Oya, makna ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah Ta’ala dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Inilah hakikat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepadaNya, dengan penuh rasa rendah diri dan cinta. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai ibadah apabila diniati dengan ikhlas karena Allah semata; dan mengikuti tuntunan Rasulullah saw.
Dalam ayat lain Allah Swt. juga menyampaikan penjelasanNya:“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), ‘Beribadalah kepada Allah (saja) dan jauhilah thoghut’.” (QS an-Nahl [16]: 36 )
BTW, kamu tahu istilah thoghut kan? Yup, thoghut ialah setiap yang diagungkan-selain Allah--dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi; baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan. Menjauhi thoghut berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.
Boys and gals, percaya kepada Allah Swt. bukanlah sekadar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah; bukan pula sekadar tahu bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya, dan wahdaniyah (keesaan)Nya, dan bukan pula sekadar mengenal Asma’ dan SifatNya aja. Nggak sesederhana itu. Sebab, kalo ini yang dimaksud, kayaknya sejak SD juga, atau sekarang bahkan anak TK udah diajarin dan banyak juga yang tahu soal ini. Nggak cuma itu, lho.
Lagian nih, iblis aja mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah; bahkan mengakui keesaan dan kemahakuasaan Allah dengan meminta kepada Allah melalui Asma’ dan SifatNya. Sebagaimana yang dijelasin dalam al-Quran tentang pengakuan iblis kepada Allah Swt.: “Iblis menjawab: ‘Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya’,” (QS Shaad [38]: 82)
Walah, udah tahu Allah Mahakuasa, kok iblis nekat benar ya untuk menyesatkan manusia? Itu sih namanya nantangin. Ngeyel bener tuh iblis. So, jangan mau jadi temennya iblis deh.
Terus nih, kaum jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah saw. juga meyakini bahwa Tuhan Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Allah Swt. menjelaskan: “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab : "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Luqman [31]: 25)
Kalo cuma sekadar ngaku-ngaku emang gampang. Lidah kan nggak bertulang. Jadi bisa bersilat lidah ngomong apa aja termasuk berdusta dan mendustakan ayat-ayat Allah Swt. Naudzubillahi min dzalik. Itu sebabnya, kepercayaan dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat muslim, yang beriman kepada Allah Swt.
Bro, maka jangan heran dong kalo kemudian muncul pertanyaan begini: “Apakah hakikat tauhid itu?”
Yup, sekadar ngingetin aja bahwa tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya. Wah, hebat sekali tuh (jika memang bisa demikian).
Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah, dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut di atas, mulai dari Rasul pertama sampai Rasul terakhir, Nabi Muhammad saw. Allah Swt. berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS an-Nahl [16]: 36)
Juga dalam ayat lain Allah Swt. menerangkan: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS al-Anbiyaa [21]: 25)
Tuh, udah jelas banget kalo Allah Swt. meminta manusia untuk beribadah hanya kepadaNya. Nggak boleh beribadah atas nama ilah atau Tuhan yang lain, termasuk nggak boleh menjadikan hawa nafsu kita sebagai Tuhan. Wah, nggak banget deh!
Allah ‘cemburu’
Kalo Astrid pernah dengan bangga dan bersuka-ria menyanyi Jadikan Aku yang Kedua, nggak banget dengan Allah Swt. Selain memang beda karena Allah Swt. adalah Khaliq alias Pencipta, sementara Astrid dan kita semua adalah makhlukNya. Jelas beda dong. Meski demikian, sebenarnya jarang juga ada manusia yang mau diduakan perhatiannya, termasuk diduakan cintanya. Hehehe... manusia juga sebenarnya bisa cemburu lho.
Nah, ngomongin tentang Allah Swt. yang ‘cemburu’ maksudnya adalah Allah Swt. nggak rela kalo manusia menyembah sesama makhluk ciptaanNya. Itu aja sih. Lagian wajar dan pantas banget kalo kita sebagai makhlukNya menyembah Allah Swt. Tul nggak sih?
Seorang tetangga pernah bilang kalo anaknya itu penurut, rajin, cinta dan berbakti kepada ortunya sepenuh hati. Sang tetangga tersebut karuan aja seneng bukan kepalang. Karena memang nikmat banget dicintai, dihargai, dan dihormati itu. Iya nggak?
