Saturday, January 16, 2010

Atau Kita Belum Sabar?

Ada yang perlu kita bedakan antara sabar dan keras kepala. Keduanya kadang tampak sangat berbedatapi adakalanya batas antara sabar dan keras kepala kelihatan begitu tipis. Yang pertama mengantarkan kita kepada kebaikan, kemuliaan dan pertolongan Allah, sehingga kita dapat meraih kemenangan meski tampak berdaya. Sementara yang kedua, mendekatkan diri kita pada keburukan, kehinaan dan keterpurukan, sehingga tak berdaya meski kita memiliki segala yang kita perlukan untuk meraih kejayaan.

Sabar, kata Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah merupakan suatu pekerti yang dapat dibentuk oleh seeorang. Ia menahan nafsu dan putus asa, sedih dan sentimentil. Ia menahan jiwa dari kemarahan, menahan lidah dari merintih kesakitan, dan anggota badan dari melakukan sesuatu yang tidak patut. Sabar merupakan ketegaran hati atas hukum takdir dan hukum-hukum syariat.

Sementara keras kepala atau keras hati, merupakan kekeringan hati yang menghalanginya untuk menerima masukan dari luar. Suatu kekerasan yang menolaknya untuk menerima pengaruh dari masukan tersebut. Ia tidak menerima kesan karena kekerasan dan kejumudannya. Bukan karena kebijakan dan kesabarannya.

Kesabaran melahirkan kelapangan dada untuk menerima kebenaran dan kekuatan hati untuk menetapi kebaikan, meski perasaan tidak menyukainya. Sementara sikap keras kepala, terkadang lahir dari keengganan kita menerima nasihat -yang paling tulus sekalipun- hanya karena tak sesuai dengan apa yang kita inginkan atau karena kita mementingkan siapa yang berbicara daripada apa yang dibicarakannya. Boleh jadi, sahabat kita yang memberi nasehat dengan bijak dan tepat -tapi karena kita merasa gusar- kita menolaknya. Kalau tak terkendali, kita bisa meninggikan diri, sehingga menepuk dada dengan bangga atau dengan nada marah "Kamu kenal saya nggak sih??..."

Sampai disini, kita yelah terjatuh pada sikap takabbur. Sombong. Dan, inilah titik awal kemuliaan kita selaku manusia. Kecerdasan tak punya lagi makna ketika kita keras kepala atau tinggi hati, karena keduanya menuntun kita pada putusan-putusan yang tidak benar (baca: bodoh). Kehebatan kita tak lagi punya arti karena cenderung lari dari mereka yang fazhzhan dan ghalizhal qalb. Tajam mulutnya dan keras hatinya.

Allah SWT berfirman "Maka disebabkan rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati keras, tentulah mereka menjauhi diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya" (QS. Ali 'Imron :159)

Jika kita bersikap keras dan melukai perasaan, terlebih kepada orang-orang yang menasehati kita dengan tulus, maka tak ada yang perlu dipersalahkan kecuali diri sendiri apabila hilang kecemerlangan kita. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang menistakan manusia lainnya. hanya Allah yang memiliki kemuliaan, kekuatan dan kebesaran. Jika Ia mencabut kekuatan dan kemuliaan dari seseorang, maka tidak akan ada yang sanggup untuk menolaknya dan mengembalikannya meskipun penduduk seluruh negeri berkumpul untuk meraih derajatnya.

Sebaliknya, jika Allah memberikan pertolongan, maka tak ada yang sanggup mengalahkan kita. Maka gantungkanlah harapan kita sepenuhnya untuk Allah. Wallohu A'lam.

Memadu Cinta di Taman Islam

KEDUDUKAN CINTA

Umat secara keseluruhan sepakat bahwa cinta pada Allah dan Rasul-Nya adalah wajib. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan maqam tertinggi dari berbagai maqam yang ingin dicapai oleh para pengembara menuju Allah. Semua maqam yang ingin diraih adalah buah dari cinta kepada Allah.

Dasar cinta seorang hamba kepada Allah adalah firman-Nya:

��Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai Allah�� (Almaidah:54)
��adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat cinta kepada Allah�� (Albaqarah:165)

�katakanlah, jika Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kalian, serta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri kerugiaannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai daripada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang fasik (At-Taubah:24)

Islam tidak menafikan adanya perasaan saling mencintai antara sesama manusia, sebab hal itu merupakan fitrah manusia. Secara naluri ia mencintai istri, keluarga, harta dan tempat tinggalnya. Namun, tidak sepatutnya sesuatu yang bersifat duniawi ini lebih ia cenderungi dan ia cintai dibanding Allah dan Rasul-Nya. Jika ia lebih mencintainya, maka berarti tidak sempurna imannya dan dapat terjerumus pada dosa terbesar yakni musyrik. Mencintai Allah dan Rasulnya merupakan jalan menuju keselamatan. Dalam sebuah hadits dikatakan:

�Tatkala seseorang bertanya kepada Rasulullah saw tentang hari kiamat, beliau menjawab dengan sebuah pertanyaan, 'Apa yang sudah engkau persiapkan untuknya?' orang itu menjawab 'tidak lain kecuali bahwa saya mencintai Allah dan Rasul-Nya'. Rasulullah Saw menjawab, 'Engkau beserta orang yang engkau cintai'. (H.R. Bukhari Muslim)

Cinta yang tulus adalah keimanan yang benar

Cinta hamba kepada Allah merupakan hal yang bisa mengangkatnya ke maqam dan derajat yang tinggi, sempurna, dan suci. Kedudukan yang tinggi ini menuntut sang hamba untuk berkorban demi kekasihnya, sebagaimana yang berlaku pada setiap orang yang mencinta. Sang pecinta harus rela mencintai objek cintanya dengan sepenuh hati dan fikiran. Ia harus sanggup berkorban demi yang dicintai dengan penuh suka cita. Ia juga harus lapang dada dan rela atas segala yang kurang berkenan dirasakan dari kekasihnya, juga harus sabar atas segala ujian yang menimpanya karena cinta itu.

Mengapa demikian, karena cinta, sebagaimana yang lazimnya terjalin antara sesama manusia, merupakan sebuah jalinan di luar nalar dan pengetahuan. Ia merupakan kecenderungan dan emosi yang berada di atas kehendak dan keinginan.

Setiap diri kita bisa saja mengenal dan tidak ada masalah dengan si Fulan, atau mengetahui dan senang dengan suatu benda, akan tetapi itu saja tidak cukup untuk menamai perasaan kita itu sebagai cinta. Perasaan cinta lebih dalam pengaruhnya dari itu. Ia lebih mengharu biru dan merampas hati. Bahkan cinta sejati adalah yang tidak memberikan ruang kosong dalam hati., tidak memberi jalan sedikitpun dalam jiwa bagi yang lain selain kekasih.

Jika telah sampai pada tingkat demikian, maka cinta kepada Allah itulah keimanan yang hakiki. Keimanan yang hakiki bukanlah sekedar pengetahuan dan ketundukan jiwa. Dengan kata lain, iman yang benar adalah imannya sang pencinta yang bergairah kepada Allah, yang bahkan bisa memabukkan dan melupakan diri sendiri. Cinta yang pengaruhnya tampak pada seluruh ucapan, tindakan dan sikap.

Adapun keimanan yang gersang, yang dingin dan pasif, yang tidak melampaui sekedar ketundukan jiwa dan pernyataan lisan, tidak pula tampak pengaruhnya pada aktivitas yang positif, maka itu bukanlah keimanan yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya.

Seorang mukmin yang hakiki adalah orang yang memahami keindahan dan keagungan Allah, mengetahui kasih sayang dan kebaikan Allah. Disamping itu, ia meyakini sepenuhnya bahwa Allahlah satu-satunya pemberi nikmat dan anugerah. Tiada nikmat kecuali bahwa Dialah sumbernya, tiada anugerah kecuali dari-Nya. Dengan kesadaran ruhani seperti inilah ia mencintai-Nya. Hatinya sibuk memikirkan-Nya. Seluruh aktivitasnya ditujukan kepada-Nya semata. Kelezatan yang ia rasakan hanya ada dalam ketaatan kepada segala perintah-Nya. Ia memiliki kesempatan untuk menunaikan tugas dari-Nya, dengan senang dan bahagia, damai hatinya dan tegap langkahnya. Jika sang kekasih yang dicintai berbuat baik kepadanya, diterimanya kebaikan itu dengan rasa syukur, baik dengan lisan, hati maupun perbuatan. Jika ia mendapati kesulitan dalam perjuangan mencapai ridha-Nya, ia tegar, berlapang dada, dan sabar tanpa keluh kesah dan perasaan kecewa.

Mengapa kita mencintai Allah?

Dengan sedikit renungan, kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa Allah SWT Dzat yang paling berhak untuk dicintai. Dia lebih patut menjadi labuhan hati dibanding orang tua, anak, bahkan diri sendiri.

Hal yang paling mudah difahami oleh akal fikiran, mengapa kita hanya patut mencintai-Nya adalah karena anugerah nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita. Kenikmatan yang seluruh manusia tenggelam di kedalaman samuderanya, yang mengiringi manusia dalam hirupan nafas dan detak jantungnya, yang menyertainya di setiap tempat dan waktu, yang bersama keluasan dan keabadiaannya semata bersumber dari Dzat Allah Swt.

Untuk mengingatkan hamba-hamba-Nya akan nikmat ini, Allah Swt berfirman: �Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan menghitungnya ��(An-Nahl:18)

Rasulullah Saw bersabda:

�Cintailah Allah karena nikmat yang dianugerahkan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada-Nya, dan cintailah ahlulbaitku karena cinta kalian padaku�. (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim).

Wahai sahabat, apakah patut dan masuk akal jika kita menikmati semua ciptaan-Nya, mulai dari cahaya, indahnya waktu pagi dan petang, harmoninya ciptaan seluruh mahluk nan menakjubkan, bumi dan langit yang bisa dimanfaatkan, sebagaimana firman-Nya, �� yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian��( Al-Baqarah:29)

Dan juga firman-Nya, �� dan menyempurnakan untuk kalian nikmat-Nya lahir dan batin� , tetapi mengapa kita tidak menunaikan syukur dan tidak pula mengerti kadar nilainya?

Apakah tidak berpengaruh dalam hati kita, bagaimana luas nikmat-Nya dan bertebaran ihsan-Nya, yang kekuasaan-Nya menyilaukan orang yang memandang. Nikmat-Nya adalah keagungan yang tidak dapat diidentifikasi, ilmu yang tiada satu biji atompun di langit dan di bumi yang tidak terdeteksi, dan kearifan yang mencermatkan seluruh makhluk yang dicipta-Nya.

Maka berbahagialah orang yang mencium aroma keelokan-Nya dan mampu menangkap cahaya pancaran keindahan-Nya. Berbahagialah orang yang dapat meneguk anggur kenikmatan-Nya meski bercampuran. Memang, seringkali kita menangkap sesuatu namun tidak memahami substansinya. Seorang penyair bertutur:

Sesuatu yang sering memabukkan orang,
Adalah sesuatu yang disebutnya sebagai kecantikan,
Namun aku tiada pernah mengerti apakah itu

Sebagian ahli hikmah pernah berkata kepada para muridnya, �seluruh manusia sungguh merindukan Allah. Tahukah kalian mengapa demikian? Itu karena mereka merindukan kebajikan yang tiada batas, kesempurnaan yang tiada bertepi, keindahan yang tiada terukur. Semua hanyalah ada pada Allah SWT�.

Bukankah matahari, makhluk yang tampak paling menonjol, paling elok, dan paling hebat yang pernah engkau lihat, hanyalah pantulan dari cahaya-Nya?

Sungguh, pada matahari itu tersirat tanda-tanda keagungan, keindahan, keperkasaan, dan kehebatan penciptanya. Kita bisa membaca tanda-tanda keagungan itu di sana. Dengan itu semua kita bersimpuh dan bersujud.

Jika kita mencintai seseorang karena pemberian dan kebaikannya, karena akhlak dan sifat-sifat terpujinya, maka sungguh kita lebih patut mencintai sumber nikmat dan kemurahan itu.

