Tuesday, July 28, 2009

Meraih Cinta Allah

Mencintai sesuatu berarti mengutamakan sesuatu, bila keutamaan itu sampai membuat seseorang lupa pada Allah, maka sesuatu itu menjelma menjadi tuhan bagi dirinya. Berbeda dengan orang yang mencintai Allah. Orang yang mencintai Allah pasti mencintai sesuatu, tapi orang yang mencintai sesuatu belum tentu mencintai Allah.
Cinta yang tumbuh dan berkembang dalam diri manusia merupakan fitrah yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Karena cinta adalah anugerah yang ditanamkan Allah ke dalam hati manusia. "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." (Ali 'Imran: 14)
Dan ketika seorang laki-laki mencitai wanita atau sebaliknya, maka rasa cinta itu harus dipandang sebagai anugerah Allah. Begitu pula cinta terhadap anak-anak, harta benda, kedudukan dan martabat, semuanya harus dikembalikan kepada Allah. Artinya ekspresi cintanya semata-mata karena memelihara amanat dan anugerah Allah.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan meliputi relung hati. Cinta tidak bisa didefinisikan dengan kata-kata, namun refleksi dari cinta terlihat pada sifat orang yang bercinta, melalui ekspresi kepatuhan dan pengabdian.
Apabila cinta telah berkembang menjadi kepatuhan dan pengabdian kepada sesuatu, hingga melampaui kepatuhan dan pengabdiannya kepada Allah, maka sudah pasti sesuatu yang dicintainya itu menjelma menjadi tuhan-tuhan selain Allah.
Dalam realita kehidupan, banyak orang yang mencintai tuhan-tuhan selain Allah dengan menjadikan yang dicintainya sebagai sesembahan di dalam hatinya. Sebagai contoh, orang yang lebih mengutamakan kecintaannya pada istri, suami, anak-anak, ketimbang Allah.
Tuhan adalah predikat dari sesuatu, baik dalam wujud lahiriah maupun dalam wujud imajinasi. Dalam kalimat tauhid menyebutkan: "Tidak ada tuhan kecuali Allah." Berarti tidak ada tuhan-tuhan dalam bentuk apapun yang dipandang secara lahiriah, juga tidak ada sesuatu dalam imajinasi yang dapat menumbuhkan rasa cinta hingga melampaui cintanya pada Allah. Lebih spesifik lagi dalam memaknakan kalimat tauhid ialah: Tidak ada cinta pada tahta, harta dan wanita (baca: lawan jenis), kecuali hanya pada Allah semata.
Cinta tumbuh dan berkembang di dalam hati. Mencintai sesuatu berarti menyediakan ruang dalam hati untuk bersemayam sesuatu yang dicinta. Hal ini, sama saja menempatkan berhala-berhala di sekeliling rumah Allah, sebab bagi orang-orang yang beriman, hati itu rumah Allah yang harus dijaga kebersihan dan kesuciannya.
Jika ada orang yang mencintai sesembahan selain Allah dalam bentuk arca dan berhala, maka tidak sedikit pula orang yang menjadikan sesuatu itu berhala-berhala di dalam hatinya dan sekaligus menjadi tuhan-tuhan selain Allah. Seperti orang yang mengutamakan cintanya pada tahta, harta, wanita (baca: lawan jenis), anak dan keluarga, sampai-sampai hatinya dipenuhi dengan berbagai hal tersebut. "Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." (At Taubah: 24).
Mencintai sesuatu boleh saja, tetapi harus dimaknai sebagai refleksi cintanya kepada Allah, dan bukan malah menjadikan cintanya itu sebagai ajang untuk menguasai dan memiliki sesuatu sehingga membuat Allah tersisih.
Jika ada rasa cinta pada sesuatu dan membuat lupa pada Allah, maka sesuatu itu menjadi tuhan-tuhan selain diri-Nya. Sama saja orang tersebut sedang bercinta dengan tuhannya. Tuhan yang dimaksud, ialah tuhan-tuhan penjelmaan sesuatu yang dicintainya sesuai dengan nafsunya. "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (Al Jaatsiyah: 23)
Tauhid akan mengantarkan seseorang pada maqam hakikat Istiqlal (merdeka). Sebab dengan memahami tauhid, seseorang dapat melepaskan diri dari belenggu nafsu dunia dan ananiah (ke-aku-an) yang memenjarakannya.
Tauhid juga menumbuhkan cinta kepada Allah. Memahami tauhid sama dengan memosisikan diri menjadi pencinta Allah. Tidak bertauhid, berarti ada kesenjangan cinta dengan Allah. Sebagaimana kesenjangan cinta antara suami istri yang dipicu karena tidak sepaham dalam memandang dan meminati sesuatu. Untuk mencapai cinta yang sejati dan murni, harus ada kesamaan dalam banyak hal, disertai kesediaan untuk melebur dengan keinginan dan kemauan demi yang dicinta. Karena melebur pada kehendak yang dicinta merupakan bentuk pengorbanan yang hakiki.
Pernyataan cinta seorang hamba pada Tuhan harus diikuti oleh kepatuhan mengikuti kehendak-Nya. Seraya berkata dan meyakini dalam hati: "Tidak ada daya dan upaya, kecuali dengan daya dan upaya Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi." Yang berarti daya dan upaya seorang hamba selaras dengan kehendak Allah.
Jika seorang hamba menyatakan cinta kepada Allah, tetapi tidak mau berjalan di bawah kehendak-Nya, maka cintanya sebatas lipstik kata-kata yang menggumpal jadi kalimat untuk bermunajat. Seperti orang yang berteriak lantang menyuarakan cinta, dan tidak mau merendahkan suaranya demi yang dicinta. Teriakan itu adalah refleksi ke tidak tahuan makna dan hakikat cinta. Cinta tidak perlu diteriakkan, karena cinta tidak butuh kata-kata dalam bentuk sajak. Cinta adalah cinta yang hanya dapat dirasa dalam sujud kepasrahan. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (Al Fath: 29)
Cinta kepada Allah yang ditanam dengan benih tauhid dan selalu disirami dengan air ibadah akan tumbuh subur dan berbuah cinta abadi dalam bentuk kepatuhan dan pengabdian. Kepatuhan mengikuti Rasul-Nya dan mengabdi sebagai hamba-Nya seraya berharap pada cinta kasih-Nya. "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali 'Imran: 31).
Seseorang yang mengikuti Rasul-Nya karena cintanya pada Allah, berarti telah mampu melepaskan diri dari perbudakan nafsu, terbebas dari hukum basyariah (fisik) dan terlepas dari sesuatu selain Allah yang mencengkeramnya.
Terbebas dari hukum basyariah itu bukan berarti tarikus syari'at (meninggalkan syariat Nabi Muhammad Saw.). Tetapi menyediakan seluruh hidup dan matinya hanya untuk Allah Tuhan Semesta Alam. Inilah hakikat tauhid dan cinta seorang hamba pada Tuhannya. "Sesungguhnya shalat dan ibadahku, hidup dan matiku, kuserahkan seluruhnya hanya kepada Allah Tuhan semesta alam." (arti sebagian doa iftitah).
Kepatuhan dan pengabdian merupakan bentuk ekspresi cinta seorang hamba kepada tuhannya, baik tuhan dalam arti sesuatu yang merupakan jelmaan dari rasa cinta, atau Tuhan dalam arti yang sesungguhnya. Seorang hamba yang mencintai Tuhan, di hatinya tak ada ruang kosong untuk ditempati oleh sesuatu selain diri-Nya.
Hanya Allah yang meliputi dan memenuhi hatinya sepanjang masa.
Bagai gayung bersambut, Allah pun mencintai hamba-Nya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan hamba dalam menerima cinta-Nya. Sebagai bukti awal cinta-Nya, Dia membersihkan hati hamba dengan ampunan yang berlimpah. Rahmat dan salam datang silih berganti menghiasi hati hamba-hamba-Nya.
Cinta kasih Allah adalah Nur yang menerangi hati hamba-hamba-Nya. Ketika Nur Ilahi telah masuk ke lubuk hati seorang hamba, maka hamba tersebut akan merasakan lapang dada dan luas hatinya untuk memaafkan kesalahan siapa pun, sebelum ada yang datang meminta maaf. "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Ali 'Imran: 159).
Di samping itu, tercermin pula pada sikap hidup yang selalu mengutamakan wilayah spiritual ketimbang wilayah material. Artinya, jika dihadapkan pada dua pilihan antara kepentingan akhirat dengan dunia, maka akan memilih untuk kepentingan akhiratnya. Dalam hal memilih pasangan hidup misalnya, wanita atau pria yang beriman itu lebih baik untuk akhiratnya daripada wanita atau pria yang musyrik, kendatipun lebih menarik dipandang nafsu syahwatnya.(QS.Al Baqarah: 221). Pengabdian seorang hamba terhadap Allah ialah penyerahan diri sepenuhnya di bawah kehendak-Nya (tawakal), dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan cinta-Nya yang penuh rahmah dan ampunan. "Mereka itulah yang mendapat salawat (salam cinta) yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al Baqarah: 157).