Nah, apalagi Allah. Kalo ortu kita bisa cemburu gara-gara kita lebih percaya dan mengikuti pendapat orang lain, Allah tentunya lebih ‘cemburu’ lagi kalo kita nggak mau mengamalkan syariatNya. Rasulullah saw. bersabda: “Wahai umat Muhammad. Demi Allah saat hamba laki-laki berzina, dan saat hamba perempuan berzina, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah…” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam kisah yang sering kita dengar dan baca, Nabi Ibrahim begitu mencintai putranya. Luapan cinta yang tak tertahankan kepada putranya yang setelah puluhan tahun didambakannya. Ismail menjadi muara kehidupan bagi Nabi Ibrahim. Namun, Allah menguji cintanya dengan menurunkan perintah untuk mengurbankan anaknya. Aduh, orang tua mana yang hatinya nggak remuk kalo perintahnya seperti ini. Tapi, Nabi Ibrahim berhasil lulus ujian tersebut. Terbukti ia lebih mencintai Allah dengan menjalankan perintahNya ketimbang mencintai anak dan keluarganya. Nabi Ibrahim ikhlas melakukannya. Subhanallah.
Cinta kepada Allah itu mutlak, tiada sekutu bagiNya. FirmanNya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia” (QS ali Imran [3]: 18)
Bahkan Allah memberi cap kafir kepada orang-orang yang menolak untuk menyembahNya. Allah berfirman:“Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan RasulNya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir’.” (QS Ali Imran [3]: 32)
Bro, menjadi kekasih itu butuh pengorbanan. Tentu, agar cinta yang kita berikan kepada kekasih kita bermakna. Itu sebabnya, mencintai Allah pun memerlukan pengorbanan. Seorang tokoh sufi bernama Bayazid Bustami mengatakan: “Cinta adalah melepaskan apa yang dimiliki seseorang kepada Kekasih (Allah) meskipun ia besar; dan menganggap besar apa yang diperoleh kekasih, meskipun itu sedikit.”.
Jangan jadi musyrik!
Orang yang syirik alias menyekutukan Allah Swt. disebut musyrik. Contoh yang sederhana bisa kita jumpai lho dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pas mo bikin rumah, kita ngitung hari yang baik biar pembangunannya lancar. Primbon deh yang kita pake atau nanya ke ahli Hongsui untuk nentuin posisi rumah yang bisa aman ditempati dan banyak bikin hoki. Pas mo hajatan sunatan atau kawinan sampe bela-belain nanya ke orang pinter (baca: dukun) untuk nyari hari baik biar sunatan atawa kawinannya lancar dan mendatangkan untung yang banyak. Sobat, praktik kayak gitu tuh namanya udah syirik. Ati-ati deh.
Oya, biar dalam masalah mempersekutukan Allah Swt. alias syirik ini jelas pembahasannya, saya sengaja memberikan sedikit tambahan wawasan kepada kamu semua tentang jenis syirik. Ternyata syirik tuh dibagi dua: syirik besar dan syirik kecil. Syirik besar (al-syirku al-akbar) menurut as-Sa’adi dalam kitab al-Qaulu al-sadid diartikan: menjadikan bagi Allah sekutu (niddan) yang dia berdoa kepadanya seperti berdoa kepada Allah, takut, harap dan cinta kepadanya seperti kepada Allah Swt. atau melakukan suatu bentuk ibadah kepadanya seperti ibadah kepada Allah Swt. Syirik besar ada yang bersifat dzahirun jaliyun (tampak nyata) seperti menyembah berhala, matahari, bulan bintang, benda-benda tertentu atau mempertuhankan Isa al-Masih, dsb. Ada pula yang bersifat bathinun khafiyun (tersembunyi) seperti berdo’a kepada orang yang sudah meninggal, meminta pertolongan kepadanya, minta disembuhkan dari penyakit, dihindarkan dari bahaya, dsb. (MR Kurnia, Mereformasi Diri dengan Tauhid, hlm. 151-152)
Sementara syirik kecil (al-Syirku al-Asghor) mencakup semua perkataan dan perbuatan yang akan membawa seseorang kepada kemusyrikan selain syirik besar.
