Untuk mengenal sahabat kita lebih dekat lagi, maka perlu pengorbanan dari kita untuk berusaha mengenalinya lebih dalam lagi. Untuk kenal Islam lebih detil, diperlukan usaha kita untuk menumbuhkan keyakinan yang lebih dalam lagi tentang Islam. Supaya efeknya bisa kita rasakan dengan baik, yakni berupa rasa bangga menjadi muslim.
Kata pepatah kan, “Tak kenal maka tak sayang.” Tak kenal banyak, maka tak sayang banget. Sebab, kayaknya ini seperti deret ukur. Kalo kita baru sampe mengukur di batas tertentu, maka sebatas itu pula rasa yang kita miliki. Nah, rasa-rasanya memang harus terus ditingkatkan biar lebih merasa yakin dan mantap. Makin banyak yang kita tahu dari Islam, maka akan makin kuat dan makin yakin kita dengan Islam. Tumbuh juga rasa percaya diri yang besar dalam kehidupan kita. Itu sebabnya, ketika ada orang yang udah melatih ilmu bela dirinya sedemikian rupa, maka akan tumbuh keyakinan bahwa dirinya bisa pantas untuk percaya diri karena udah berhasil menguasai banyak jurus olah kanuragan tersebut.
Jangan termakan gosip murahan
Bro en Sis, gosip murahan tentang Islam bisa bikin semangat kita melempem kalo kita termakan provokasinya. Kayak apa sih gosip murahan tentang Islam? Hmm… mungkin kalo kamu sering diskusi dengan banyak orang dari latar belakang yang berbeda-beda; budaya, politik, tingkat pendidikan, intelektualitasnya, niatnya dan lain sebagainya, akan timbul rasa bimbang tentang Islam karena seringkali diskusi itu menyebarkan gosip murahan yang sengaja disebarkan untuk melemahkan pemahaman kaum Muslimin dan akhirnya menjatuhkan semangat kaum Muslimin dalam memperjuangkan Islam.
Seperti misalnya ada gosip (namanya juga gosip, pasti nggak benar. Seharusnya jangan percaya ya), bahwa Muhammad Rasulullah saw. adalah ‘tukang kawin’ dan merendahkan derajat wanita. Waduh, nih tuduhan dan gosip murahan banget dan udah sangat melecehkan. Kalo kita percaya gosip beginian, berarti kita lebih rendah lagi. Jangan percaya, Bro.
Selain ‘gosip murahan’ yang disebar untuk melemahkan kaum muslim, juga musuh-musuh Islam melakukan pengkaburan istilah. Misalnya provokasi yang disebar tentang definisi jihad. Kaum muslimin diminta untuk memahami jihad dalam arti bukan perang, tapi diarahkan kepada pengertian bahwa jihad adalah sungguh-sungguh dalam berusaha dan beramal. Nah, ini juga bakalan melemahkan semangat kita dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Padahal, kalo kita tahu ilmunya, nggak bakalan bingung.
Sekadar tahu aja nih, secara bahasa, jihad bermakna: mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da). Secara bahasa, jihad juga bisa berarti: mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (an-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126).
Adapun dalam pengertian syar’i (syariat), para ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah secara langsung maupun memberikan bantuan keuangan, pendapat, atau perbanyakan logistik, dan lain-lain (untuk memenangkan pertempuran). Karena itu, perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah itulah yang disebut dengan jihad (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/153. Lihat juga, Ibn Abidin, Hâsyiyah Ibn Abidin, III/336).
Bayangin deh kalo jihad diartikan sekadar secara bahasa, kayaknya nggak bakalan ada upaya dari kaum Muslimin untuk melakukan jihad secara ofensif dalam rangka menyebarkan Islam. Padahal, Rasulullah saw. udah nyontohin dengan melakukan ekspedisi militer ke berbagai tempat (masih ingat kan pas baca soal ini di bab empat?). Para sahabat Rasulullah saw. juga melakukan hal yang sama, bahkan para penerus berikutnya seperti Thariq bin Ziyad yang menaklukkan Spanyol dan menyebarkan dakwah Islam di sana.
Selain itu, media massa juga seringkali ngelakuin “penghakiman” terhadap Islam dan umat Islam dengan menghubung-hubungkan bahwa para bomber yang melakukan peledakan di Indonesia selama ini (termasuk yang baru-baru ini, 17 Juli 2009 yang meledak di JW Marriott dan Ritz Carlton), adalah orang-orang Islam dari kelompok tertentu. Halah, itu sih lagu lama yang diputer ulang. Kagak bosen apa ya orang-orang kok menuduh begitu rupa. Padahal, bukti-buktinya saja belum jelas. Ini memang ada targetnya, yakni melemahkan semangat seluruh kaum muslimin dalam mengamalkan ajaran Islam. Soalnya, di media massa sosok teroris itu digambarkan dari kalangan Islam, baik, dan taat beribadah. Hmm.. ini jelas labelisasi yang nggak bener.