Bahkan seandainya mereka telah mampu merasakan betapa nikmat cinta-Nya, maka mereka akan disibukkan perhatiannya oleh gejolak perasaan ini hingga menjadi pecinta yang menikmati asyiknya memadu kasih.

Mereka yang menjaga dan menghindarkan diri dari buaian syahwat dengan tujuan hanya mendekatkan diri pada Allah.

Wallohu A'lam Bishowab

Seseorang yang sedang belajar untuk mencintai-Nya

Inginnya Aku Mencintaimu Ya Rasulullah

Tak kenal maka tak sayang. Itu kata pepatah Melayu. Sedang orang Jawa bilang: Witing tresna jalaran saka kulina. Kedua ungkapan bijak itu jika diterjemahkan secara bebas bermakna hampir sama. Bahwa proses menuju cinta diawali dengan sesuatu yang bernama mengenal. Baik dalam arti kenal secara face to face, atau mengenal dalam arti sejarah hidup orang yang kita cintai.

Dulu, hampir-hampir saya tidak mengenal siapa nabi saya. Siapa Rasulullah SAW itu. Padahal saya muslim. Setiap shalat saya selalu baca shalawat. Ini memang sangat keterlaluan. Barangkali karena saya mengenal agama saya tidak begitu detail seperti kawan-kawan yang belajar di pesantren atau di sekolah khusus keagamaan.

Hingga, ketika teman saya -yang bekerja di toko kitab- itu memutar shalawat setiap saya ke sana, saya biasa-biasa saja dengan senandung itu.

Ketika tahun 90-an para mahasiswa mengejar-ngejar jurnalis dan pengarang Arswendo Atmowiloto, saya juga 'adem ayem' saja. Padahal alasan para mahasiswa waktu itu disebabkan pooling yang dilakukan majalah yang ia pimpin sangat menghina Muhammad SAW. Ia menempatkan Rasulullah di urutan yang kesebelas, persis satu tingkat di bawah nama Arswendo sendiri. Sedang di atas nama Rasulullah ada nama-nama Suharto, Tutut, Zainuddin MZ dan tokoh-tokoh orde baru lainnya.

Tak lama kemudian, setelah geger itu, dunia Islam juga di kejutkan oleh novel The Satanic Verses, karya Salman Rusydi. Novel yang ditulis pengarang Inggris kelahiran India itu juga dinilai sangat menghina Nabi kita. Sehingga pemimpin Republik Islam Iran waktu itu, Ayatullah Khomaini, menyediakan berjuta-juta dollar untuk siapa saja yang bisa menemukan Salman, baik dalam keadaan mati atau hidup. Pada saat itupun saya tenang-tenang saja. Tak ada reaksi apapun. Bahkan tak ada rasa apapun dalam diri saya. Seolah yang dihina adalah seorang manusia biasa.

Tapi suatu ketika, Allah memperkenankan saya bertemu seorang kawan. Kami berdiskusi soal keagamaan. Di ujung pembicaraan, ia menghina Muhammad SAW. Dada saya hampir meledak. Tangan saya hampir-hampir memukul muka kawan saya itu. Mulut saya ingin sekali berteriak. Namun, sayang saya tidak bisa atau tepatnya tidak punya argumentasi kuat untuk membela keberadaan Nabi saya. Karena pengetahuan saya tentang Muhammad begitu dangkal. Saya menyesal sekali. Sejak itulah saya mulai belajar keras untuk mengetahui dengan jelas dan benar siapa Muhammad SAW itu.

Sejak peristiwa itu saya rajin mendatangi kajian-kajian ke-Islaman di sebuah kampus kota saya. Sejak itu saya setiap pagi buta berjalan hampir tiga km untuk ikut mengaji di sebuah pesantren sebelah desa saya. Sejak itulah saya rajin silaturrahim kepada kawan-kawan saya yang aktif di kegiatan Islam kampus. Walau saya sendiri hanya sebagai pedagang kaki lima dan bukan mahasiswa.

Alhamdulillah, dari sanalah saya sedikit tahu sosok agung itu, yang Allah dan para malaikatNya saja bershalawat pada beliau. Figur seorang pemimpin yang ketika anaknya minta dicarikan pembantu rumah tangga, justru sang anak diberikan amalan agar selalu bertasbih, bertahmid dan bertakbir saja. Tokoh sederhana yang ketika ditawari emas sebesar gunung Uhud, justru memilih keluarga dan akhirat saja. Pemimpin para da'i yang ketika dilempari batu di Thaif membalasnya dengan melempar senyum dan mendoakan kebaikan. Sang 'Abid, yang dijamin masuk surga tanpa hisab, tapi masih berdiri kokoh di waktu malam untuk beribadah sampai kakinya bengkak-bengkak. Orang mulia, yang ketika mendekati ajal, yang beliau sebut-sebut bukanlah istri, anak atau keluarga lainnya, tapi justru umatnyalah yang beliau sebut-sebut.

Membaca itu semua, saya jadi teringat perkataan imam masjid di kampung saya dulu ketika mau mengajarkan sejarah nabi. Ia berkata: Mari kita belajar mengenal Nabi kita. Belajar megenal bagaimana tingkah laku pemimpin kita. Dengan mengenal itu semua, kita akan menjadi cinta pada beliau. Dan dengan demikan akan mudah untuk melaksanakan apa yang beliau contohkan.

Kalimat itu terngiang-ngiang kembali di telinga saya.

Cinta. Lagi-lagi karena alasan cinta mereka dengan ringan mampu berbuat sesuatu walaupun resikonya sangat tinggi. Karena cinta, mereka rela mengorbankan harta, tenaga, bahkan nyawa, demi sang kekasih yang dicintainya. Dan saya yakin cinta mereka-mereka yang telah mengenal Nabi itu bukanalah cinta buta. Tapi cinta yang dilandasi sesuatu keyakinan murni yang sangat kuat.

Kembali saya meraba diri sendiri. Setelah agak sedikit mengenal, apakah saya lantas dengan mudah mencintai sang Nabi?

Ya Allah, ternyata mencintai Nabi tak semudah mencintai orang tua, keluarga, atau tak semudah mencintai pasangan kita. Mencintai Nabi ternyata butuh konsekwensi diri yang luar biasa. Bahkan nabi sendiri, ketika ada seorang perempuan datang pada beliau, lantas perempuan itu mengungkapkan keinginannya untuk mencintai nabi setulus-tulusnya, Nabi justru balik bertanya. "Apakah sudah kau pikirkan dulu masak-masak? Sebab mencintai saya itu akan datang banyak cobaan. Dan datangnya cobaan itu seperti datangnya air bah," kata Nabi.

Berarti mencintai nabi tidaklah semudah yang diomongkan lidah. Dan saya sendiri, merasa masih sangat tertatih-tatih dalam menuju derajat cinta Rasul. Sebab mencintai Rasul itu berarti mencintai Allah juga. Dan seandainya boleh saya mengibaratkan, Allah dan Rasul adalah dua sisi mata uang. Yang satupun tak boleh dihilangkan.

Ya Rabbul Jalil, berilah saya kekuatan untuk mencintai Rasul dan mencintaiMu. Agar saya bisa dengan mudah melaksanakan apa yang Kau perintahkan dan menjauhi apa yang Kau larang.

Dan saat-saat ini saya seringkali bertanya pada diri sendiri, sudah sejauh manakah saya mencintai Rasulullah SAW?

Wallahu a'lam.

Renungan Sebelum Makan

Pada suatu kesempatan seorang Doktor menceritakan wejangannya dengan membawa para hadirin memikirkan sejenak tentang adab makan Rasulullah saw yang patut kita ambil hikmah. Berikut adalah antara intipati wejangannya secara ringkas:

1. Cara makan, kenapa kita gunakan tangan? Mengikut cara Rasulullah
S.A.W, beliau akan mencampurkan lauk dan nasi dengan tangan kanannya dan
kemudian membiarkan sebentar, lalu Rasullah saw akan mengambil
sedikit garam menggunakan jari kecilnya, lalu Rasullah saw akan menghisap garam itu. Kemudian barulah Rasulullah makan nasi dan lauknya.

Mengapa? Karena kedua belah tangan kita ada mengeluarkan 3 macam enzim,
tetapi konsentrasi di tangan kanan kurang sedikit dari yg kiri. Ini adalah
karena enzim yg ada di tangan kanan itu merupakan enzim yang dapat menolong proses penghadaman (digestion), ia merupakan the first process of digestion.

Mengapa menghisap garam? Kerana garam adalah sumber mineral dari tanah yg diperlukan oleh badan kita. Dua cecah garam dari jari kita itu adalah sama dgn satu liter air mineral.
Kita berasal dari tanah maka lumrahnya manusia berasal dari bumi (tanah) inilah yg paling berkhasiat untuk kita.
Kenapa garam? Selain dari sebab ia adalah sumber mineral, garam juga adalah penawar yang paling mujarab bagi keracunan, mengikut Dokter di hospital-hospital, the first line of treatment for poisoning adalah dengan memberi Sodium Chloride, iaitu GARAM. Garam juga dapat menghalang sihir dan makhluk-makhluk halus yang ingin menggangu manusia ( katanya sih...tapi saya tidak percaya dengan tahayul )

2. Cara Rasulullah mengunyah - Rasulullah akan mengunyah sebanyak 40 kali untuk membiarkan makanan itu betul-betul lumat agar perut kita senang memproses makanan itu.

3. Membaca Basmalah
(Bismillahirrahma Nirrahim). Membaca Basmalah sebelum makan untuk mengelakkan penyakit. Kerana bakteria dan racun ada membuat
perjanjian dengan Allah swt, apabila Basmalah dibaca maka bakteria dan racun akan musnah dari sumber makanan itu.

4. Cara Rasulullah minum :
Janganlah kita minum berdiri walaupun ia makruh tetapi ia makruh yang menghampiri kepada haram.
Jangan kita minum dari air yg besar dan kemungkinan orang lain juga akan meminum dari tempat yang sama, sehingga kita tidak memberi sisa air kita ke orang lain. Jangan bernafas sedang kita minum. Kerana apabila kita minum dari air yg
besar, lumrahnya kita akan meneguk air dan dalam proses minum itu, kita tentu akan bernafas dan menghembuskan nafas dari hidung kita. Karena apabila kita hembuskan nafas, kita akan mengeluarkan CO2 iaitu carbon dioxide, yang apabila bercampur dgn air H20, akan menjadi H2CO3, iaitu sama dengan cuka, menyebabkan minuman itu menjadi acid. Jangan meniup
air yg panas, sebabnya sama diatas. Cara minum, seteguk bernafas, seteguk bernafas sehingga habis.

Mengapa Islam menyuruh mencambuk 100 kali orang belum menikah yang berzina, dan merajam sehingga mati org yg sudah berkahwin yang berzina?

Badan manusia akan mengeluarkan sel-sel darah putih atau antibiotik yg dapat melawan penyakit.
Dan sel-sel ini terdapat di daerah tulang belakang, berdekatan dengan sum-sum tulang manusia.
Lelaki yang belum menikah dia akan dapat mengeluarkan beribu-ribu sel ini, manakala lelaki yang sudah menikah hanya dapat menghasilkan 10 unit sel ini sehari, karena sebabnya ialah, karena sel-sel lain akan hilang karena hubungan suami isteri.
Jadi apabila lelaki yang belum menikah didapati salah karena zina hendaklah dicambuk 100 kali.

Ini adalah karena apabila dia dicambuk di belakangnya, suatu hukuman tentang kesakitan itu akan membuatkan penghasilan beribu sel antibiotik yang dapat melawan virus HIV jika ia ada di badannya, dengan itu dapatlah antibiotik melawan virus HIV itu.

Tetapi jika lelaki itu sudah menikah,walaupun dicambuk 100 kali ia akan tetap menghasilkan 10 unit antibodi saja, jadi dengan itu hukumannya dirajam hingga mati agar dia tidak dapat
merebakkan virus HIV itu.
Itulah sedikit banyak inti wejangan yg disampaikan oleh Dr Jamnul Azhar.
Mudah-mudahan ini akan memberi manfaat pada anda sekalian.