Menyingkap Hijab

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyibak hijab, terutama bagi setiap orang yang berjalan menuju Allah (salik). Sebab ketika seseorang tidak mampu menyibak hijab, berarti selama itu pula dia tidak bisa lepas dari jeratan syirik, baik syirik jali (nyata) maupun syirik khafi (tersembunyi).
Syarat utama untuk berjumpa dengan Allah tidak boleh syirik sama sekali, teristimewa dalam menjalankan ibadah. Perjuangan yang harus terus dilakukan ialah mencari cara agar mampu menyibak hijab itu sendiri.
Salah satu cara untuk menyingkap hijab adalah dengan jalan mengendalikan nafsu. Orang yang sudah mampu mengendalikan hawa nafsunya, akan memiliki pandangan yang jernih dalam menatap Wujudul Haq (wujud Allah). Diumpamakan bagai telaga yang airnya jernih, tampak jelas keindahan semua isinya. Sebaliknya, telaga yang airnya kotor tidak terlihat apapun, kecuali hanya kekeruhan. Orang yang dapat menahan diri dari keinginan hawa nafsunya dan takut Tuhannya, akan memetik keindahan syurga.
"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurga sebagai tempatnya." (An Naajiyat: 40).
Orang-orang seperti itulah yang akan dapat menikmati keindahan syurga, yaitu terbukanya tirai Ilahi. Barangsiapa rindu berjumpa dengan Allah, hendaklah menahan diri dari mengikuti hawa nafsu. Berbahagialah orang-orang yang telah membersihkan jiwanya dari keterikatan hawa nafsu.
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri, dan mengingat nama Tuhannya lalu senantiasa berhubungan (memandang Allah)." (Al 'Ala: 14-15).

Prasangka
Hijab paling dahsyat ialah zhan (baca: zon atau prasangka). Disusul hijab "rasa" yang sangat berbahaya dan bisa meruntuhkan benteng keyakinan. Semua itu adalah hijab dalam memandang wujud Allah.
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sangka-sangka, karena sebagian dari sangka-sangka itu dosa." (Al Hujaraat: 13).
Apa yang telah menjadi prasangka kebanyakan orang tentang adanya sesuatu selain Allah, sesungguhnya jauh dari kebenaran. Karena prasangka tersebut, hanya sebuah pandangan atau sebatas persepsi yang sudah melekat erat sesuai alur kehidupan.
"Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. (An Najm: 28).
Karenanya, singkirkan segala prasangka dari dalam hati dan pikiran, dengan cara syuhud. Yakni memandang ke-esa-an wujud Allah melalui basyiratul qalbi (mata hati).