So, kalo kita udah kenal dengan Islam lebih banyak lagi, gosip murahan model gini pasti nggak mempan buat melemahkan pemahaman kita. Sebab, kita udah punya patokan. Intinya, jangan tergoda gosip atawa provokasi yang bakalan melemahkan keyakinan dan pemahaman kamu tentang Islam. Itu sebabnya, wajib mengenali Islam lebih dalam lagi. Jadi, belajar yang rajin bin getol ye.
Ciptakan terus rasa penasaran
Menciptakan rasa penasaran ini emang bagian dari upaya kita untuk bertanya dan bertanya dalam belajar kita. Kalo kita cukup puas dengan ilmu yang kita dapetin, kayaknya proses mengenali Islam jadi terhenti sampe di tempat kita mengenalnya. Nggak nerus. Padahal, belajar tuh harus terus dilakukan selama hayat masih dikandung badan. Itu sebabnya, resepnya adalah dengan senantiasa menumbuhkan rasa penasaran kita yang besar untuk mengenal Islam lebih dalam lagi. Nggak cuma puas berenang di permukaan, tapi rasanya kudu mulai mencoba menyelam. Karena sangat boleh jadi banyak banget informasi yang bisa kita jadikan sebagai wawasan kita dalam memahami dan mengamalkan Islam. Ujungnya, kita jadi bangga dong dengan kemusliman kita sendiri. Oke?
Seperti halnya kita belajar naik sepeda, rasa penasaran kita yang besar untuk bisa naik sepeda, insya Allah akan membawa hasil berupa kelihaian kita mengendarai sepeda. Begitu pun rasa penasaran kita dalam mengkaji ilmu, maka ilmu itu akan kita pelajari dengan seksama dan penuh semangat, sehingga bukan tak mungkin kalo kita akhirnya bisa memahami dan tumbuh keyakinan yang besar dalam diri kita.
Jadi, ciptakan terus rasa penasaran kamu tentang Islam agar tetap terjaga semangat kamu dalam mempelajari, memahami, dan mengamalkan Islam. Saya sendiri, meski sudah sering belajar tentang Islam, rasanya semakin sering belajar Islam saya merasakan bahwa apa yang saya dapatkan selama ini masih kurang, akhirnya terus penasaran pengen nyari tahu lebih detil. Proses belajar memang harus senantiasa dilakukan agar kita tetap merasa untuk terus memperbaiki kualitas hidup kita. Rasa penasaran yang kita miliki tentang Islam, insya Allah akan memberikan kekuatan kita untuk belajar dan terus memahami Islam sampai detil. Tentunya, itu akan memberikan rasa percaya diri kita yang tebal. Wajar banget kalo kita bangga jadi muslim.
Obyektif sekaligus subyektif
Sobat, dalam memahami realitas kehidupan memang harus obyektif. Kita telusuri semua faktanya supaya kita kenal betul dengan fakta tersebut. Kita memang nggak suka dengan fakta yang menjelekkan Islam, tapi kita coba tahan dulu benci binti murka kita sebelum dapetin info yang benar-benar valid dan obyektif agar kita bisa menilai dengan keputusan yang jelas.
Nah, kalo pun kita harus subyektif dalam waktu yang bersamaan, tentunya ini pun harus dilakukan karena sebagai muslim, kita wajib menilai segala sesuatunya berdasarkan sudut pandang Islam. Itu mutlak harus dilakukan karena Islam adalah pedoman hidup kita. Islam adalah the way of life. Jadi wajar banget kan kalo Islam menjadi patokan kita dalam menilai suatu pemikiran atau perbuatan. Mengenali dan memahami fakta memang harus obyektif, tapi sudut pandang kudu subyektif dong, yakni berdasarkan Islam.
Sehingga nggak muncul mispersepsi atau celakanya malah menyalahkan Islam. Padahal mah bisa jadi justru karena kita sendiri yang salah memahami fakta dan sekaligus solusinya. Misalnya nih, untuk memahami agama di luar Islam, tentunya kita harus memahami faktanya dengan detil tentang agama tersebut, lalu kita nilai dengan Islam. Begitu pun ketika ingin memahami fakta sekularisme, maka kita kumpulkan segala informasi yang berkaitan dengan sekularisme supaya obyektif, setelah itu baru kita nilai sekularisme dalam sudut pandang Islam, bukan yang lain.
Tentu akan aneh dong ya kalo memandang Islam dari sudut pandang sekularisme atau ajaran Barat, maka yang tampak bukan wajah asli Islam. Kalo pun bikin lukisan, tuh lukisan udah dicorat-coret dengan nggak karu-karuan sesuka mereka mencoretkan warna dan garis pada kanvas. Inilah alasannya bahwa upaya pencarian fakta boleh seobyektif mungkin, tapi sudut pandang penilaian tetap harus Islam.