Mangkuk Cantik,Madu dan Sehelai Rambut.

Rasulullah SAW, dengan sahabat-sahabatnya Abakar r.a., Umar r.a., Utsman r.a., dan 'Ali r.a., bertamu ke rumah Ali r.a.

Di rumah Ali r.a. istrinya Sayidatina Fathimah r.ha. putri Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut di dalam mangkuk itu.

Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).
Abubakar r.a. berkata, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".

Umar r.a. berkata, "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Utsman r.a. berkata, "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".
Ali r.a. berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Fatimah r.ha.berkata, "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang ber-purdah itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Rasulullah SAW berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Malaikat Jibril AS berkata, "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Allah SWT berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Begitulah kalimat-kalimat indah yang diucapkan, sebagai pelajaran bagi umat.

Mengapa Tak Mau Berdo'a?

Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin doa selepas sholat jamaah bersama isteri saya, apalagi didepan jamaah yang lain.

Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak. Tapi andaikata pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu mengerti segala macam bahasa. Jangan malu untuk berdoa dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Kalau anda hapal doa dalam bahasa arab, saya ucapkan alhamdulillah! Namun kalau anda lebih sreg berdoa dengan bahasa selain bahasa Arab, saya pun berucap alhamdulillah! Yang terpenting adalah kita masih mau berdoa. Kalimat terakhir ini mengundang pertanyaan, Mengapa sih kita harus berdoa?

Allah adalah Tuhan kita satu-satunya. Allah pun dalam Al-Quran mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (QS 112:2). Dalam surat al-Fatihah kita pun berseru, Iyyaka Nabudu wa Iyyaka Nastain (Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan). Karena itu, kalau ada orang yang mengaku bahwa Allah itu Tuhannya lalu ia tak mau berdoa maka pantas kalau kita sebut orang tersebut orang sombong. Bukankah Allah telah berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu (QS 40:60).

Betulkah setiap doa akan dikabulkan oleh Allah? Boleh jadi ada diantara kita yang telah berdoa sesuatu namun tak kita rasakan hasil dari doa tersebut. Pertama, harus disadari bahwa kita ini hamba sehingga tak berhak memaksa Allah. Kita yang membutuhkan Allah; bukan sebaliknya.

Kedua, Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Boleh jadi, sebuah doa yang kita minta bila dikabulkan oleh Allah justru ujung-ujungnya dapat menimbulkan kesulitan dalam hidup kita atau mungkin Allah punya ketentuan lain yang tak kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi Nuh berdoa agar anaknya diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak mengabulkannya dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdoa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. (QS 11: 47) Allah Maha Tahu, maka doa kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi ditunda waktunya, atau malah diganti dengan yang lebih baik. Wa Allahu Alam.

Ketiga, sudah seberapa jauh usaha kita untuk meminta dan memelas pada Allah. Nabi Zakariya sendiri telah puluhan tahun berdoa namun belum dikabulkan Allah. Tapi berbeda dengan kita yang cenderung tak sabar, Nabi Zakariya berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (QS 19:4)

Begitulah sikap kita seharusnya: jangan pernah kecewa dalam berdoa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Aku ini bagaimana persangkaan hambaKu saja... Maksudnya, kalau kita dalam berdoa belum-belum sudah beranggapan bahwa doa ini tak akan dikabulkan, yah begitulah jadinya. Insya Allah kita selalu berbaik sangka dan tak pernah kecewa dalam berdoa.

Dalam berdoa kita diminta untuk berharap-harap cemas (QS 21:90). Artinya, kita berharap doa kita akan dikabulkan, namun disisi lain kita juga cemas kalau-kalau doa ini tidak dikabulkan. Gabungan perasaan inilah yang menjadi etika dalam berdoa. Kita tidak terlalu yakin pasti akan dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika lainnya adalah kita disuruh berdoa dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut (QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdoa ini insya Allah hati kita akan tergetar dan seringkali tanpa sadar air mata menggantung di pelopak mata.

Pendek kata, berdoalah baik dalam keadaan sehat-sakit, suka-duka, kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring, pagi-siang-malam.......

Ketika Akal Berpikir,Imanpun Bertambah

"Fenomena alam adalah fakta, kenyataan, yang tunduk pada hukum hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul, kemudian ada keterlibatan siapa di balik fenomena tersebut?"

Salah satu ciri makhluk dikatakan hidup adalah bergerak, manusia disibukan oleh rutinitas masing masing. Secara visuil kita bisa membedakan keadaan manusia yang diam dan yang disibukan dengan kegiatan kegiatan. Kita ambil contoh orang yang duduk di rumah sambil berpikir dengan seorang pekerja lapangan atau olahragawan yang senantiasa melatih tubuhnya. Secara spontan, maka yang kita pikirkan adalah hasil dari usaha kedua orang tersebut. Lalu pernahkah anda berpikir mereka adalah dua makhluk hidup yang bergerak? lalu kenapa mereka bisa bergerak?

Secara ilmu hayat, tubuh manusia terdiri dari miliaran sel sel yang membentuk jaringan sel-sel, otot otot, tulang, organ tubuh dan sebagainya. Kalau ditinjau lebih seksama, maka ia memiliki karakter frekwensi getaran tersendiri, frekwensi dari tubuh seseorang merupakan kumpulan dari semua frekwensi sel sel pembentuk tubuhnya, sehingga orang yang bersangkutanpun ditentukan oleh keadaan sel-sel tubuhnya, selanjutnya di dalam setiap sel terdapat satu "unit pikiran" (mind stuff) yang secara kolektif akan membentuk pikiran orang tersebut.

Jadi, pikiran seseorang dipengaruhi langsung oleh keadaan sel sel ini. Sel-sel pembentuk tubuh ini terbuat sebagian besar oleh makanan yang kita makan. Begitupun ia juga tumbuh dan berkembang dari makan, udara dan air yang kita peroleh dari lingkungan kita, sel-sel dalam tubuh berusia 21-28 hari, sel yang mati diganti dengan sel yang baru terbentuk. Disini jelas dapat kita lihat bahwa makanan sangat mempengaruhi kondisi sel dalam tubuh kita yang berarti menentukan tingkat kesehatan tubuh dan pikiran.

Di atas secara ringkas penulis memaparkan keadaan tubuh yang disusun dari bagian-bagian yang sangat kecil dimana satu sama lain saling mempengaruhi dan saling mengisi. Ketika salah satu sel tidak berfungsi, maka akan menyebabkan kecacatan dalam tubuh dan menyebabkan keterbatasan dalam bergerak, dan seorang olahragawan tidak bisa menggerakan sebagian anggota badannya seperti biasa, berkurangnya kecepatan berfikir bahkan bisa menyebabkan gangguan jiwa ketika salah satu saraf otaknya terganggu atau tidak berfungsi lagi. Dalam hal ini, sengaja penulis mengambil tubuh sebagai contoh, karena pada dasarnya tubuh dimiliki setiap orang dan bisa secara langsung merasakan keadaannya masing masing, lain halnya ketika dibicarakan benda atau mahluk hidup di luar tubuh kita, akan sangat jarang sekali kita dapati orang yang memperhatikan keadaan di luar tubuhnya.

Tubuh merupakan salah satu contoh kecil dari fenomena alam, masih banyak fenomena yang belum terungkap di alam semesta ini. Dan sering kita dapatkan dalam al-Qur'an, ayat ayat yang mengungkap fenomena alam, sering pula Allah swt. mengingatkan manusia untuk selalu berpikir, merenungkan kekuasaan Allah swt. seperti �Falyanzhur al-Ins�nu Mimm� Khuliq� (QS. Al-Th�riq : 5), �Afal� Yanzhur�n� (QS. Al-Gh�syiyah : 17), �Am Khuliq� Min Ghairi Syai-in Am Hum al-Kh�liq�n� (QS. Al-Th�r : 35), yang semuanya itu Allah swt. tujukan kepada manusia sebagai hayawan al-n�tiq.

Pernahkah kita perhatikan seekor kucing yang dilempar dengan sebuah batu? kemudian apa yang kucing lihat? Batunya atau orang yang melemparnya? Fakta membuktikan bahwa kucing itu tidak melihat pada batunya tapi melihat kepada orang yang melempar batu itu. Begitu pula kita melihat kehidupan ini, kita hanya sering melihat benda-benda, makhluk-makhluk yang ada di sekitar atau musibah yang datang dan tidak pernah melihat siapa yang menciptakan kesemuanya tersebut.

Padahal, seharusnya kita melihat kepada siapa yang mendatangkan benda-benda, makhluk-makhluk dan musibah tersebut, karena ini akan lebih mudah dalam memahami keeksistensian Allah swt. Sekarang banyak para ilmuan yang membuktikan kebenaran al-Qur'an, seperti karya Harun Yahya dan yang lainnya, sebagai bendungan dari usaha kaum orientalis yang mencoba menghancurkan Islam melalui science dan sekaligus membuktikan kebenaran al Qur'an. Fenomena alam dan al Qur'an merupakan dua unsur yang Allah swt datangkan sebagai pengisi kehidupan manusia dan petunjuk dalam menjalani kehidupan, ketika fenomena datang maka al-Qur'an menjawabnya.

Setelah kita tahu kebenaran al Qur'an yang tidak diragukan lagi kebenarannya, apakah keimanan kita tidak bertambah?

Kehidupan yang Berarti

Berapa umur anda saat ini?
25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...
Berapa lama anda telah melalui kehidupan anda?
Berapa lama lagi sisa waktu anda untuk menjalani kehidupan?
Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktu untuk kita
bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai pelajar, sebagai
seorang profesional, dll.
Kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang
menjalani hidup. Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa. Pekerjaan
menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak buah yang
tidak memuaskan, dan banyak
problematika pekerjaan harus kita hadapi di kantor.
Tak terasa, siang menjemput..."Waktunya istirahat..makan-makan.." Perut
lapar, membuat manusia sulit berpikir. Otak serasa buntu. Pekerjaan menjadi
semakin berat untuk
diselesaikan. Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Panas betul hari
ini...
Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...Perut kenyang,
bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk. Aduh tapi pekerjaan
kok masih banyak yang belum selesai. Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus
bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...

Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai
menjemput. Lelah sekali hari ini. Sekarang jalanan macet. Kapan saya sampai
di rumah. Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket.
Nikmat nya air hangat saat mandi nanti. Segar segar...
Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, dan
ada yang berlarian mengejar bis kota bergegas ingin sampai di rumah.
Dinamis sekali kehidupan ini.
Waktunya makan malam tiba. Sang istri atau mungkin Ibu kita telah menyiapkan

makanan kesukaan kita. "Ohh..ada sop ayam"
. "Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali".
Suami memuji masakan istrinya, atau anak memuji masakan Ibunya. Itu juga kan

yang sering kita lakukan.

..Selesai makan, bersantai sambil nonton TV. Tak terasa heningnya malam
telah tiba. Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan
lelap. Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari
yang baru lagi.
Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang.
Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan.
Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak
ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum,
melakukan kegiatan rutin, tidur. Siang atau malam adalah sama.
Hanya rutinitas...sampai akhirnya maut menjemput.

Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas.
Sebagai manusia jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan.
Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk
orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang
yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua
kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang
arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang
Maha Kuasa ..
Kehidupan adalah ... dll.

Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.
Berapa tahun anda telah melalui kehidupan anda ?
Berapa tahun anda telah menjalani kehidupan rutinitas anda ?
Akankah sisa waktu anda sebelum ajal menjemput hanya anda korbankan untuk
sebuah rutinitas belaka ?

Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1
tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.
Hanya Tuhanlah yang tahu...
Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita.

Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita. Orang tua,
saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama......
Serta Tuhan yang setia menanti ucapan syukur dari bibir kita.

Bersyukurlah padaNYA setiap saat bahwa kita masih dipercayakan untuk
menjalani kehidupan ini. Buatlah hidup ini menjadi suatu ibadah.
Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas.