Penyibak hijab
Pengertian syuhud sebagai basyiratul qalbi (pandangan mata hati) seperti kaidah yang tertera dalam kitab Addurun Nafis: SYUHUUDUL KATSRAH FILWAHDAH, SYUHUUDUL WAHDAH FILKATSRAH "Pandang yang banyak pada yang satu dan pandang yang satu pada yang banyak". Sampai menemukan keyakinan dan pandangan yang benar, andai diungkapkan dalam bentuk kata-kata, maka lahirlah: “Tidak aku melihat sesuatu, melainkan aku melihat Allah padanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sertanya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sebelumnya, tidak aku melihat sesuatu melainkan aku melihat Allah sesudahnya”.
Itulah kunci-kunci penyibak hijab. Kunci-kunci tersebut harus dipraktekkan dengan landasan pemahaman tentang tauhidul af'al, tauhidul asma, tauhidus sifat dan tauhidu dzat (esa perbuatan, nama, sifat dan zat Allah). Inilah yang menjadi tonggak keyakinan, untuk memandang setiap kejadian di alam semesta pada hakikatnya perbuatan Allah, setiap nama hakikatnya nama Allah, setiap sifat hakikatnya sifat Allah dan setiap zat hakikatnya adalah zat Allah. Bila semua perbuatan, nama, sifat dan zat telah disandarkan kepada Allah, maka akan membuahkan sikap terpuji yang disebut akhlakul karimah. Selanjutnya orang tersebut akan memiliki sikap tegar dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan. Sebagaimana terlukis pada kehidupan Rasulullah saw. Beliau memiliki sifat sabar, ikhlas, tawadhu (rendah hati) dan sifat terpuji lainnya. Akhlak tersebut tidak dipaksakan, tetapi muncul apa adanya sebagai refleksi syuhud.
Acuan syuhud adalah kalimat laailaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah), yang berlanjut pada makna: Tidak ada sesuatu apapun selain Allah. Rasulullah saw. bersabda: "Kunci syurga itu laailaha illallah". Disebut kunci syurga, karena syurga bagi orang yang sedang menuju Allah dipahami sebagai syurga dalam arti ma'rifah. Seseorang tidak akan ma'rifah tanpa membuka kuncinya. Kunci itu adalah mengamalkan kalimat laailaha illallah sampai menemukan hakikat fana.
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan" (Ar Rahmaan: 26-27).
Tatkala sampai pada derajat fana, maka tersibaklah tirai yang menghalangi dalam memandang Allah. Fana ini pun sebagai kunci pembuka tirai ilahi.Namun perlu digaris bawahi di sini, syuhud bukanlah wacana akal dan bukan pula perdebatan lisan, tapi Syuhud ada dalam rasa. Bagaimana rasa kehambaan sirna dalam rasa-Nya, tentunya rasa dalam arti esa. Demikian syuhud bagi para arifin billah. Tapi syuhud bagi salikin, dengan sarana ilmu tauhid untuk memandang kepada-Nya, hingga tertanam ‘ilmal yaqin (keyakinan ilmu). Syuhud juga dilakukan dengan menggunakan syua’ul basyirah (penglihatan akal) dan ainul basyirah (penglihatan ilmu). Kemudian mengaplikasikan ilmu itu ke dalam kehidupannya, seiring zikir yang istiqomah. Sehingga muncul inner power atau kekuatan dari dalam diri yang dapat memicu semangat berjalan menuju kepada-Nya. Akhirnya dengan pengamalan syuhud yang benar akan runtuh segala prasangka dan tersingkaplah seluruh hijab.

Merasakan Kehadiran Allah
Membiasakan syuhud sekaligus diiringi zikir, ibadah, dan thariqah (tarikat) itu harus dilakukan dengan bimbingan seorang mursyid, yakni seorang pembimbing yang waliyan mursyidan, waratsatul anbiya (pembimbing yang bijak dan benar-benar sebagai pewaris nabi).
Untuk bisa mengamalkan syuhud dengan baik dan benar perlu diiringi dengan zikir. Baik dengan zikir lisan, zikir aqli (akal), zikir qalbi (hati) maupun zikir sirri (rahasia). Juga diperlukan upaya yang sungguh-sungguh agar Allah selalu hadir (hudhurullah) di dalam hati, sehingga secara perlahan-lahan akan selalu memandang Allah. Bahkan yang ada dan yang dipandang hanya keelokan dan keagungan wujud Allah.
Hudhurullah adalah membalik kesadaran hamba menjadi kesadaran robbaniyah (ketuhanan). Apabila pandangan hamba menghadap kepada Allah niscaya hilanglah mahluk dan yang tampak adalah wujud-Nya. Sebaliknya apabila pandangan hamba menghadap kepada mahluk, niscaya hilanglah Allah. Dua pandangan tersebut tidak dapat berjalan secara bersamaan.
Untuk memahami hal tersebut harus mengerti istilah “nafi itsbat” dalam kalimat Laailaaha illallah. Lafaz laa adalah nafi, artinya meniadakan. Sedangkan lafaz Ilaaha sebagai manfi, artinya yang ditiadakan. Adapun itsbat-nya adalah lafaz Illa, artinya kecuali. Dan mutsbit-nya adalah Allah. Lafaz Ilaha berarti sesuatu yang dimaknai Tuhan. Sesuatu yang menjadi tuhan, meliputi segala yang dicintai dan disayangi hingga membatu dan berubah jadi berhala dalam hati. Karena itu, dalam kalimat nafi istbat yang harus dinafikan adalah pandangan kepada makhluk. Sebab selama memandang makhluk, tidak mungkin dapat memandang Allah dan untuk dapat memandang Allah, harus fana kemakhlukannya. Allah dan makhluk tidak dapat disatukan juga tak bisa dipisahkan, masalah ini bagaikan keberadaan malam dengan siang. “Semua yang ada di bumi itu binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan" (Ar Rahmaan: 26-27).
`Tersingkapnya hijab bagi hamba dalam memandang Allah, karena telah mendapatkan percikan anwar ilahiyah (cahaya Allah). Ketika seseorang telah mendapatkan warid, maka hatinya senantiasa lega dan lapang dalam menghadapi apapun, termasuk sesuatu yang tidak sesuai dengan nafsunya.