Syirik kecil bila terus menerus dilakukan bisa menjerumuskan pelakunya kepada syirik besar. Di antara perbuatan yang termasuk syirik kecil adalah:
Pertama, bersumpah dengan selain Allah. Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang bersumpah selain nama Allah dia telah kufur atau syirik.” (HR at-Tirmidzi)
Kedua, memakai jimat/isim atau sejenisnya kemudian ia meyakininya. Rasulullah saw. menyampaikan sabdanya: “Barang siapa yang menggantung diri pada tangkal maka Allah tidak akan menyempurnakan (imannya) dan barang siapa yang menggantungkan diri kepada azimat maka Allah tidak akan mempercayakan kepadanya.” (HR Ahmad)
Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda: “Bahwasannya Rasulullah pernah melihat seseorang memakai gelang kuningan di tangannya. Beliau bertanya: ’Apakah ini?’, ‘Penolak lemah’, jawab orang itu. Maka Nabi berkata: ‘Lepaskanlah, karena dia hanya akan menambah penyakit dan kalau kamu mati dengan gelang itu masih melekat di tubuhmu, niscaya kamu tidak akan bahagia selama-lamanya (masuk neraka).” (HR Ahmad)
Rasulullah saw. juga bersabda: “Sesungguhnya mantra, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik.” (HR Ibnu Hibban)
Ketiga, sihir. Rasulullah saw. menyampaikan sabdanya: “Barang siapa yang membuat satu simpul kemudian dia meniupinya maka sungguh ia telah menyihir. Barang siapa menyihir, sungguh ia telah berbuat syirik.” (HR Nasai)
Keempat, astrologi/ramalan. Percaya ama ramalan bintang atau zodiak? Ih, nggak boleh banget tuh. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang mempelajari salah satu cabang dari perbintangan maka dia telah mempelajari sihir.” (HR Abu Dawud)
Rasulullah saw. juga bersabda: “Allah telah menciptakan bintang ini untuk tiga keperluan, yakni hiasan langit, pelempar setan dan tanda-tanda untuk penunjuk arah. Barang siapa mentakwilkan bintang-bintang itu di luar ketiga hal itu maka ia telah melakukan kesalahan, berbuat sia-sia dan telah menyia-nyiakan nasibnya serta memaksakan dirinya pada sesuatu tanpa dasar ilmu pengetahuan.” (HR Bukhari)
Kelima, riya’. Ini lawannya ikhlas, Bro. Jadi, melakukan sesuatu bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji manusia atau karena pamrih lainnya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takuti terjadi pada kalian adalah al-Syirku al-Asghar (syirik kecil). Sahabat bertanya, apa syirik kecil itu, ya Rasulullah? Rasulullah menjawab, Riya’.” (HR Ahmad)
Oke deh sobat, semoga beberapa poin tadi bisa memberikan penjelasan. Meski singkat, tapi insya Allah bermanfaat. Oya, perlu diketahui juga dan wanti-wanti bahwa kita nggak boleh ngikutin tradisi nenek moyang jaman dulu. Misalnya nih, pas mo hajatan suka nyediain sesajen berupa kopi pahit, telur, dan sebagainya untuk orang yang udah meninggal (arwah nenek moyang) demi kelancaran hajatan yang bakalan digelar. Saya pernah tanya ke kerabat saya tentang kasus tersebut yang dia lakukan, eh dia malah menjawab: “Ya, kita sih cuma ngikutin tradisi ortu dan nenek moyang aja” Halah! Tuh jawaban nggak mutu banget. Kalo kayak gini, kayaknya perlu diminta baca ayat ini nih: “Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: ‘Apakah yang kamu sembah?’ Mereka menjawab, ‘Kami menyembah berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya’ Berkata Ibrahim: ‘Apakah berhala-hala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya), atau dapatkah mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?’ Mereka menjawab: ‘(bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami telah berbuat demikian.” (QS as-Syu’ara [26]: 69-74)
Oke deh sobat, kalo emang kita cinta sama Allah Swt. tentunya nggak bakalan menduakanNya dong alias nggak bakalan mempersekutukanNya dengan yang lain. Itu sebabnya, percuma aja ngebusa bilang ke siapa aja bahwa kamu cinta sama Allah Swt., tapi dalam kenyataannya kamu justru mempraktikkan syirik besar maupun kecil. Nggak banget deh. Oke? Keep istiqamah bersama Islam dan buktikan kalo kamu hanya mencintai dan hanya menyembah Allah Swt.
No comments:
Post a Comment