Satu Menit yang Amat Berharga

Kunci sukses ibu rumah tangga, pandai-pandai mengatur waktu antara kantor dan rumah tangga 24 jam bisa terasa panjang, bisa pula terasa pendek, tergantung bagaimana Anda memanfaatkannya. Seorang ibu yang memiliki empat oramg putra termasuk dua balita , dengan dibantu seorang pelayan, mampu menyelesaikan tugas-tugas cuci, masak, bersih-bersih rumah dan setrika setiap hari. Itu masih ditambah komunikasi mingguan dengan pihak sekolah dari ke-3 putranya, mengikuti kursus tajwid dan bahasa Arab, aktif di majelis ta'lim masjid kompleks, membaca satu hingga dua buku setiap bulannya, khatam al-Qur'an setidaknya sekali dalam sebulan, membuka internet setidaknya satu jam setiap hari, dan menjadi agen sebuah majalah dakwah untuk menambah penghasilannya.
Waktu yang dimiliki setiap ibu sama, 24 jam sehari. Namun hasil yang diperoleh bisa jauh berbeda. Anda pun dapat mengelola waktu dengan baik, jika Anda mempersiapkan rencana dengan baik pula. Bagaimana jika dimulai sekarang?

Pilah Memilah Waktu
Dalam rutinitas kehidupan sebuah keluarga, masing-masing memiliki beberapa jenis waktu spesifik yang bisa diprioritaskan untuk diklasifikasikan. Seorang ibu yang juga bekerja di luar rumah harus bisa membagi waktu dengan baik antara pekerjaan kantor dengan rumah. Ia selesaikan pekerjaan kantor tanpa membawanya ke rumah. Di manapun ia berada ia bisa mengontrol kegiatan anak-anak lewat hand phonenya. Di rumah, ia akan bermain bersama balitanya secara total selama sepuluh hingga lima belas menit, namun setelah itu ia akan serius mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Ibu yang lain tinggal bersama mertua yang sudah tua dan sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatan dan perhatian khusus, maka ia harus benar-benar membagi dengan baik waktu untuk mertua , suami dan untuk anak-anaknya. Ia banyak berbincang dengan mertua ketika anak-anak sedang sekolah, dan membimbing mertuanya untuk duduk di teras depan menikmati pemandangan luar. Sore hari ia harus menemani anak-anak belajar. Malam hari adalah waktu bersama keluarga di depan televisi, dan setelah anak-anak tidur ia akan menyediakan waktu satu jam untuk berdiskusi dengan suaminya.

Ada pula ibu yang sehari-hari ditinggal suaminya dinas di kota lain dan hanya pulang pada Sabtu dan Ahad. Maka dia meminta anak-anaknya untuk sebisa mungkin tidak membuat rencana kegiatan bersama teman-temannya pada Sabtu dan Ahad karena itu adalah waktu keluarga. Sebaliknya, Senin hingga Jum'at dipergunakan ibu untuk berbagai kegiatan sosial keagamaan untuk dirinya sendiri.

Secara umum pun, ibu bisa memilah pembagian waktu antara waktu untuk ibadah-ibadah maghdah dengan waktu untuk urusan duniawi. Dengan mengupayakan shalat tepat waktu, menyediakan waktu untuk shalat dhuha dan shalat lail, juga mengalokasikan beberapa puluh menit untuk membaca al- Qur'an
Bagaimana dengan model pengklasifikasian yang paling tepat untuk keluarga Anda? Tentukan prioritas pengklasifikasian waktu ini berdasar pengalaman rutinitas sehari-hari.

Semenitpun Berharga
Sekali waktu jadwal kegiatan itu dievaluasi. Bila merasa masih memiliki waktu luang pada sore hari, misalnya saat anak-anak menonton film anak di televisi, apa yang sebaiknya dilakukan? Sementara ia tetap berada di dekat putranya, mengingat film-film anak itupun masih memerlukan bantuan sensor dari orang tua. Maka memilih kegiatan membuat ketrampilan bisa menjadi solusinya. Membuat bunga dari pita, membuat tas dari manik-manik, menyulam kruistik, hingga membuat boneka, yang hasilnya bisa dijual ke tetangga kanan kiri untuk menambah penghasilan.

Bila Anda hanya memiliki waktu lima belas hingga tiga puluh menit sebelum Maghrib, ketika suami belum juga sampai di rumah, maka ia membaca beberapa buku bacaan untuk menghabiskan waktu, itu juga baik.

Jika kita bisa menghargai waktu, sesungguhnya semenit dalam sehari itu sangatlah berharga dan Anda akan bersyukur karena memiliki waktu luang walau hanya lima menit sehari. Misalnya kita memiliki wadah tertutup yang praktis, khusus untuk perangkat tas manik-maniknya yang bisa dengan mudah kita buka ataupun bereskan. Ketika menghadapi waktu luang walau hanya sepuluh menit, kita akan meneruskan rangkaian manik-maniknya itu. Dengan cara seperti ini kita bisa menyelesaikan sebuah tas dalam waktu lima hari tanpa harus menyediakan waktu khusus untuk itu. Manakala dalam sebulan kita mampu membuat enam buah tas dengan harga satuan seratus ribu rupiah, Anda bisa hitung pemasukannya yang lumayan hanya dengan cara memanfaatkan waktu-waktu sisanya.

Lima menit setiap hari ketika ibu menunggu adzan dhuhur tiba, dalam sebulan menjadi 150 menit atau 2,5 jam. Waktu sebanyak itu bisa Anda pergunakan untuk membaca habis sebuah buku, atau menghafal satu surah pendek al -Qur'an, atau membuat manik-manik tas maupun tempat tissue. Nah, dalam setahun, berapa nilai tambah itu akan semakin bertambah?

Jangan membuang semenit pun waktu luang yang ada dalam hidup Anda. Seandainya Anda harus merebahkan diri untuk beristirahatpun, manfaatkan untuk berzikir dengan nyaman!

Ingatlah pesan-pesan Rasulullah saw ini: "Pada setiap terbit fajar ada dua malaikat berseru :'Wahai anak Adam, aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan semua amalan kamu,oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya, karena aku tidak akan kembali lagi hingga hari Pengadilan'"(Hadis). Juga , "Rugilah barang siapa yang dalam dua hari hidupnya sama saja."

Sungai Penghapus Dosa

"Hendaklah kalian mengingat Tuhan kalian, dan shalatlah kalian di awal waktu. Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla melipatgandakan pahala kalian" (HR.Al-Thabrani)

Shalat adalah "komunikasi langsung" dengan sang Khaliq. Langsung karena tidak boleh "diwakilkan" oleh orang lain. Atau, tidak boleh digantikan oleh amalan apapun, karena ia sarana percakapan hamba dengan penciptanya.

Sungguh indah kehidupan seorang muslim dengan Tuhannya. Setiap hari, lima kali ia menghadap kepada-Nya. Belum lagi shalat-shalat tambahan (nawafil), seperti dhuha, witir, tahajjud, hajat, dan sebagainya. Saat itulah sang hamba memuji Tuhannya, mensucikan, memohon pertolongan, meminta rahmat, hidayah dan ampunan kepada-Nya.

Shalat, menurut Rasulullah SAW seperti sungai yang mengalir di depan pintu rumah seorang Muslim. Dari Abu Hurairah r.a.: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Bagaimana pendapat kalian seandainya di depan pintu seorang dari kalian terdapat sebuah sungai. Setiap hari ia mandi lima kali di dalamnya. Apakah masih ada kotoran yang melekat di tubuhnya?" Mereka menjawab, "Tidak ada!" Rasulullah berkata, "Itulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapus semua kesalahan." (Muttafaq 'Alaih).

Dari Jabir r.a.: Rasulullah saw bersabda, "Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang melimpah, yang mengalir di depan pintu rumah seorang dari kalian. Ia mandi di dalamnya setiap hari lima kali." (HR Muslim).

Subhanallah! Begitu pemurahnya Allah kepada kita. Dosa-dosa kita dihapus hanya dengan shalat lima waktu. Kesalahan kita berguguran di sungai "penghapus dosa". Tidak ada kenikmatan, selain kenikmatan bermunajat kepada Allah lewat shalat. Shalat dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai "permata hati" (qurah 'ain).

Dalam sebuah haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah berkata kepada Bilal, "Ya Bilal! Aqim al-shalah wa arihna biha (Hai Bilal! Dirikanlah shalat dan rehatkan kami dengannya). Bahkan akhir dari wasiat beliau adalah "shalat" (HR Ibnu Mâjah).

Pertanyaannya adalah: shalat yang bagaimanakah yang berfungsi sebagai "sungai penghapus dosa" itu?

Pertama, shalat yang senantiasa dilakukan di awal waktunya. Shalat inilah yang dicintai oleh Allah SWT. Hal ini dijelaskan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mas 'ud ra: Aku bertanya kepada Rasulullah s.a.w., "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab, "Shalat pada waktunya!" Aku bertanya lagi, "Lalu apa?" "Berbakti kepada kedua orangtua," jawab beliau. Lalu aku bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah" (Muttafaq 'Alaih).

Kedua, shalat yang khusyu'. Shalat yang khusyu' adalah shalat seorang Mukmin yang benar-benar mendapat "kesuksesan" dari Allah. Karena khusyu' dalam shalat adalah dambaan setiap Muslim yang mengerjakan shalat (mushallî). Meskpun khusyu' itu boleh dikatakan tidak merata alias relatif. Namun, berusaha untuk khusyu' dalam shalat adalah usaha yang sangat baik. Allah SWT berfirman, "Telah beruntunglah orang-orang yang berikan. (Yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (Qs. Al-Mu'minun: 1-2).

Tentunya untuk khusyu' ada kiat-kiat khusus di dalamnya. Di antaranya adalah dengan cara "memperbaiki cara berwudhu". Wudhu yang tidak sempurnya, akan menimbulkan rasa was-was dalam hati. Wudhu yang asal jadi hanya menyia-nyiakan air. Itulah mubadzir, dan mubadzir adalah perbuatan syaitan.

"Tidak seorang Muslim pun yang berwudhu, kemudian ia memperbagus wudhu'nya, lalu ia mendirikan shalat dua rakaat. Dengan dua rakaat itu ia benar-benar menghadapkan hatinya dan wajahnya, melainkan ia wajib memperoleh surga." (HR Muslim).

Rasulullah SAW bersabda, "Seburuk-buruk manusia adalah yang mencuri shalatnya." Mereka bertanya, "Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?" Beliau menjawab, "Ruku' dan sujudnya tidak sempurna"
(HR Ahmad). Inilah mungkin model shalat "patok ayam".

Selain itu, shalat yang khusyu' adalah "media" untuk menggapai ampunan Allah SWT. Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu dan memperbagus wudhu'nya. Kemudian ia shalat sebanyak dua rakaat atau empat rakaat, baik itu shalat wajib (maktûbah) atau selainnya (shalat sunnah), dimana ia ruku dan sujud dengan baik kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah mengampunkannya." (HR. Al-Thabrani).

Ketiga, shalat yang dilakukan dengan ikhlas. Amal adalah "jasad", dan ruhnya adalah "ikhlas". Shalat yang dilakukan dengan niat agar dilihat orang sebagai orang yang rajin shalat adalah shalat yang hanya menghabiskan energi. Dalam setiap ibadah, Allah senantiasa menganjurkan kita untuk "ikhlas" dan mengharap ridha dari-Nya. Shalat yang hanya sekedar "menggugurkan" kewajiban adalah shalat yang tidak banyak memberikan bekas dalam kehidupan.

Allah menjelaskan, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama..." (Qs. Al-Bayyinah: 5).

Insya Allah, shalat yang demikian adalah shalat yang diibaratkan oleh Rasulullah sebagai "sungai", sungai penghapus dosa, yang menghanyutkan kesalahan kita. Semoga shalat yang kita lakukan selama ini menjadi shalat yang benar-benar diterima oleh Allah SWT, sehingga dosa-dosa dan kesalahan kita "layak" untuk dihapus dan dihanyutkan.

Wallaahu a'lamu bi al-shawab.