Thursday, July 23, 2009

Kasih Ibu Sepanjang Hayat

“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya.

Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh.” Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya.
Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia.” kata sang ayah. Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pu menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, “Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.” Tahun berganti tahun.
Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal.
Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui. “Kasihilah ibumu selagi ia masih hidup.
Tidak ada kasih dan cinta yang lebih dari segalanya selain kasih dan cinta seorang ibu untuk anaknya. Ibumu akan berbuat apa saja untuk melindungi dan menolong engkau saat dalam bahaya”.”Sekali lagi, kasihilah ibumu selagi ia masih hidup. Esok mungkin terlambat”

Kapan Bicara Kapan Mendengar

Allah SWT menciptakan dua telinga dan satu mulut. Artinya, kita harus lebih banyak mendengar daripada banyak bicara. Mendengar harus dua kali lebih banyak, agar ucapan kita jadi lebih bermakna. Semoga Allah Yang Maha Mendengar menggolongkan kita sebagai orang-orang yang merasa didengar oleh-Nya.

Saudaraku, merasa didengar oleh Allah adalah keutamaan yang akan menghalangi kita dari maksiat lisan. Kata-kata kita sering menjadi dosa karena kita tidak merasa didengar oleh Allah.

As-Sami' adalah salah satu asma Allah yang berarti mendengar. As-Sami' terambil dari kata sami'a yang artinya mendengar. Menangkap suara atau bunyi-bunyi dapat diartikan pula mengindahkan atau mengabulkan. Jadi, Allah Maha Mendengar segala suara walaupun semut hitam yang merangkak di batu hitam di tengah belantara yang kelam. Logikanya jelas, bagaimana Allah tidak mendengar sedangkan Ia adalah pencipta semut, yang dengan izin-Nya ia merangkak di kegelapan malam.

Allah pasti mendengar apapun yang disuarakan oleh makhluk-makhluk-Nya, dalam bisikan yang paling halus sekalipun, dan dalam hiruk pikuk kegaduhan. Allah pun Maha Mendengar orang yang hatinya selalu berzikir, walau di tempat tersembunyi atau di pangkalan pesawat terbang yang sangat bising. Hikmah apa yang bisa kita dapatkan dari sifat As-Sami' ini? Hikmahnya, kita harus berhati-hati dalam menjaga lisan. Jangan bicara kecuali benar dan bermanfaat, karena setiap patah kata akan didengar oleh Allah dan harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak. Karena itu, kita harus selalu berpikir dan menimbang sebelum bicara. Bertanyalah selalu, pantaskah saya bicara seperti ini? Benarkah perkataan ini kalau saya ucapkan? Karena ada perkataan yang benar tapi tidak tepat situasi dan kondisinya. Islam mengistilahkan kebenaran dalam perkataan sebagai qaulan sadiida. Apa syaratnya?

Pertama harus benar. Benar di sini mengandung arti bahwa perkataan yang kita ucapkan harus sesuai dengan realitas yang terjadi, tidak menambah-nambah ataupun mengurangkan. Abu Mas'ud ra berkata: bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Biasakanlah berkata benar, karena benar itu menuntun kepada kebaikan dan kebaikan itu menuntun ke surga. Hendaklah seseorang itu selalu berkata benar dan berusaha supaya tetap benar, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai orang as-siddiq (amat benar) (HR. Bukhari Muslim) Kedua, setiap kata itu ada tempat yang tepat dan setiap tempat itu ada kata yang tepat. Di sini tepat, tapi di tempat lain belum tentu tepat. Dengan orang tua tepat, tapi dengan anak belum tentu tepat. Dengan guru tepat, tapi dengan murid belum tentu tepat. Jadi dalam berbicara itu tidak cukup benar saja, tapi harus pandai pula membaca situasi dan objek yang kita ajak bicara.

Ketiga, kita harus bisa mengukur apakah kata-kata kita itu melukai atau tidak, karena sensitifitas tiap orang itu berbeda-beda. Dan terakhir, pastikan perkataan itu bermanfaat. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya" (HR. Bukhari Muslim). Hikmah kedua adalah kita harus belajar mendengarkan. Mendengar belum tentu mendengarkan. Mendengar hanya sekadar menyerap suara lewat telinga. Sedang mendengarkan tidak sekadar menyerap suara, tapi juga menyimak dan mengolah apa-apa yang kita dengar. Karena itu, dengan mendengarkan kita akan faham, dan dengan faham kita bisa berubah.

Ada orang yang mendengar tapi konsentrasinya pecah, itu pun tidak bisa dikatakan mendengarkan. Mendengarkan erat kaitannya dengan keterampilan untuk fokus. Cahaya matahari yang difokuskan dengan suryakanta bisa membakar kertas dan bahan lainnya. Kalau kita konsentrasi, maka informasi dan ilmu akan fokus, hingga semangat kita akan menyala. Kalau semangat sudah menyala, tidak akan ada yang bisa menghalangi untuk sukses. Karenanya, dalam mendengar informasi harus fokus dan tuntas, jangan setengah-setengah. Dari itu, kita harus belajar belajar mendengarkan, menyimak, dan memfokuskan diri untuk memahami. Dengan pemahaman yang benar insya Allah kita bisa bertindak benar dan proporsional. Dari asma Allah ini, kita bisa menyimpulkan bahwa kita harus lebih banyak mendengar daripada banyak bicara.