Berkaitan dengan soal ini, Ustadz Hamid Fahmy menuliskan (lihat Islamia, Tahun I No. 6/Juli-September 2005, hlm. 118-119), dalam kajian Islam, suatu framework atau manhaj terkait pertama-tama dengan proses mencari, mencerna dan mengamalkan ilmu. Suatu ‘metobalisme’ dalam nutrisi spiritual. Kualitas ilmu, cara mencari, sumber ilmu yang benar, penalaran yang betul, manfaat yang jelas merupakan sebahagian dari bangunan framework. Jika ilmu itu cahaya al-haqq, seperti kata Waqi’ guru Imam Syafi’i, maka ilmu dan iman sumbernya sama. Siapa yang banyak ilmu mesti tebal imannya dan sebaliknya. Ia akan berilmu dengan imannya dan beriman dengan ilmunya.
Inilah alasannya mengapa kita harus obyektif tapi sekaligus subyektif. Alam pikiran kita boleh melanglangbuana kemana aja untuk mendapatkan fakta yang obyektif tentang segala hal, tapi al-Quran dan as-Sunnah tetap menjadi obornya. Sehingga kita tetap menjadi orang yang mencintai Islam sepenuh hati dan insya Allah akan memberikan dorongan yang kuat agar kita bangga menjadi muslim. Oke?
Pahami Islam dari sudut pandang Islam
Nah, ini juga perlu dan wajib kita lakukan. Karena nggak mungkin dong kita akan memahami Islam tapi menggunakan kacamata Barat atau kacamata sekularisme. Itu sama artinya nggak bakalan nemuin kejelasan. Kalo memahami Islam, wajib dari sudut pandang Islam.
Jadi nih, kalo ada yang bilang bahwa Islam itu bias gender karena nggak menghargai wanita, tapi melihatnya dari sudut pandang sekularisme atau peradaban Barat, ya itu namanya tulalit. Apalagi kalo kemudian kita kepancing menjelekkan Islam karena menggunakan kerangka berpikir Barat. Wah, jangan sampe deh.
Kalo ada yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama, tuhannya sama, yang beda hanyalah namaNya, itu pasti berpikir bukan dari sudut pandang Islam.
Lalu mereka yang berpikiran begitu rame-rame mengatakan bahwa Islam bukan satu-satunya agama yang benar. Walah, ini sih udah ngaco banget deh. Mungkin mereka kudu diingatkan dengan pernyataan Prof. Hamka, “yang bilang semua agama sama berarti tidak beragama”. Nah lho, ati-ati tuh.
Sobat muda muslim, kalo ada seorang ulama atau intelektual Muslim yang menganggap bahwa Islam sudah saatnya disegarkan kembali dan harus ditafsirkan sesuai akal modern, saya sangat yakin kalo tuh orang nggak memahami Islam yang sempurna ini (atau pura-pura nggak tahu?) dan jelas cara berpikirnya bukan dari sudut pandang Islam.
Padahal, Islam sudah jelas disempurnakan oleh Allah. Itu artinya cuma Islam yang benar. Nggak ada kebenaran lain selain agama Islam ini. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaKu. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Maidah [5]: 3)
Itu sebabnya, kalo ada yang mengaku Muslim tapi ketika berpikir dan berbuat bukan berlandaskan Islam, itu namanya error. Ngakunya muslim, tapi gaul bebas dan seks bebas jadi gaya hidupnya. Ngakunya Muslim tapi menolak sebagian ajaran Islam. Bahkan kemana-mana teriak bahwa nggak ada yang tahu kebenaran selain Allah. Sambil menyanyikan penolakan terhadap syariat, fikih, tafsir wahyu, dan ijtihad para ulama karena semua itu hasil pemahaman manusia. Menurut mereka itu relatif. Waaah, itu bener-bener kacau, bro! Karena seharusnya seorang Muslim hidupnya berpatokan kepada ajaran Islam, bukan kepada ajaran yang lain. Termasuk ketika memahami Islam, ya harus dari sudut pandang Islam. Bukan yang lain.
Sobat muda muslim, semoga kita mulai bisa memahami Islam sebagai pandangan hidup kita. Semoga Allah memudahkan kita untuk mempelajari, memahami dan mengamalkan Islam. Agar kehidupan kita juga lebih tenang, lebih yakin, dan tentunya penuh percaya diri dan bangga menjadi Muslim. Satu-satunya cara untuk mengenal Islam lebih dalam dan lebih jauh lagi hanya dengan belajar. Jadi, mulai sekarang, kita kudu giat belajar apa saja, terutama mengkaji Islam. Enjoy, Bro!
No comments:
Post a Comment