Malam Seribu Bulan

Laylat al qadr secara harfiah diartikan malam penentuan atau malam kemuliaan. Secara metaforis disebut malam seribu bulan. Suatu malam permulaan Alquran diturunkan oleh Allah SWT. Peristiwa ini terjadi pada tahun 610 M. Ia merupakan satu di antara sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

Karena alasan itu, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan sangat dimuliakan. Surah Al Qadr menerangkan, ''Kemuliaan itu melebihi seribu bulan ... malam yang diliputi kedamaian hingga terbit fajar.''

Para mufasir sepakat bahwa kehebatan malam al qadr sama dengan beribadah seribu bulan lamanya. Malam itu penuh berkah dan bermakna. Suatu nilai yang amat tinggi dan mulia dibanding malam dan bulan lainnya. Lafaz al qadr sengaja diartikan dengan malam penentuan dengan merujuk pada kata dasar al qadr yang berarti ketentuan atau keputusan.

Karena pada malam itulah ditentukan dan diputuskan turunnya Alquran ke bumi. Bahkan, malam itu menjadi momentum yang amat menentukan bagi mereka yang dekat dan ingat kepada Allah SWT.

Mengapa dalam banyak terjemahan, laylat al qadr diartikan malam kemuliaan? Boleh jadi para ahli berpandangan bahwa karena pada malam itu Allah SWT akan menurunkan segala keberkahan dan kesejahteraan buat umat manusia. Malam itu pun dipastikan menjadi mulia dan tinggi nilainya.

Saking mulianya malam itu, sehingga Allah SWT menyebutnya sebagai lebih mulia dan tinggi kualitasnya dari seribu bulan. Perbandingan metaforis ini memperlihatkan kebesaran dan keagungan laylat al qadr itu. Boleh jadi pula lafaz laylat al qadr disebut sebagai malam kemuliaan merujuk pada penamaan Kitab Alquran itu sendiri sebagai Al Kitab Al Karim yang berarti bacaan mulia. Sehingga, setiap momentum yang berkaitan dengan Kitab Suci ini disebut-sebut sebagai momentum kemuliaan.

Malahan dalam kehidupan kita sehari-hari, tanpa sadar kita sering bertemu dengan situasi yang mulia (laylat al qadr) tersebut. Situasi mulia ini amatlah menentukan kehidupan seseorang, maka ia disebut-sebut sebagai malam penentuan. Pada hakikatnya kita sering bertemu momentum-momentum tak terduga tapi mampu mengubah dan menentukan seluruh perjalanan sejarah hidup kita sebagai anak manusia. Bisa jadi momentum seperti itu hanya datang sekali seumur hidup. Ada juga orang mendapatkan momentum yang amat menentukan itu beberapa kali.

Namun, yang jelas tidaklah setiap pengalaman hidup manusia selalu bertemu dengan momen-momen kemuliaan itu. Karena itulah, laylat al qadr menjadi istimewa dan bernilai amat personal. Sebagai manusia, ingin sekali di malam penentuan ini kita bisa memperoleh tempat mulia dalam pandangan Allah SWT.

Kemuliaan itu kita peroleh setelah kita berjuang keras menjadi insan yang muhsin dalam setiap amal usaha yang kita lakukan.

Impian semua orang untuk memperoleh laylat al qadr tentu saja mulia dan terhormat, karenanya harus diwujudkan dalam aktivitas ibadah yang juga mulia dan terhormat. Bila itu sudah kita lakukan, insya Allah impian kita untuk mendapatkan 'penentuan' kehidupan yang baik dan mulia dari Allah SWT menjadi kenyataan.

Infak vs. Zakat vs. Sedekah

"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al-Baqarah 2:195)

"Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Q.S.Al Hasyr 59:7)


Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (at-Taubah: 103, dan ar-Rum: 39).

Persyaratan harta yang wajib dizakatkan itu:
1. Harta itu dikuasai secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu, seperti hasil korupsi, kolusi, suap, atau perbuatan tercela lainnya, tidak sah dan tak akan diterima zakatnya. HR Muslim, Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat/sedekah dari harta yang ghulul (didapatkan dengan cara batil).

2. Harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, obligasi, dan lain sebagainya.

3. Telah mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Misalnya, untuk hasil pertanian telah mencapai jumlah 653 kg, emas/perak telah senilai 85 gram emas, perdagangan telah mencapai nilai 85 gram emas, peternakan sapi telah mencapai 30 ekor, dan sebagainya.

4. Telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungan nya untuk kelangsungan hidupnya.

5. Telah mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan tetapi, untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya (Q.S. Al-An'am: 141).

Perbedaan antara infak, zakat dan sedekah :
Infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu (8 asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua orangtua, anak yatim, dan sebagainya (Q.S. Al-Baqarah: 215).

Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang maupun sempit (Q.S Ali Imran: 134).

Pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang
bersifat non materiil.

HR Muslim dari Abu Dzar, Rasulullah menyatakan bahwa jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir, tahmid, tahlil, berhubungan suami-isteri, dan melakukan
kegiatan amar ma'ruf nahi munkar adalah sedekah.

Seringkali kata-kata sedekah dipergunakan dalam Al Qur'an, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat, (Q.S At-Taubah: 60 dan 103).

Jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak atau bersedekah.

Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa (al-Baqarah: 3 dan Ali Imran: 134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh imannya (al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang mengharapkan keuntungan abadi (al-Faathir: 29). Berinfak akan melipatgandakan pahala di sisi Allah (al-Baqarah: 262).

"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al Qur'an, (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Q.S.Al An'am 6: 55)

Berpenampilan Muslimah Yang Gaul dan Syar'i...

Setelah sempat dilecehkan, akhirnya busana muslimah diterima di tengah masyarakat kita. Bahkan busana jenis ini, kemudian menjadi trend yang terus berkembang. Tidak lagi sulit menemukan wanita yang mengenakan busana muslimah lengkap dengan kerudung yang menutupi auratnya. Beragam mode, corak dan warna busana muslimah begitu indah dipandang mata. Berbagai pasar dan pusat perbelanjaan yang merupakan mata rantai dari busana jenis ini, juga menyediakan keleluasaan memilih bagi para muslimah, dengan begitu banyak mode yang mereka tawarkan.

Aneka pilihan busana muslimah membuka jalan bagi para muslimah untuk tampil lebih gaya. Tentunya bukan gaya yang berlebihan dan berkonotasi negatif.Namun, langkah seorang muslim dan muslimah harus seiring sejalan dengan tuntunan al Qur'an dan hadist yang sangat mulia. Jadi tidak sekedar tampil gaya, kita pun harus memperhatikan busana dan cara berbusana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam berbusana muslimah adalah:

1. Menutupi seluruh tubuh, selain yang dikecualikan.
Pendapat ulama yang paling kuat tentang bagian tubuh yang dikecualikan dan boleh terlihat adalah muka dan telapak tangan.

2. Memakai kerudung sampai dada Ketentuan ini merujuk pada al Qur'an surat An Nuur ayat 31, "Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung hingga ke dadanya." Ketentuan ini juga ada pada surat al Ahzab ayat 59, "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh."

Dengan demikian kriteria kerudung yang sesuai dengan ayat-ayat di atas adalah yang menutup rambut, leher sampai ke dada. Bukan yang hanya menutup rambut atau sampai leher saja.

3. Tidak tipis sehingga terlihat kulit dan bayangan tubuh dibaliknya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah pernah memberi Usamah bin Zaid Qubthiyyah (pakaian dari katun yang tipis) yang kasar. Tetapi Usamah tidak memakai dan ia memberikan pada istrinya. Nabi SAW bersabda, "Suruhlah ia memakai rangkapan (puring) didalamnya, agar tidak terlihat lekuk-lekuk tulangnya."

4. Tidak ketat sehingga tergambar jelas bentuk tubuhnya.
Busana ketat walau tidak tipis akan memperlihatkan lekuk tubuh wanita, misalnya bentuk pinggul, dada, bokong dan sebagainya. Meskipun berpakaian dan menutup rambut, sebenarnya ia tetap saja telanjang. Busana mode ini akan lebih membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan wanita yang mengenakan busana seperti ini kelak tidak akan masuk surga bahkan mencium bau surga pun tidak bisa.

5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah dalam buku kebebasan wanita (jilid IV) yang dimaksud adalah larangan menyerupai laki-laki secara keseluruhan. Bukan hanya kesamaan dalam satu potongan pakaian saja misalnya celana panjang yang bisa dikenakan oleh pria atau wanita. Agar tidak membentuk tubuh, sebaiknya celana tersebut berpipa lebar dilengkapai dengan stelan baju yang agak panjang.

6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir Masih menurut Abu Syuqqah, prinsip nomor 5 di atas juga bisa dipakai. Yang terlarang adalah menyerupai secara keseluruhan, misalnya busana muslimah yang menyerupai biarawati.

7. Tidak dimaksudkan untuk pamer atau menarik perhatian laki-laki.
Wangi parfum yang berlebihan dan gaya berjalan yang dibuat-buat dapat menarik perhatian laki-laki dan bisa menimbulkan fantasi seronok. Karenanya harus dihindari, agar tujuan memakai busana muslimah untuk melindungi muslimah itu sendiri. Prinsip kesederhanaannya tercakup disini, maksudnya harus dihindari gaya busana dan hiasan yang berlebihan supaya tidak menarik perhatian yang tidak semestinya. (Sumber: Majalah Ummi edisi spesial Oktober-Desember 2005/1426 H)

Wahai ukhtiku yang dirahmati Allah, marilah kita memperbaiki penampilan diri kita, menjadi wanita muslimah yang selalu diridhai Allah karena pakaian takwa adaalah pakaian yang sempurna, Let's go menjadi bidadari dunia yang dapat membuat bidadari syurga cemburu. Segerakan untuk merubah pakaian jahiliyah yang selama ini kita banggakan karena tahukah kita bahwa pada waktu Rasulullah Saw melaksanakan isra' mi'raj pada waktu beliau melewati neraka kebanyakan didalamnya adalah"Wanita yang berpakaian tapi telanjang" Na'uzubillahi mindzalik, semoga Allah selalu melindungi kita ukhtiku, dan wanita yang memakai pakaian yang takwa tidak akan dijilat tubuhnya oleh api neraka yang sangat....100Mx panasnya.

Ikhwan GANTENG, Partner Sejati Akhwat?

Alangkah indahnya Islam. Kedudukan manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari gendernya. Ini adalah strata terbuka sehingga siapa saja berpeluang untuk memasuki strata taqwa.

Ikhwan dan akhwat adalah dua makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbeda. Ikhwan, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan rasionalitasnya karena ia adalah pemimpin bagi kaum hawa. Akhwat, sebagaimana ia, memang diciptakan lebih dominan sensitivitas perasaannya karena ia akan menjadi ibu dari anak-anaknya.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9: 71)

Di lapangan, ikhwan dan akhwat harus menjaga hijab satu sama lain, namun tentu bukan berarti harus memutuskan hubungan, karena dalam da’wah, ikhwan dan akhwat adalah seperti satu bangunan yang kokoh, yang sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Belakangan ini menjadi sebuah fenomena baru di berbagai LDK kampus tentang sedikit ‘konfrontasi’ ikhwan dengan akhwat. Tepatnya, tentang kurang cepat tanggapnya da’wah para ikhwan yang notabene adalah partner da’wah dari akhwat.

Patut menjadi catatan, mengapa ADK akhwat selalu lebih banyak dari ADK ikhwan. Walau belum ada penelitian, tetapi bila melihat data kader, pun data massa dimana jumlah akhwat selalu dua sampai tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan ikhwan, maka dapat diindikasikan bahwa ghirah, militansi dan keagresifan berda’wah akhwat, lebih unggul. Meski memang hidayah itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tentu kita tak dapat mengabaikan proses ikhtiar.

