang mu’min wafat “mustarih” ia wafat untuk beristirahat, tidak ada lagi fitnah, tidak ada lagi penyakit, tidak ada lagi cobaan, tidak ada lagi kesulitan, yang ada adalah keindahan beristirahat, menuju hari perjumpaan dengan Tuhannya, namun kalau ia orang yang jahat, maka dia “mustaroh” apa “mustaroh”? orang lain yang istirahat dan tenang dari kejahatannya, orang yang hidup beristirahat darinya, dia sekarang sibuk setelah ia wafat, ia tidak ada lagi istirahat, ia sibuk dengan dosa-dosanya, tapi orang yang ditinggal, yang beristirahat atas kejahatannya, tidak ada lagi ini tukang fitnah, tidak ada lagi ini penjahat, tidak ada lagi ini penipu, ia wafat, orang istirahat dengan kematiannya “mustarih aw mustaroh” pasti satu dari dua keadaan, setiap kematiannya, Allah menjadikan kita dikelompok orang yang ”mustarih” dan beristirahat dari pada segala musibah dan cobaan, hadirin hadirot yang dimuliakan Allah, demikian diriwayatkan didalam Shohih Bukhori.

Dan Rasul SAW bersabda diriwayatkan di dalam Shohih Bukhori: “laa tasubbul-amwat” janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah wafat, “innakum qod qoddamu” sungguh mereka itu sudah menghadap Allah dan semua amal mereka diperhitungkan oleh Allah, tidak satu pun amal terkecilnya dilupakan Allah, jika mereka banyak berbuat dosa, barangkali kita bisa lupa, tapi Allah tidak akan lupa, demikian pula pahala “laa tasubbul-amwat” jangan sesekali kalian mencaci orang-orang yang telah wafat.

Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih, pembawa kesejahteraan untuk membimbing kita mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, makhluk yang paling bertanggung jawab atas umatnya, sehingga ketika Rasul SAW mencapai sakaratul maut, seraya berdoa kepada Allah: “Allahumma syaddid ‘alayya mautii wa khoffif ‘ala ummatii” wahai Allah keraskan bagiku kematianku dan ringankan bagi umatku” demikian doa Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih, sehingga diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, saat-saat beliau mencapai akhir hidupnya, seraya mengambil air dan membasahi wajahnya, karena keringat yang demikian deras membasahi wajah beliau, mengambil air dari bejana dengan kedua tangannya dan mengusapkan diwajahnya, menahan pedihnya sakaratul maut, seraya berkata: “laa ilaaha illallah inna lil-mauti sakaroot” beliau mengatakan ; “laa ilaaha illallah” sungguh pada kematian itu terdapat dahsyatnya kepedihan” lantas beliau pun mengangkat tangannya dan mengucap; “barrofiqil-a’laa” aku memilih untuk bersama yang Maha tinggi, dan setelah itu terjatuhlah tangannya perlahan-lahan dan beliau menghembuskan nafas yang terakhir, demikian keadaan wafatnya sang Nabi, dan beliau telah meminta kepada Allah untuk dikuatkan atasnya sakaratul-maut dan diringankan untuk umatnya, sehingga sampailah doa dan munajat ini pada setiap umat beliau, mereka mendapatkan keringanan disakaratul-maut.

Waktu demi waktu akan menjelang, orang yang hidup pasti akan wafat, dan setelah mereka wafat mereka akan terus di alam barzah bertanggung jawab, entah 500 tahun, entah seribu tahun atau lebih lagi, ketika kita berfikir ingin memperindah rumah kita, ingatlah rumah kita yang kita tinggali itu, paling lama hanya 100 tahun saja dan setelah itu ada rumah yang demikian sempit, mungkin ribuan tahun kita tinggal didalamnya, bangunlah rumahmu, megahkan rumahmu yang engkau akan tinggal disana, sendiri tidak ditemani siapa pun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, Rasul SAW bersabda: “jika wafat seorang manusia, ia memiliki tiga, dan yang menemaninya hanya satu, yang tiga adalah amalnya, hartanya, dan keluarganya, dan yang tetap bersamanya hanya amalnya, keluarga dan hartanya tidak ada yang akan bisa bermanfaat dan keluarganya tidak akan mau menemaninya didalam kubur”, demikian hadirin hadirot, tinggallah amal-amalnya, beruntung jika ia mempunyai teman dan kerabat yang mendoakannya setelah ia wafat.

Rasul SAW bersabda: “laa taquumussaa’ah hatta yusyriqussyamsu min maghribiha wa lamma roa annaas amanuu ajma’iin” tiada akan datang hari kiamat, kata sang Nabi, sampai terbitnya matahari dari barat, ketika manusia melihatnya mereka semuanya beriman”, akan tetapi Allah tidak lagi menerima iman mereka, karena hari kiamat itu akan datang setelah tidak ada lagi muslimin, yang ada adalah orang-orang yang menyembah selain Allah SWT, namun ketika mereka melihat matahari terbit dari barat, mereka teringat akan ajaran Islam yang benar dan mereka beriman, akan tetapi Allah tidak lagi menerima iman dan taubat mereka, ketika matahari telah berbalik posisi, yang berarti bumi ini berputar terbalik, itu mengawali kehancuran alam semesta.