Mendengar harus dua kali lebih banyak, supaya sekali berkata maknanya bisa lebih besar. Karena itulah Allah SWT menciptakan dua telinga dan satu mulut. Hisap informasi sebanyak mungkin, lalu olah, dan keluarkan dengan kata-kata yang sarat makna. Banyak bicara akan banyak mengeluarkan kata-kata, hingga peluang tergelincir akan semakin besar. Bila ini terjadi maka peluang untuk celaka jadi semakin besar. Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah SAW, "Barang siapa banyak bicara, niscaya banyak kesalahannya; barang siapa banyak kesalahannya, niscaya akan banyak dosanya; dan barang siapa banyak dosanya, maka neraka menjadi lebih utama baginya" (HR. Abu Nu'aim) Semoga Allah menuntun kita menjadi orang bijak, yang banyak mendengar sedikit bicara. Amien Ya Allah..

Bahasa Allah

Ketika kecil, kita sering mendengar dari orang tua berbagai kisah yang menggambarkan tentang keadilan Allah SWT. Di antara kisah itu diceritakan ada seorang yang pernah meragukan keadilan Allah ketika membandingkan buah semangka dan beringin. Mengapa pohon semangka itu kecil, padahal buahnya besar -- sedang beringin sebaliknya? Ketika orang itu sedang asyik mengamati 'ketidak-adilan' pada pohon beringin itu, tiba-tiba beberapa buah pohon beringin jatuh dan mengenai kepalanya.

Seketika itu ia langsung beristighfar, ''Allah Mahaadil. Coba seandainya buah beringin sebesar semangka, tentu muka saya sudah hancur.'' Sebelum mengakhiri cerita itu, orang tua kita lalu menyimpulkan bahwa itulah cara Allah memperingatkan hamba-Nya. Orang tadi beruntung karena cepat menyadari kekeliruan jalan pikirannya terhadap keadilan Allah. Ia peka akan 'tanda-tanda' alam sebagai 'bahasa' Tuhan yang mengingatkan kesalahan pandangannya.

Tanda-tanda alam sebagai 'bahasa' Tuhan sesungguhnya tidak hanya terdapat pada kisah orang tua kita di atas. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mendapatkan berbagai peringatan dari 'bahasa' Allah itu. Dalam sejarah Islam, misalnya, 'bahasa' Allah untuk memberitahukan kepada manusia tentang kerasulan Muhammad saw, ditunjukkan dengan beraraknya awan yang selalu menaungi beliau ke mana pergi. Banyak rabbi Yahudi, antara lain Buhaira, masuk Islam setelah membaca 'bahasa' Allah tersebut.

Barangkali, kita juga sering diingatkan Allah akan kekeliruan langkah dan perilaku kita dengan bahasa-bahasa alam semacam itu. Tapi, karena kita kurang peka, peringatan-peringatan tersebut sering kita abaikan hingga akhirnya kita terkena bencana.

Sesungguhnya Allah masih terus mengingatkan hamba-hamba-Nya dengan bahasa-bahasa alam. Ketika kita menyaksikan sepotong daun yang layu dan jatuh, itu sesungguhnya 'bahasa' Allah untuk mengingatkan kita bahwa pada saatnya kedudukan daun yang terletak pada setiap bagian pohon akan lengser juga.

Ibn Al-Arabi memandang alam sebagai simbol-simbol eksistensi Tuhan. Karena itu, kejadian sehari-hari di alam bisa merupakan 'perumpamaan' dari 'bahasa' Allah. Alquran menjelaskan, ''Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun bagi orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Tapi mereka yang kafir mengatakan, ''Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?'' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu banyak pula yang diberi petunjuk ... (Al-Baqarah: 26).Semoga kita termasuk orang – orang yang diberi petunjuk oleh Allah SWT.Amien Ya Allah..

Kasih Sayang

Kasihilah penghuni bumi, niscaya engkau dikasihi penghuni langit. Muhammad Rasulullah Dalam hadis di atas, yang dimaksud ''penghuni langit'' adalah Allah dan para malaikatNya. Adapun ''penghuni bumi'' yang patut dikasihi dan sekaligus dikasihani, merujuk riwayat Abu Hurairah, yaitu segala yang bernyawa. Dengan demikian, menolong mereka -- termasuk memberi air kepada anjing yang kehausan, seperti disabdakan Rasulullah -- berpahala. Tak mengherankan bila kemudian para sahabat Nabi SAW saling berlomba untuk mengasihi para penghuni bumi. Abu Darda, misalnya, begitu sayang kepada burung. Ia berkeliling mendekati anak-anak untuk membeli burung mereka. Ia lalu melepas burung-burung itu seraya berkata, ''Terbanglah, dan kamu bebas mencari penghidupan sendiri.''

Rahmat Allah yang oleh Alquran disebut mencakup segala sesuatu (wasi'at kulla syai'in), seluruh nikmat yang kita rasakan, barulah satu dari seratus rahmat-Nya. Sedang 99 rahmat yang lain sementara masih ditahan, dan seperti dikatakan Rasulullah, akan diberikan khusus kepada hamba-hambanya yang beriman yang di dalam dirinya terdapat getaran cinta. Sabda Rasulullah: ''Yang bisa masuk surga hanyalah orang yang mempunyai rasa belas kasihan.''

Menebar rasa cinta haruslah menyeluruh, tidak pandang bulu, bahkan kepada para preman atau bangsat sekalipun. Kepada mereka, kita tidak boleh mengutuk dan mengumbar dendam. Rasulullah SAW, bahkan, menyuruh kita prihatin dan mendoakan mereka: Alhamumma irhamhu. Allahumma tub 'alaihi (Ya Allah, kasihanilah dia. Ya Allah, ampunilah dia). Kasih sayang (rahmah) juga berarti harapan agar seseorang kembali ke pangkuan Ilahi. Seorang sufi Syaqiq al-Zahid mengatakan: ''Pada saat kamu teringat atau bertemu orang jahat, kemudian kamu tidak merasa belas kasihan kepadanya, berarti kamu lebih jahat dari dia.'' Cinta kepada sesama adalah tolok ukur iman seseorang. Rasulullah SAW menegaskan, ''Bila seseorang tidak punya rasa belas kasihan terhadap sesamanya, maka Allah pun tidak menaruh kasihan kepadanya.'' (riwayat Bukhari-Muslim).