Akhwat Militan, Perkasa dan Mandiri? Sejak kapankah adanya istilah Akhwat militan, perkasa dan mandiri ini? Berdasarkan dialog-dialog yang penulis telaah di lapangan, dan di beberapa LDK, ternyata hampir semua akhwat memiliki permasalahan yang sama, yaitu tentang kurang cepat tanggapnya ikhwan dalam menghadapi tribulasi da’wah. Bahkan ada sebuah rohis yang memang secara turun temurun, kader-kader akhwatnya terbiasa mandiri dan militan. Mengapa? Karena sebagian besar ikhwan dianggap kurang bisa diandalkan. Dan ada pula sebuah masjid kampus di Indonesia yang hampir semua agenda da’wahnya digerakkan oleh para akhwat. Entah hilang kemanakah para ikhwan.

Akibat seringnya menghadapi ikhwan semacam ini, yang mungkin karena sangat gemasnya, penulis pernah mendengar doa seorang akhwat, “Ya Allah…, semoga nanti kalau punya suami, jangan yang seperti itu… (tidak cepat tanggap–red),” ujarnya sedih. Nah!

Ikhwan GANTENG
Lantas bagaimanakah seharusnya ikhwan selaku partner da’wah akhwat? Setidaknya ada tujuh point yang patut kita jadikan catatan dan tanamkan dalam kaderisasi pembinaan ADK, yaitu GANTENG (Gesit, Atensi, No reason, Tanggap, Empati, Nahkoda, Gentle). Beberapa kisah tentang ikhwan yang tidak GANTENG, akan dipaparkan pula di bawah ini.

(G) Gesit dalam da’wah
Da’wah selalu berubah dan membutuhkan kegesitan atau gerak cepat dari para aktivisnya. Ada sebuah kisah tentang poin ini. Dua orang akhwat menyampaikan pesan kepada si fulan agar memanggil ikhwan B dari masjid untuk rapat mendesak. Sudah bisa ditebak…, tunggu punya tunggu…, ikhwan B tak kunjung keluar dari masjid. Para akhwat menjadi gemas dan menyampaikan pesan lagi agar si fulan memanggil ikhwan C saja. Mengapa? Karena ikhwan C ini memang dikenal gesit dalam berda’wah. Benar saja, tak sampai 30 detik, ikhwan C segera keluar dari masjid dan menemui para akhwat. Mobilitas yang tinggi.

(A) Atensi pada jundi
Perhatian di sini adalah perhatian ukhuwah secara umum. Contoh kisah bahwa ikhwan kurang dalam atensi adalah ketika ada rombongan ikhwan dan akhwat sedang melakukan perjalanan bersama dengan berjalan kaki. Para ikhwan berjalan di depan dengan tanpa melihat keadaan akhwat sedikitpun, hingga mereka menghilang di tikungan jalan. Para akhwat kelimpungan.., nih ikhwan pada kemana? “Duh.., ikhwan ngga’ liat-liat ke belakang apa ya?” Ternyata para ikhwan berjalan jauh di depan, meninggalkan para akhwat yang sudah kelelahan.

(N) No reason, demi menolong
Kerap kali, para akhwat meminta bantuan ikhwan karena ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh akhwat. Tidak banyak beralasan dalam menolong adalah poin ketiga yang harus dimiliki oleh aktivis. Contoh kisah kurangnya sifat menolong adalah saat ada acara buka puasa bersama anak yatim. Panitia sibuk mempersiapkannya. Untuk divisi akhwat, membantu antar departemen dan antar sie adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan. Para akhwat ini kemudian meminta tolong seorang ikhwan untuk memasang spanduk. “Afwan ya…, amanah ane di panitia kan cuma mindahin karpet ini…,” jawab sang ikhwan sambil berlalu begitu saja karena menganggap tugas itu bukanlah amanahnya.

(T) Tanggap dengan masalah
Permasalahan da’wah di lapangan semakin kompleks, sehingga membutuhkan aktivis yang tanggap dan bisa membaca situasi. Sebuah kisah, adanya muslimah yang akan murtad akibat kristenisasi di sebuah kampus. Aktivis akhwat yang mengetahui hal ini, menceritakannya pada seorang ikhwan yang ternyata adalah qiyadahnya. Sang ikhwan ini dengan tanggap segera merespon dan menghubungi ikhwan yang lainnya untuk melakukan tindakan pencegahan pemurtadan.

Kisah di atas, tentu contoh ikhwan yang tanggap. Lain halnya dengan kisah ini. Di sebuah perjalanan, para akhwat memiliki hajat untuk mengunjungi sebuah lokasi. Mereka kemudian menyampaikannya kepada ikhwan yang notabene adalah sang qiyadah. Sambil mengangguk-angguk, sang ikhwan menjawab, “Mmmm….” “Lho… terus gimana? Kok cuma “mmmmm”…” tanya para akhwat bingung. Sama sekali tidak ada reaksi dari sang ikhwan. “Aduh… gimana sih….” Para akhwat menjadi senewen.

(E) Empati
Merasakan apa yang dirasakan oleh jundi. Kegelisahan para akhwat ini seringkali tercermin dari wajah, dan lebih jelas lagi adalah dari kata-kata. Maka sebaiknya para ikhwan ini mampu menangkap kegelisahan jundi-jundinya dan segera memberikan solusi.

Contoh kisah tentang kurang empatinya ikhwan adalah dalam sebuah perjalanan luar kota dengan menaiki bis. Saat telah tiba di tempat, ikhwan-akhwat yang berjumlah lima belas orang ini segera turun dari bis. Dan bis itu melaju kembali. Para akhwat sesaat saling berpandangan karena baru menyadari bahwa mereka kekurangan satu personel akhwat, alias, tertinggal di bis! Sontak saja para akhwat ini dengan panik, berlari dan mengejar bis. Tetapi tidak demikian halnya dengan ikhwan, mereka hanya berdiri di tempat dan dengan tenang berkata, “Nanti juga balik lagi akhwatnya.”

(N) Nahkoda yang handal
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Ia adalah nahkoda kapal. Lantas bagaimanakah bila sang nahkoda tak bergerak? Alkisah, tentang baru terbentuknya kepengurusan rohis. Tunggu punya tunggu…, hari berganti hari, minggu berganti minggu, ternyata para ikhwan yang notanebe adalah para ketua departemen, tak kunjung menghubungi akhwat. Akhirnya, karena sudah “gatal” ingin segera gerak cepat beraksi dalam da’wah, para akhwat berinisiatif untuk “menggedor” ikhwan, menghubungi dan menanyakan kapan akan diadakan rapat rutin koordinasi.

(G) Gentle
Bersikap jantan atau gentle, sudah seharusnya dimiliki oleh kaum Adam, apatah lagi aktivis. Tentu sebagai Jundullah (Tentara Allah) keberaniannya adalah di atas rata-rata manusia pada umumnya. Namun tidak tercermin demikian pada kisah ini. Sebuah kisah perjalanan rihlah. Rombongan ikhwan dan akhwat ada dalam satu bis. Ikhwan di depan dan akhwat di belakang. Beberapa akhwat sudah setengah mengantuk dalam perjalanan. Tiba-tiba bis berhenti dan mengeluarkan asap. Para ikhwan segera berhamburan keluar dari bis. Tinggallah para akhwat di dalam bis yang kelimpungan. “Ada apa nih?” tanya para akhwat. Saat para akhwat menyadari adanya asap, barulah mereka ikut berhamburan keluar. “Kok ikhwan ninggalin gitu aja…” ujar seorang akhwat dengan kecewa.

Penutup
Fenomena ketidak-GANTENG-an ikhwan ini, akan dapat berpengaruh pada kinerja da’wah. Ikhwan dan akhwat adalah partner da’wah yang senantiasa harus saling berkoordinasi. Masing-masing ikhwan dan akhwat memang mempunyai kesibukannya sendiri, namun ikhwan dilebihkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sebagai pemimpin. Sehingga wajar saja bila yang dipimpin terkadang mengandalkan dan mengharapkan sang qawwam ini bisa jauh lebih gesit dalam berda’wah (G), perhatian kepada jundinya (A), tidak banyak alasan dalam menolong (N), tanggap dalam masalah (T), empati pada jundi (E), menjadi nahkoda yang handal (N) dan mampu memberikan perlindungan (G). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kaum laki-laki adalah pemimpin (qawwam) bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)..." (QS. An-Nisa':34).

Kita harapkan, semoga semakin banyak lagi ikhwan-ikhwan GANTENG yang menjadi qiyadah sekaligus partner akhwat. Senantiasa berkoordinasi. Ukhuwah di dunia, dan di akhirat. Amiin.

Senangkan Orang Tua Semasa Hidup!

Usia ayah telah mencapai 70 tahun, namun tubuhnya masih kuat. Dia mampu mengendarai sepeda ke pasar yang jauhnya lebih kurang 2 kilometer untuk belanja keperluan sehari-hari. Sejak meninggalnya ibu pada 6 tahun lalu, ayah sendirian di kampung. Oleh karena itu kami kakak-beradik 5 orang bergiliran menjenguknya.

Kami semua sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari kampung halaman di Teluk Intan. Sebagai anak sulung, saya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Setiap kali saya menjenguknya, setiap kali itulah istri saya mengajaknya tinggal bersama kami di Kuala Lumpur.

"Nggak usah. lain kali saja.!"jawab ayah. Jawaban itu yang selalu diberikan kepada kami saat mengajaknya pindah. Kadang-kadang ayah mengalah dan mau menginap bersama kami, namun 2 hari kemudian dia minta diantar balik. Ada-ada saja alasannya.

Suatu hari Januari lalu, ayah mau ikut saya ke Kuala Lumpur. Kebetulan sekolah masih libur, maka anak-anak saya sering bermain dan bersenda-gurau dengan kakek mereka. Memasuki hari ketiga, ia mulai minta pulang. Seperti biasa, ada-ada saja alasan yang diberikannya. "Saya sibuk, ayah. tak boleh ambil cuti. Tunggulah sebentar lagi. akhir minggu ini saya akan antar ayah," balas saya. Anak-anak saya ikut membujuk kakek mereka. "Biarlah ayah pulang sendiri jika kamu sibuk. Tolong belikan tiket bus saja yah." katanya yang membuat saya bertambah kesal. Memang ayah pernah berkali-kali pulang naik bus sendirian.

"Nggak usah saja yah." bujuk saya saat makan malam. Ayah diam dan lalu masuk ke kamar bersama cucu-cucunya. Esok paginya saat saya hendak berangkat ke kantor, ayah sekali lagi minta saya untuk membelikannya tiket bus. "Ayah ini benar-benar nggak mau mengerti yah. saya sedang sibuk, sibuuukkkk!!!" balas saya terus keluar menghidupkan mobil.

Saya tinggalkan ayah terdiam di muka pintu. Sedih hati saya melihat mukanya. Di dalam mobil, istri saya lalu berkata, "Mengapa bersikap kasar kepada ayah? Bicaralah baik-baik! Kasihan khan dia.!" Saya terus membisu.

Sebelum istri saya turun setibanya di kantor, dia berpesan agar saya penuhi permintaan ayah. "Jangan lupa, Pa.. belikan tiket buat ayah," katanya singkat. Di kantor saya termenung cukup lama. Lalu saya meminta ijin untuk keluar kantor membeli tiket bus buat ayah.

Pk. 11.00 pagi saya tiba di rumah dan minta ayah untuk bersiap. "Bus berangkat pk. 14.00," kata saya singkat. Saya memang saat itu bersikap agak kasar karena didorong rasa marah akibat sikap keras kepala ayah. Ayah tanpa banyak bicara lalu segera berbenah. Dia masukkan baju-bajunya kedalam tas dan kami berangkat. Selama dalam perjalanan, kami tak berbicara sepatah kata pun.

Saat itu ayah tahu bahwa saya sedang marah. Ia pun enggan menyapa saya.! Setibanya di stasiun, saya lalu mengantarnya ke bus. Setelah itu saya Pamit dan terus turun dari bus. Ayah tidak mau melihat saya, matanya memandang keluar jendela. Setelah bus berangkat, saya lalu kembali ke mobil. Saat melewati halaman stasiun, saya melihat tumpukan kue pisang di atas meja dagangan dekat stasiun. Langkah saya lalu terhenti dan teringat ayah yang sangat menyukai kue itu. Setiap kali ia pulang ke kampung, ia selalu minta dibelikan kue itu. Tapi hari itu ayah tidak minta apa pun.