Rasul SAW bersabda diriwayatkan didalam Shohih Bukhori: “yuhsyarun-naas yaumal-qiyamah fii ardhi baidhoo“ manusia itu akan dikumpulkan dipadang mahsyar nanti, dalam keadaan daratan yang putih bagaikan perak, mereka berdiri diatasnya, tidak ada pohon dan tempat untuk berteduh, tidak ada debu dan tidak ada tanah, yang ada adalah tanah yang putih bagaikan perak, bagaikan besi yang sangat panas dengan teriknya matahari, demikian keadaan mereka dipadang mahsyar, sehingga Rasul SAW menjelaskan, disaat itu orang yang mempunyai kezholiman, seraya bersabda riwayat Shohih Bukhori: diantara kalian yang mempunyai kezholiman pada saudaranya, segera minta halalkan, minta maaf dari saudaranya, karena nanti disana, dihari mahsyar tidak berlaku dinar wa laa dirham, tidak berlaku lagi uang dan alat tukar, kedudukan dan harta, tapi yang menjadi alat tukar adalah amal-amal dan dosa.

Beliau bersabda riwayat Shohih Bukhori; orang yang punya kezholiman terhadap saudaranya, maka ia akan diambil pahalanya oleh orang yang ia zholimi, dan jika ia sudah tidak punya amal, maka dosa-dosa orang yang ia zholimi akan ditumpahkan kepadanya, demikian keadaan mereka dipadang mahsyar, disaat itu hari pertukaran, dimana semua kezholiman harus dibayar, dimana semua kejahatan harus terlunasi, dan jika mereka masih mempunyai hutang-hutang, karena sudah tidak punya amal baik, amal baiknya sudah diambil untuk dosa-dosanya, dan dosa orang ditumpukkan padanya, tinggallah dosa-dosa itu yang harus ditebusnya dengan api neraka, wa lii a’udzubillah.

Rasul SAW bersabda: ”pertama kali yang dihisab antara manusia adalah pertumpahan darah” inilah yang pertama kali diperhitungkan oleh Allah, al-Imam ibnu Hajar al-Asgholani dalam kitabnya fathul-baari bi syarah Shohih Bukhori, menjelaskan; bahwa yang pertama kali diperhitungkan antara manusia dengan Allah adalah sholatnya dan yang pertama kali diperhitungkan antara manusia dengan manusia lain adalah pertumpahan darah, inilah yang pertama kali dihisab oleh Allah, hindarilah sejauh-jauhnya pertumpahan darah, karena inilah yang pertama kali dihisab oleh Allah SWT, sehingga kita mendengar hadits mulia yang kita baca bersama-sama tadi: “maa minkum min ahadin illaa wa sayukallimuhullahu yaumal-qiyamah laisa bainallahi wa bainahu tarjumaan” tiada diantara kalian pasti akan berhadapan dengan Allah, Allah akan berbicara kepadamu dan tiada penerjemah dan perantara antara engkau dengan Robbul’alamin, engkau sendiri menghadap Allah, Tuhanmu yang menciptamu dari ketiadaan, disaat itulah hadirin hadirot, seagung-agung pertemuan, semulia-mulia perjumpaan bagi mereka yang merindukan Allah, mendengar hadits ini mereka gembira, alangkah indahnya, aku akan jumpa dengan yang sangat kurindukan ”Allah”.

Detik itu akan sampai, jangan kita didorong kesana dan kemari, diombang-ambingkan dengan kenikmatan dan kesedihan, atau kenikmatan dan musibah, ini semua akan sirna, yang akan pasti datang adalah detik perjumpaanmu dengan Allah, yang menentukan kehinaan yang kekal setelahnya atau kebahagiaan yang abadi, kebahagian trilyunan tahun yang tiada akan pernah ada akhirnya, tiada akan pernah berakhir, kebahagiaan bersama semua orang-orang yang dimuliakan Allah, sebagai tamu-tamu Allah, dan itulah yang abadi, semua yang kau lihat saat ini, semua yang kita hadapi saat ini, adalah bagaikan mimpi yang akan lewat begitu saja, dan ketika itu mereka bangun dipadang mahsyar untuk menghadap Robbul’alamin, disaat itulah semua orang tersadar dari seakan-akan ia bermimpi hidup didunia, menghadapi musibah didunia, kenikmatan didunia, kehinaan, pujian dan lain sebagainya, ini semua ternyata sirna, yang hakekat adalah jumpa dengan Robbul’alamin, untuk menghadapi kebahagiaan yang kekal atau kehinaan, wa lii a’udzubillah.