Bahkan, dalam hadis yang lain disebutkan bahwa salat dan puasa belum cukup membawa seseorang ke surga sampai dadanya bersih dari dendam, hatinya penyayang, dan berbelas kasih terhadap sesama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, amal yang paling disenangi Allah SWT ada tiga: ''Memberi maaf sewaktu sempat membalas dendam, berlaku adil saat emosi, dan menaruh belas kasihan terhadap sesama hamba Allah.'' Dalam kehidupan kita ini, begitu banyak manusia yang patut dikasihani: yang miskin, yang tak beribu bapak, yang jahat karena terpaksa, yang terkena musibah, dan seterusnya. Mereka adalah makhluk seperti kita, bernyawa. Bedanya, nasib baik belum berpihak kepada mereka..

Batu-batu Kecil Di Perut Rasulullah

Suatu saat Rasulullah SAW mengimami salat isya. Tiap kali menggerakkan badannya untuk sujud atau rukuk, terdengar bunyi kletak-kletik seperti tulang-tulangnya berkeretakan. Para makmum cemas, menyangka beliau sedang sakit keras. Maka, seusai salat, Umar bin Khatthab bertanya, ''Apakah engkau sakit wahai kekasih Allah?''

''Tidak, aku sehat walafiat,'' sahut Nabi. ''Tapi mengapa tiap kali kau gerakkan tubuhmu, tulang-tulangmu berkeretakan. Pasti engkau sakit.'' ''Tidak, aku segar bugar,'' masih jawab Nabi.

Namun, lantaran para sahabat kelihatan makin khawatir, beliau lantas membuka jubahnya. Tampak oleh para sahabat, Nabi mengikat perutnya yang kempes dengan selempang kain yang diisi batu-batu kecil untuk menahan rasa lapar. Batu-batu itulah yang mengeluarkan bunyi kletak-kletik. Umar memekik, ''Ya Rasul, alangkah hina kami dalam pandanganmu. Apakah kau kira jika kau katakan lapar, kami tidak bersedia menyuguhkan makanan bagimu?''

Rasul menggeleng seraya tersenyum. Lalu, ''Umar, aku tahu kalian para sahabat sangat mencintaiku. Tapi di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, apabila sebagai pemimpin justru aku membikin berat orang-orang yang kupimpin?'' ujarnya. ''Biarlah aku lapar, supaya manusia di belakangku tidak terlalu serakah sampai menyebabkan orang lain kelaparan,'' lanjut Nabi SAW.

Kejadian kecil seperti dimuat dalam The Stories of Sahabah itu sudah 14 abad berlalu. Kini kelaparan masih menghantui sebagian penduduk dunia. Lalu, apakah Tuhan tidak pandai menyediakan rezeki secara adil kepada segenap makhluk-Nya? Gugatan semacam itu, tentu hanya muncul dari mulut orang-orang kafir, sebagaimana disitir dalam Surah Yasin.

Tuhan Maha Bijaksana, Tuhan Maha Penyayang, rahmatNya tersebar merata. Kalau kelaparan masih bercokol di bumi, tak lain lantaran masih ada orang-orang serakah yang menguasai jatah lebih banyak untuk keperluan yang sedikit. Sabda Nabi SAW, ''Limadza tabnuna ma la taskununa? Limadza tuktsiruna ma la takkuluna? (Mengapa kalian membangun yang tak kalian tempati? Mengapa kalian menimbun banyak, padahal tak kalian makan?) ''

Atau, menurut pemimpin muslim Pakistan, Muhammad Ali Jinnah, ''This world is enough for every man's needs, but it is not enough for a man's greed. (Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia, tetapi takkan pernah cukup untuk memuaskan ketamakan seorang manusia yang serakah).'' -

Rindu Rasulullah SAW

Bagi jamaah haji yang beruntung masuk Raudah, sudut utama di Masjid Nabawi, ia akan dicekam kerinduan bertemu Rasulullah. Gemuruh salawat yang diiringi tangis bahkan raungan, membuat suasana di ruangan kecil yang diperebutkan itu terasa bertambah magis. Terasa, seakan Rasulullah berada di sampingnya. Tapi apa daya, sang kekasih tidak tampak, kecuali pusaranya yang terhijab di balik dinding beton yang kukuh. Saat meninggalkan Raudah, jamaah berdesakan bahkan saling jepit melewati lorong keluar yang sempit. Gema selawat tambah mengeras. Di sini, biasanya bacaan salawat diucapkan singkat-singkat: ''Salamun 'alaika ya Rasulullah.'' Atau ditambah kata-kata ''Salamun 'alaika ya Faruq, salamun 'alaika ya Aba Bakr,'' menunjuk kepada Umar dan Abu Bakar, dua sahabat dekat Rasulullah yang terbujur di samping beliau.

Pernah seorang jamaah haji bertanya kepada sang kyai pembimbingnya, mengapa Masjid Madinah memberi kesan begitu mendalam. Suara muazin yang mengalun, seakan mengalahkan keindahan gema azan di Masjidil Haram, membuat salat di dalamnya sering lebih khusyuk. Sang kyai menjawab, ''Karena di masjid itu ada kekasihmu yang kau rindukan. Bukankah kau selalu menyebutnya dan hanya pada kesempatan ini engkau bertemu?''

Kerinduan kepada Rasulullah, pesan sang kyai pula, seharusnyalah diciptakan, di mana saja dan kapan saja. Itu pertanda seorang umat Muhammad mencintai Nabi dan ajarannya. Uluk salam dan memberikan penghormatan kepada Nabi, adalah perintah kepada orang beriman, karena Allah dan para malaikat-Nya senantiasa bersalawat untuk Nabi, (QS 33:56).