Saya lalu segera pulang. Tiba di rumah, perasaan menjadi tak menentu. Ingat pekerjaan di kantor, ingat ayah yang sedang dalam perjalanan, ingat Istri yang berada di kantornya. Malam itu sekali lagi saya mempertahankan ego saya saat istri meminta saya menelpon ayah di kampung seperti yang biasa saya lakukan setiap kali ayah pulang dengan bus. Malam berikutnya, istri bertanya lagi apakah ayah sudah saya hubungi. "Nggak mungkin belum tiba," jawab saya sambil meninggikan suara.

Dini hari itu, saya menerima telepon dari rumah sakit Teluk Intan. "Ayah sudah tiada." kata sepupu saya disana. "Beliau meninggal 5 menit yang lalu setelah mengalami sesak nafas saat Maghrib tadi." Ia lalu meminta saya agar segera pulang. Saya lalu jatuh terduduk di lantai dengan gagang telepon masih di tangan. Istri lalu segera datang dan bertanya, "Ada apa, bang?" Saya hanya menggeleng-geleng dan setelah agak lama baru bisa berkata, "Ayah sudah tiada!!"

Setibanya di kampung, saya tak henti-hentinya menangis. Barulah saat Itu saya sadar betapa berharganya seorang ayah dalam hidup ini. Kue pisang, kata-kata saya kepada ayah, sikapnya sewaktu di rumah, kata-kata istri mengenai ayah silih berganti menyerbu pikiran.

Hanya Tuhan yang tahu betapa luluhnya hati saya jika teringat hal itu. Saya sangat merasa kehilangan ayah yang pernah menjadi tempat saya mencurahkan perasaan, seorang teman yang sangat pengertian dan ayah yang sangat mengerti akan anak-anaknya. Mengapa saya tidak dapat merasakan perasaan seorang tua yang merindukan belaian kasih sayang anak-anaknya sebelum meninggalkannya buat selama-lamanya.

Sekarang 5 tahun telah berlalu. Setiap kali pulang ke kampung, hati saya bagai terobek-robek saat memandang nisan di atas pusara ayah. Saya tidak dapat menahan air mata jika teringat semua peristiwa pada saat-saat akhir saya bersamanya. Saya merasa sangat bersalah dan tidak dapat memaafkan diri ini.

Benar kata orang, kalau hendak berbakti sebaiknya sewaktu ayah dan ibu masih hidup. Jika sudah tiada, menangis airmata darah sekalipun tidak berarti lagi.

Kepada pembaca yang masih memiliki orangtua, jagalah perasaan mereka.
Kasihilah mereka sebagaimana mereka merawat kita sewaktu kecil dulu.

Mampukah Aku Ya Rabb

Pagi ini, kembali aku terpekur dengan kesepianku
Kesepian? Barangkali aneh, karena aku memiliki seorang anak yang lucu, suami yang baik, adik-adik yang baik, seorang Ibu yang mencintaiku, tapi masih juga aku merasa kesepian.

Ah, barangkali aku terlalu rakus menikmati dunia ini
Hingga jarang ucap syukur keluar dari mulutku
Yang ada hanya keluh dan kesah tanpa melihat betapa kenikmatan itu telah banyak aku rengkuh

Ya Allah, izinkan aku memohon kepada-Mu ya Rabb
Ampunkan aku ya Kudus, setiap detikku selalu ada perbuatan makisat yang entah kusengaja atau tidak

Pagi bangun tidur aku melakukan aktivitas rutin. Bangun pagi (walau kadang-kadang malas), ngeloyor ke dapur dengan setengah sadar, kuambil cerek (tempat rebus air minum) dan kutuang air, kuputar tombol kompor gas, kusiapkan tiga cangkir bersih yang kutaruh teh celup di dalamnya.

Sambil menunggu air mendidih aku mandi dan selesai mandi kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaan pertamamku, menuang air ke cangkir dilanjutkan menuang air untuk mandi suamiku tercinta. Mengambil handuk adalah tugas berikutnya yang aku lakukan dan membangunkan sang raja (saya suka memakai istilah ini karena saya begitu mencitai suami) dari peraduannya untuk segera membasuh sekujur tubuhnya, sementara suami ke kamar mandi, aku menyempatkan diri untuk menghadap Illahi, Rabb, Tuhan yang memiliki hidupku. Tidak lama, hanya sekitar 3 sampai 5 menit.

Ya, Allah..
Ampunkan hamba ya Rabbi, yang hanya menyisihkan sedikit waktuku untuk-Mu
Dari sejak mata ini terbuka saat bangun pagi
Sampai mata ini harus terpejam lagi untuk mengambil jatah istirahatku
Rasanya lebih banyak maksiat yang kulakukan dari pada mengingat Engkau ya Allah

Sambil bersiap berangkat kerja, televisi pun sudah mulai ditonton, apa yang ditonton? Lebih banyak hiburan-hiburan yang menonjolkan aurat, lebih banyak pandangan-pandangan indah yang mengarah ke jalan kemaksiatan, suguhan sarapan pagiku bukan suguhan yang menambah Iman dan Islam, tetapi jauh mengarah untuk meninggalkan akidah. Sungguh pintar para pelaku bisnis di bidang pertelevisian, mereka menjeratku dan keluarga bahkan keluarga-keluarga yang lain dengan santapan yang tidak disadari akan menjauhkan kita dari akidah, hal-hal yang menuntun kita untuk mengikuti kehendak setan.
Lagi-lagi dada yang terbuka, kepala perempuan gundul plontos, paha-paha yang sengaja dipamerkan, pantat yang sengaja ditonjolkan, Astagfirullah..

Ya Allah ampunkan mata ini yang dengan sengaja menikmati hal-hal yang bukan hak kami, mohon ampun ya Rabbi.
Ya Allah, gerakkan hati kami untuk mencari tontonan yang mengajarkan kebaikan kepada kami, yang meneguhkan hati dan iman kami, gerakkan hati kami ya Allah, ampuni mata kami yang dengan liar menikmati tontonan maksiat itu ya Rabbi

Tidak sadar, jam didinding telah menunjukkan pukul 06.00, saat dimana aku dan suamiku harus segera beranjak dari nikmatinya tontonan maksiat itu dan segera pergi ke tempat kerja, untuk menyambung hidup keluarga dan anakku tercinta. Setelah sebentar menggendong si buah hati dan menciumnya secara bergantian, aku dan suamikupun beranjak pergi, dengan mengucapkan Assalamu'alaikum dan da..da..buat si kecil.

Setelah beberapa meter dari rumah, Astagfiruulah.. Ya allah, aku lupa menyebut nama-Mu untuk mengawali hariku pun tidak terucapkan doa saat aku harus pergi! Ampunkan kealpaanku ya Rabbi, ampun keteledoranku ya Kudus, ampuni kami yang sombong dan terlalu mengejar dunia.

Setelah ingat aku baca doa sambil jalan bergegas, ya Allah.aku lupa lagi, tidak meniatkan kepergianku untuk beribadah kepada-Mu ya Allah. Hanya rutinitas, rutinitas dan rutinitas, lupa lagi lupa lagi, selalu dan selalu, ampunkan kami ya Allah, janganlah Engkau bosan menegur kami ya Kudus, ya Rahman ya Rahim..

Kuniatkan aku bekerja untuk mencari nafkah terlebih untuk beribadah kepada Allah sekedar membantu suami untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan mencari karir atau popularitas diri. Setelah sampai di kantor, aku langsung menarik kursiku, kududuki dan ya Allah. aku lupa lagi!!!

Ya Allah.aku tidak mengucapkan syukur Alhamdulillah sementara
Engkau telah mengantarku sampai dikantor dengan selamat, ampun lagi ya Rabb. Walau terlambat kusebut juga nama-Mu ya Allah, terlambat.dan selalu terlambat.

Rutinitas kerja membuat aku harus konsentrasi sampai sering melupakan-Mu ya Rabb. Bahkan dalam bekerja sering emosi meletup-letup hanya masalah sepele saja, tak pernah terpikir olehku secara sadar bahwa kerjaku sesungguhnya hanya pantas untuk mengharapkan keridhoan-Mu. Kadang, selain urusan kantor juga urusan rumah tangga yang sebenarnya tidak perlu aku sikapi dengan emosi tinggi, tapi karena kebodohanku secara tidak sadar aku sering menyelesaikan masalah rumah tanggaku dengan emosi dan amarah.

Bahkan sering menyakiti hati suamiku yang seharusnya aku patuhi setelah aku mematuhi-Mu ya Allah. maafkan aku suamiku, pembimbing hidup, ampunkan aku ya Rabb, selalu dan selalu tidak pernah menyadari bahwa hidupku hanya pantas mengharapkan ridho'-Mu karena segalanya adalah milik-Mu.

Tiba-tiba bunyi bel tanda istirahat siang sudah dimulai, tepat jam 12.00 security selalu mengingatkan kami, tapi...kenapa tak dengar suara adzan ya???
Ya Allah.aku lupa lagi, bukan bergegas menuju mushola untuk sejenak mengingat-Mu, tapi malah asyik masyuk dengan game di komputerku.
Bentar lagi ah.bisik hatiku.lagi seru nih..walau perut keroncongan tetap saja nekat main game. Tak sadar bel sudah bunyi lagi, belum sholat?? Belum makan? Sebentar lagi bos datang ngajak meeting? Ya Allah mana dulu nih????? Daripada sholat dulu tapi perut lapar, sholat gak kusyuk, makan dulu ah.pikirku begitu.

Selesai makan.aduh kenyang banget..ya Allah.aku lupa lagi tidak menyebut asma-Mu saat suap demi suap mulai masuk ke dalam mulutku, bahkan sampai akhir pun lupa tidak kuucap Alhamdulillah.ampun aku ya Allah.aku lupa lagi. Bergegas, akhirnya aku sholat juga, walau hanya sebentar dan tidak kusyuk karena sudah terbayang sederet problem yang akan dibahas di dalam forum meeting.

Masuk ruang meeting, ternyata sampai habis sholat ashar baru selesai, sholatku telat lagi ya Allah..sebentar lagi jam setengah enam, menjelang maghrib. Ah.aku harus bergegas pulang karena buah hatiku sudah menanti, pun tidak ingin dianggap tidak memperhatikan suami dan anak karena terlalu sering pulang telat.

Nekat kukejar bis yang melaju agak perlahan dan ups.lompat aku bisa juga nyangkut dipinggir pintu bis penuh sesak, berdiri...tak apalah yang penting cepet sampai rumah walau keringat bercucuran.

Ya Allah.maghribku hilang...di atas jalan tol di bis yang penuh sesak, ah siapa tahu masih dapat waktu walau hanya 5 menit menjelang isya'. Tapi.ternyata sudah lewat isya' baru sampai rumah, permataku sudah tidur, bahkan pada saat aku coba mengganggu suamiku suka menegurku agar tidak diganggu, kasihan katanya. Apa boleh buat, aku urungkan niatku sesuai nasehat suamiku, walau hati ini teriris..aku sangat merindukan buah hatiku...

Aku mandi, makan malam sama suami (itu kalau suamiku sabar menungguku), sebentar nonton TV kalau gak terlalu capek, masuk kamar langsung tidur. Ya Allah.aku sering lupa sholat isya...tidur sampai pagi, sampai aku harus mengulangi lagi aktivitasku. Sedikit waktuku untuk berbagi dengan permataku, sedikit waktuku berbagi dengan suami tercintaku bahkan lebih sedikit lagi waktuku untuk mengingat -Mu ya Allah..ampunkan aku.ampunkan aku.ampunkan aku ya Allah....

Maafkan Aku...