Rasul SAW, Nabiku dan Nabi kalian, diriwayatkan didalam Shohih Bukhori, ketika melihat wajah shahabat berguncang, dari takutnya mendengar dahsyatnya hari kiamat, beliau tersenyum dan berkata: “attarodhouna an takuuna rob’ah ahlul-jannah” kalian senang tidak kalau kalian ini umat Muhammad SAW menjadi 1/4 dari penduduk ahli surga, “fa kabbarnaa” maka para shahabat berkata; kami bertakbir “Allahu akbar”, benar 1/4 ahli surga adalah umat Muhammad SAW? Rasul tersenyum lagi dan berkata; “maa tarodhouna an takuuna tsuluts ahlul-jannah” kalian senang tidak kalau kalian bukan 1/4, malah 1/3 dari ahli surga? “fakabbarnaa” maka kami bertakbir lagi, gembira dengan penyampaian sang Nabi, seraya meneruskan lagi “maa tarodhouna an takuuna nishfa ahlul-jannah” kalian senang tidak kalau kalian ini 1/2 dari seluruh penduduk surga?, “fakabbarnaa” dan kami bertakbir, demikian dahsyatnya Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih.

Sehingga diriwayatkan oleh al-Imam ibnu Hajar al-Asgholani dalam kitabnya fathul-baari bi syarah Shohih Bukhori, menukil hadits shohih, meneruskan hadits ini, bahwa Rasul berkata lagi “maa tarodhouna an takuuna tsulutsa ahlul-jannah” kalian senang tidak kalau kalian menjadi 2/3 seluruh penduduk ahli surga?, para shahabat bertakbir lagi, maka Rasul membacakan ayat; “wa la saufa yu’thiika robbuka fa tardhoo” dan Allah akan memberimu anugerah, sampai engkau tenang, sampai engkau puas wahai Muhammad. Hadirin hadirot, ingatlah syafa’atun Nabi Muhammad SAW wa barak’alaih dihari itu, Allah membuka kasih sayang dan kebahagiaanya lewat Nabinya Muhammad SAW wa barak’alaih wa ‘ala alih.

Tenangkan jiwamu, jangan pancing kita pada perpecahan antara muslimin satu sama lain, kita satukan shof kita dalam kedamaian, perjuangkan kedamaian umat, Majelis Rasulullah SAW memperjuangkan kedamaian umat dan bangkitnya umat mencintai sunnah Nabi Muhammad SAW wa barak’alaih wa ‘ala alih.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, Allah SWT berfirman didalam hadits qudsi riwayat Shohih Bukhori: “Ana ma’a ‘abdi haytsu maa dzzkaroni wa taharrokat bi syafataah” Aku bersama hamba-hambaku ketika hambaku mengingat-Ku dan bergetar bibirnya menyebut nama-Ku” dan Rasul SAW pula bersabda: “satu dari tujuh kelompok yang dinaungi Allah dihari “laa zhilla illa zhilluh” hari tidak ada naungan selain naungan Allah dihari kiamat, siapa mereka? “rojulun dzakarollah fafaadhot ‘ainah” orang yang ketika mengingat Allah mengalir deras air matanya ketika dia mengingat Allah SWT, hadirin hadirot betapa agungnya Allah SWT mengganjar kita, satu kali kita memanggil nama Allah, Allah menuliskannya sepuluh kali kita menyeru nama Allah SWT, hingga 700 kali lipat.

Ingatlah pesan Allah dalam hadits qudsi riwayat Shohih Bukhori: Aku bersama hambaku saat hambaku mengingat-Ku dan bergetar bibirnya menyebut nama-Ku, faquuluu jamii’an Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal-Ikrom, hadirin hadirot ingatlah hadits yang kita baca, akan datang suatu saat kita akan berjumpa dengan Allah, tidak ada penerjemah dan perantara antara engkau dengan Allah saat itu, serulah nama-Nya malam hari ini, karena Dia Allah menaungi orang-orang yang berdzikir kepadanya, satu kali hambanya mengalirkan air mata merindukan Allah dimuka bumi, Allah tidak lupa detik-detik itu, hingga Allah menaunginya dihari kiamat kelak, faquuluu Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah Ya Allahu Ya Allah.

Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzaljalali wal-Ikrom Ya Dzatthouli wal-in’am, hadirin hadirot kelak di yaumil-qiyamah, ketika orang-orang melihat Allah menaungi mereka-mereka yang telah beramal baik, dengan pernah mengalir air mata mereka saat berdzikir menyebut nama Allah, jika mereka melihat itu, mereka akan rela menangis darah sepanjang hidupnya, melihat kemuliaan orang yang dinaungi Robbul’alamin, karena pernah menangis berdzikir kepada Allah SWT, disaat itu mereka rela untuk menangis darah sepanjang hidup di dunia demi bisa mencapai derajat yang demikian indah dalam naungan Robbul’alamin SWT, warisi kemuliaan yang telah diwariskan Nabiyyuna Muhammad SAW wa barak’alaih wa ‘ala alih

No comments:

Post a Comment