Ya Allah,
Tadi subuh kuhadapkan tubuh dan wajah ini kepada-Mu.
Bacaan demi bacaan terucap dari mulutku.
Namun ternyata ... hati ini tak tertuju kepada-Mu

Ya Allah

Sebelum makan pagi kusebut nama-Mu

Setelahnya pun terucap doa dari mulutku

Namun ternyata ... itu semua hanya ucapan belaka

Sedang hati ini melayang jauh entah ke mana

Ya Allah

Di tengah hari tadi kuberjamaah menghadap-Mu

Doa-doa itu kembali kuulangi dan kubaca

Namun ternyata tak satu persen pun hati ini ingat kepada-Mu

Yang terbayang adalah urusan kantor, rumah, dan pertemanan

Ya Allah

Petang tadi Engkau kembali memanggil-manggil diriku

Kudatangi tempat orang berkumpul tuk menghadap-Mu

Dalam ruku� dalam sujud lagi-lagi doa itu terucap di luar kepala

Dan ternyata ... hati ini malah merencanakan kegiatan esok pagi

Ya Allah

Kusantap lezat hidangan makan malam itu

Kucoba semua menu hingga perut terasa kenyang

Hingga akupun bersendawa dan kuucap Alhamdulillah

Namun ternyata ... tak bertaut sama sekali hati ini kepada-Mu

Ya Allah

Barulah menjelang kupejamkan mata ini

Aku benar-benar berbicara kepada-Mu

Aku sunggu-sungguh sadar sedang bermohon kepada-Mu

Tidak hanya berupa ucapan, tetapi jauh dari dasar lubuk hati ini

Sudilah kiranya Engkau mengampuniku

Yang telah meremehkan dan menyepelekan-Mu

Yang telah berpura-pura berbicara kepada-Mu

Yang telah berngga ria di hadapan-Mu

Yang terlihat seperti mendekat kepada-Mu

Yang ternyata sungguh masih jauh dari-Mu

Seandainya Engkau tiada Maha Pemurah

Sikapku kepada-Mu sepanjang pagi hingga malam ini

Tentu telah membuat Engkau tidak menyukaiku

Ya Allah

Maafkan aku ...

BUTA CINTA: Sesat di Dunia,Merana di Akhirat.

Di Sebuah Taman Kota Metropolitan......

Para pekerja yang sibuk membersihkan kawasan taman rekreasi gempar. Raungan bunyi ambulan begitu mengejutkan ketika pagi yang masih terlalu awal ini. Kelihatan beberapa petugas kesehatan begitu sibuk memberi pertolongan kepada sepasang muda-mudi yang terperangkap di dalam sebuah Rel Kereta API di Kota tersebut. Naas bagi pasangan merpati dua sejoli itu, malaikat maut telah mencabut nyawa mereka dalam keadaan yang sungguh tragis dan memilukan.

Apa yang terjadi sebenarnya? Ternyata sepasang muda-mudi itu nekad membunuh diri dengan menutup Jalan Kereta API,pada saat itu mereka mengikat diri di rel tersebut. Akibatnya mereka mati dalam keadaan berpelukan dan saling berciuman dengan kondisi tubuh hancur di lindas Kereta api, sehingga begitu sukar pihak bertanggung jawab memisahkan antara dua jasad tersebut. Begitu �mengharukan�!. Didalam rel kereta tersebut ditemui selembar kertas yang telah mereka tanda tangani. Antara isi kandungannya; tolong jangan pisahkan mayat kami dan terus dikebumikan untuk membuktikan cinta abadi kami sehidup semati. Dan di bagian akhir surat tersebut tercatat bahwa mereka melakukan ini demi menyelamatkan cinta �sejati� yang �suci� ini karena orang tua mereka tidak merestui hubungan cinta mereka. Astaghfirullah�!

Di sebuah rumah di Jazirah Arab 1400 tahun yang lampau�

Abdullah bin Abu Bakar RA baru saja melangsungkan pernikahan dengan Atikah binti Zaid, seorang wanita cantik rupawan dan berbudi luhur. Dia seorang wanita berakhlak mulia, berfikiran cemerlang dan berkedudukan tinggi. Sudah tentu Abdullah amat mencintai istri yang sangat sempurna menurut pandangan manusia.

Pada suatu hari, ayahnya Abu Bakar RA lewat di rumah Abdullah untuk pergi bersama-sama untuk sholat berjamaah di masjid. Namun apabila beliau mendapati anaknya sedang bermesraan dengan Atikah dengan lembut dan romantis sekali, beliau membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke masjid.

Setelah selesai menunaikan sholat Abu Bakar RA sekali lagi melalui jalan di rumah anaknya. Alangkah kesalnya Abu Bakar RA apabila beliau mendapati anaknya masih bersenda gurau dengan istrinya sebagaimana sebelum beliau menunaikan sholat di masjid. Kemudian Abu Bakar RA segera memanggil Abdullah, seterusnya bertanya : " Wahai Abdullah, adakah kamu sholat berjemaah? " Tanpa berhujjah panjang Abu Bakar berkata : "Wahai Abdullah, Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup malah dia juga telah melupakan kamu dari sholat fardhu, ceraikanlah dia!" Demikianlah perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika Abu bakar mendapati anaknya melalaikan hak Allah. Ketika beliau mendapati Abdullah mulai sibuk dengan istrinya yang cantik. Ketika beliau melihat Abdullah terpesona keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya semakin luntur.

Lalu bagaimana tanggapan Abdullah? Tanpa membuat dalih apatah lagi mencoba membunuh diri, Abdullah terus mengikuti perintah ayahandanya dan menceraikan istri yang cantik dan amat dicintainya. Subhanallah!!!

Dari dua petikan kisah di atas, marilah kita sama-sama bertafakkur tentang hakikat dan bagaimana cinta sejati, tulus dan suci itu sebenarnya. Sesungguhnya perjalanan hidup manusia akan sentiasa dipenuhi dengan warna-warna cinta. Bahkan kita dapat ungkapkan bahwa kehadiran manusia di muka bumi ini disebabkan Allah SWT meletakkan sebuah perasaan di dalam jiwa manusia, dan dia adalah cinta.

Membicarakan tentang cinta ibarat menguras air lautan dalam yang kaya dengan pelbagai khazanah alam. Tak kan pernah habis dan kita akan sentiasa menemui berjuta macam benda. Dari sekecil-kecil ikan hingga ikan paus yang terbesar. Dari kerang sampai mutiara malah jika diizinkan Allah, kita mungkin menemui bangkai kapal dan bangkai manusia!!!

Usia sejarah cinta seumur dengan sejarah manusia itu sendiri. Jika di suatu tempat ada 1000 manusia maka di situ ada 1000 kisah cinta. Dan jika di muka bumi ini ada lebih 5 million manusia, maka sejumlah itu pulalah kisah cinta akan hadir.

Walau berapa banyak pun nuansa cinta yang menjelma menjadi sebuah syair, drama, film,Sinetron, lagu dan berbagai bentuk hasil seni lain, namun pada hakikatnya cinta itu hanya ada dua buah versi saja. Versi cinta nafsu (syahwat) dan cinta Rabbani.

Yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah kita membedakan yang mana cinta syahwat dan mana cinta Rabbani? Derasnya arus ghazwul fikr (serangan pemikiran) dalam kesenian terutamanya, telah mampu membungkus cinta syahwat sehingga ia tampil sebagai cinta "suci" yang mesti diperjuangkan, dimenangkan dan diraih seterusnya untuk dinikmati.

Manusia seakan lupa pada sejarah. Lupa pada kisah-kisah tragis yang berakhir di hujung pisau atau dalam segelas racun. Mereka semua rela diseret dan dijeremuskan ke dalam lubang �neraka� hanya untuk mengejar salah satu rasa dari sekian banyak rasa yang ada disudut hati manusia, itulah cinta.

Cinta memiliki kekuatan luar biasa. Dan kekuatan cinta (the power of love) mampu menjadikan manusia pribadi yang sangat nekad atau sangat taat. Nekad dalam konteks sangat berani dalam melanggar peraturan-peraturan Allah seperti berkhalwat (berdua-duaan dengan bukan mahram), berkasih-kasihan lelaki dan perempuan, berpegangan tangan, mempertontonkan adegan birahi percuma di khalayak ramai apatah lagi dalam sembunyi. Atau jika cinta tak mendapat restu dari orang tua, pasangan akan nekad, terus lari dari rumah atau berzina (na�udzubillah min dzalik). Dan tidak sedikit pula yang begitu nekad sanggup melakukan perbuatan yang dilaknat Allah yaitu membunuh diri demi cinta.

Pribadi-pribadi nekad seperti ini menjadikan cinta sebagai tujuan bukan sebagai sarana mencapai tujuan. Oleh itu tidaklah mengherankan jika kita banyak menemui berbagai perilaku aneh para pencari cinta yang tak masuk akal. Sebab apa yang mereka tuju adalah suatu yang abstrak, tidak jelas dan bukan perkara yang pokok. Mereka sibuk mencari dan mengartikan makna cinta sementara lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta. Dzat yang menumbuh suburkan rasa cinta. Dzat yang memberikan kekuatan cinta. Dzat yang paling layak dicintai, kerana Dia juga Empunya nikmat cinta. Allah Rabbul �Alamin.

Kisah tragis di awal tulisan ini memberikan gambaran jelas sikap manusia yang rela mengorbankan diri demi sepotong cinta. Muda-mudi yang nekad bunuh diri dengan berbagai cara ini pada dasarnya belum mengenali hakikat cinta. Cinta yang mereka kenal selama ini adalah cinta yang ditunggangi oleh nafsu syahwat. Dan joki penunggangnya adalah syaitan laknatulllah. Pada momen ini syaitan berteriak keriangan sambil mengibar-ngibarkan bendera kemenangan kerana berhasil menjerumuskan anak cucu Nabi Adam dalam neraka jahannam dengan dalih cinta yang begitu murah nilainya.

Cinta memang tak kenal warna. Cinta tak kenal baik-buruk. Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah. Memang begitulah adanya. Kerana yang mampu mengenal warna dan baik-buruk adalah pelaku-pelaku cinta yang menggunakan akal fikirannya.

Sebaliknya cinta juga mampu melahirkan pribadi-pribadi yang mengagumkan. Pribadi yang tak takut kehilangan suatu apa pun walau ia amat cinta pada sesuatu. Namun kerena cinta yang hadir dipenuhi dengan nuansa keimanan, maka mereka rela mengorbankan apa saja yang mereka amat cintai demi memperolehi keridhaan Dzat Pemberi cinta. Jiwa mereka tidak gundah gulana hanya kerena kehilangan cinta duniawi karena Allah sebagai Dzat pemberi ketenteraman Pribadi-pribadi taat ini amat menyadari bahawa cinta hanyalah sebagai sarana mencapai tujuan. Mereka yakin kenikmatan cinta tak ada artinya tanpa ada restu Allah sebagai Pemberi cinta. Maka yang mereka cari adalah ridha dan cinta kasih Allah, bukan cinta yang bersifat sementara.

Kisah Abdullah putera Abu Bakar RA menjadi contoh kematangan pemuda yang mengenal arti cinta. Bayangkan!! Dia memiliki isteri yang amat cantik, berakhlak mulia, berkedudukan tinggi dan berharta. Namun apabila ayahandanya memerintahkan untuk menceraikan isterinya, dengan alasan isterinya telah melalaikan Abdullah dalam menunaikan hak Allah seterusnya akan membuat Abdullah lalai dari berjihad di jalan Allah. Maka apa reaksi Abdullah? Tidak!! Abdullah tidak marah langsung pada ayahnya. Atau berusaha mengambil pedang dan ingin memenggal kepala si ayah yang berusaha memisahkan jalinan cinta yang memang sudah sah itu. Sekali lagi tidak!! Pemuda yang bernama Abdullah melihat perintah itu dengan kacamata cinta yang diberikan Allah. Ia rela menceraikan isteri yang dicintainya demi mempererat hubungan cinta dengan Allah. Subhanallah� Masih adakah pemuda-pemuda seperti peribadi Abdullah di zaman globalisasi kini?

Begitulah cinta. Ia mampu melambungkan manusia pada derajat kemuliaan yang tak terhingga. Manakala frekuensi atau gelombang cintanya juga sudah selaras dengan frekuensi atau gelombang cinta yang Allah kehendaki. Semuanya akan senada seirama. Tak ada dengung sumbang, tak ada nada ternoda. Demikian indah dan asli irama cinta sejati.Wallahu �Alam