Bagi kalangan khawasul khawas, kerinduan kepada Rasulullah kerap ditambah dengan keinginan bermimpi ketemu beliau. Dibacanyalah beribu-ribu salawat dengan mengintensifkan seluruh amal ibadah. Keinginan itu sering jadi kenyataan. Bahkan, ''Barangsiapa melihatku dalam mimpi,'' demikian Rasulullah menjamin, ''maka ia seakan melihatku dalam jaga, karena syetan tidak bisa meniru diriku.'' Mimpi jumpa Nabi adalah karunia yang diberikan hanya kepada orang yang telah bersih jiwanya.

Oleh Rasulullah disebutkan, ''Termasuk orang kikir yang tidak bersalawat padaku, saat namaku disebut orang.'' Sebaliknya, yang bersalawat sekali kepadanya, Allah memberinya 10 rahmat dan melenyapkan 10 dosanya. Dalam riwayat Muhammad bin Abdurrahman disebut, Rasulullah bersabda, ''Setiap kali umatku uluk salam kepadaku, sesudah aku tiada, Jibril menyampaikannya kepadaku lalu kujawab: Wa'alaihissalam,'' (Semoga salam, rahmat dan berkah Allah juga tetap kepadanya).

Tanda kerinduan kepada Rasulullah adalah menjalankan seluruh perintahnya. Menghadirkannya secara penuh di hati, seakan beliau selalu hadir di sisi kita. Nilai iman ini melebihi penglihatan fisik, seperti beliau katakan: ''Beruntunglah orang yang melihat aku dan beriman kepadaku. Tapi, beruntunglah, beruntunglah, wahai beruntunglah orang yang meskipun tidak melihatku tapi beriman kepadaku.''
Allahuma Shali 'Alaa Muhammad Wa 'alaa aali Muhammad Kamaa Shalllaita 'alaa Ibrahim, Wa 'alaa aali Ibrahim, Innaka hamidum-majiid. Allahumma Barik 'alaa Muhammad, Wa'alaa aali Muhammad, Kamaa Barakta'alaa Ibrahim, Wa'alaa aali Ibrahim,Innaka hamidum-majiid.

Menjadi Umat Yang Berdzikir

''Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (dzikrullah). Ketahuilah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.'' (Al-Ra'd: 28)

Dalam salah sebuah hadis diceritakan bahwa suatu saat Rasulullah SAW bersabda, ''Wahai para sahabat-sahabatku, maukah aku beri tahukan kepada kalian suatu bentuk amal yang paling baik, paling diridlai Tuhan kalian, paling tinggi nilainya, paling baik dibanding ketika kalian memberikan emas atau perak kepada orang lain, dan paling baik ketimbang ketika kalian bertemu dengan musuh-musuh kalian dalam perang yang konsekuensinya membunuh atau terbunuh musuh?''

Dengan serentak, para sahabat menjawab, ''Baik ya Rasulullah.'' Setelah diam sebentar, Nabi SAW berkata, ''Dzikrullah (mengingat Allah)''. (HR Ibnu Majah dari Abu al-Darda).

Menurut bahasa, dzikir berarti ''mengingat''. Dzikrullah berarti mengingat Allah SWT.

Sebagai sarana mengingat Allah SWT, Rasulullah SAW dalam banyak hadisnya mengajarkan bentuk-bentuk dzikir. ''Sesungguhnya, bentuk dzikir yang paling utama di sisi Allah adalah mengucapkan kalimat tauhid, la ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain Allah).'' (HR Ibnu Majah dari Jabir bin Abdullah).

Berdzikir adalah salah satu ciri khas orang-orang beriman, yang mesti dilakukan setiap saat dan di manapun berada. Dengan berdzikir, segala tindak-tanduk perilaku hidupnya akan selalu terkontrol.

Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang berdzikir mengingat-Nya.Persoalan hidup dan kehidupan yang pelik dan rumit, jika tidak karena kasih sayang Allah SWT, mustahil itu semua terpecahkan. Menjadi umat yang berdzikir, adalah salah satu upaya meraih cinta Ilahi.

Ya Allah,Jadikanlah diri ini sebagai hamba yang selalu berdzikir kepada-Mu.Amin Ya Allah..

Indahnya Kasih Sayang

Maha Suci Allah, Zat yang mengaruniakan kasih sayang kepada semua makhluk-Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut. Dan tidaklah kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut. Jika kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang Allah hanya akan diberikan kepada orang-orang yang hatinya masih memiliki kasih sayang.

Karena itu, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Kita bisa mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhatikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.

Rasulullah SAW bersabda, ''Allah SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan Ia menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti.'' (HR Muslim).

Dari hadis ini tampak bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karena itu sudah sepantasnya jika kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan Allah SWT. Tanyakanlah kembali pada diri ini sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk berkasih sayang dengan makhluk lain?

Kasih sayang dapat diibaratkan pancaran sinar matahari di pagi hari. Dari dulu sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya, dan ia tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita yang melimpah terus tidak pernah ada habisnya. Untuk memunculkan kepekaan dalam menyayangi orang lain, kita bisa mengawalinya dengan lebih dulu menyayangi diri sendiri. Hadapkanlah tubuh ini ke cermin seraya bertanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api Jahannam?

Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap Allah, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih Allah di surga kelak, atau malah akan terburai karena maksiat yang pernah dilakukannya? Bibir kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik? Perhatikan pula tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu dalam kerak Jahannam?

Bersihnya kulit kita, renungkanlah apakah ia akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api Jahannam? Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita. Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan Allah, sebab tidaklah Allah menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang Allah ciptakan penuh dengan ilmu dan hikmah. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia Allah Azza wa Jalla adalah sarana bertafakur kalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.

Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada Allah dengan membawa aneka pahala ibadah, tetapi Allah malah mencapnya sebagai ahli neraka. Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga si kucing tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan sampai ia mati kelaparan. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat Allah tetap menimpanya, karena tidak menyayangi makhluk lain.

Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk dipakai menciduk air untuk diberikan pada anjing tersebut. Subhanallah, dengan izin Allah, terampunilah dosa wanita ini. Jika hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya Allah keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.

Hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia cuma sekali dan itupun hanya singgah sebentar saja. Tidak ada salahnya kita terus berpikir dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di dalam hati. Insya Allah bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, Allah yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan Allah, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya, ringan dalam melatih kemampuan diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, subhanallah.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya untuk kita semua.Amin..

Dialog Rasulullah Dengan Iblis

Diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., ia berkata : ” Kami bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat dari golongan Anshar dalam sebuah jamaah. Tiba-tiba, ada yang memanggil dari luar : “ Wahai para penghuni rumah, apakah kalian mengizinkanku masuk, karena kalian membutuhkanku ”. Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :” Apakah kalian tahu siapa yang menyeru itu ?”. Para sahabat menjawab , ” Tentu Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui ”. Rasulullah berkata : “ Dia adalah Iblis yang terkutuk – semoga Allah senantiasa melaknatnya”. Umar bin Khattab r.a. berkata :” Ya, Rasulullah, apakah engkau mengijinkanku untuk membunuhnya?”. Nabi SAW berkata pelan :” Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa dia termasuk mereka yang tertunda kematiannya sampai waktu yang ditentukan ?. Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan dengarkan apa yang akan dia sampaikan kepada kalian ! ”.
Ibnu Abbas berkata : “ Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis masuk ke tengah-tengah kami. Ternyata dia adalah seorang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Dagunya berjanggut sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda, kedua kelopak matanya memanjang , kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya seperti bibir macan / kerbau . Dia berkata, “ Assalamu ‘alaika ya Muhammad, assalamu ‘alaikum ya jamaa’atal-muslimin ”. Nabi SAW menjawab :” Assamu lillah ya la’iin AKU telah mengetahui, engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis”.
Iblis berkata :” Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku sendiri, tetapi aku datang karena terpaksa .”

Nabi SAW berkata :” Apa yang membuatmu terpaksa harus datang kesini, wahai terlaknat?”.
Iblis berkata,” Aku didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan Yang Maha Agung, ia berkata kepada-ku ‘Sesungguhnya Allah SWT menyuruhmu untuk datang kepada Muhammad SAW dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu terhadap Bani Adam, bagaimana engkau membujuk dan merayu mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur apa saja yang ditanyakan kepa-damu’. Allah SWT bersabda,” Demi kemulia-an dan keagungan-Ku, jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar, niscaya Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan musuhmu karena bencana yang menimpamu”. Wahai Muhammad, sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah. Tanyakanlah kepadaku apa yang kau inginkan. Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang kamu tanyakan kepadaku, niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi padaku. Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku yang menimpa diriku”.
Rasulullah kemudian mulai bertanya :” Jika kamu jujur, beritahukanlah kepada-ku, siapakah orang yang paling kamu benci ?”.
Iblis menjawab :” Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluq Allah yang paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu”.

Rasulullah SAW :” Siapa lagi yang kamu benci?”.
Iblis :” Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya kepada Allah SWT”.

Rasulullah :” Lalu siapa lagi ?”.
Iblis :” Orang Alim dan Wara yang saya tahu, lagi penyabar”.

Rasulullah :” Lalu, siapa lagi ?”.
Iblis :” Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan suci dari kotoran”.



Rasulullah :” Lalu, siapa lagi ?”.
Iblis :” Orang miskin yang sabar, yang tidak menceritakan kefakirannya kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya “.

Rasulullah :” Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?”.
Iblis :” Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh kesahnya kepada makhluq sesamanya selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan dirinya ke dalam golongan orang-orang yang sabar “.

Rasulullah :” Lalu, siapa lagi ?”.
Iblis :” Orang kaya yang bersyukur “.

Rasulullah bertanya :” Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?”.
Iblis :” Jika aku melihatnya meng-ambil dari dan meletakkannya pada tempat yang halal”.
Rassulullah :”Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?”.
Iblis :”Aku merasa panas dan gemetar”.

Rasulullah :”Kenapa, wahai terlaknat?”.
Iblis :” Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat”. Rassulullah :”Jika mereka shaum ?”.
Iblis : ” Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa”.
Rasulullah :” Jika mereka menunaikan haji ?”.
Iblis :” Saya menjadi gila”.

Rasulullah :”Jika mereka membaca Al Qur’an ?’.
Iblis :’ Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api”.

Rasulullah :” Jika mereka berzakat ?”.
Iblis :” Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil gergaji / kapak dan memotongku menjadi dua”.

Rasulullah :” Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?”.
Iblis :” Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu. Pertama, Tuhan menurunkan berkah atas hartanya. Kedua, menjadikan orang yang bezakat disenangi makhluq-Nya yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang antara dirinya dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat, Tuhan mencegah bencana dan malapetaka agar tidak menimpanya”.
Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?”.
Iblis :” Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah, dia tidak taat kepadaku, bagaimana mungkin dia akan mentaatiku pada masa Islam”.

Rasulullah :” Apa pendapatmu tentang Umar ?”.
Iblis :” Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya kecuali aku lari darinya”.

Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Utsman ?”.
Iblis :” Aku malu dengan orang yang para malaikat saja malu kepadanya”.

Ketika Ditimpa Musibah Dan Kekecewaan

ISI
• Apa hakekat musibah itu?
• Bagaimana menjadikan musibah sebagai surat cinta Tuhan?
• Bagaimana bersahabat dengan musibah?
• Bagaimana Al-Qur’an & hadis berbicara tentang musibah dan kekecewaan?

Musibah dapat dibedakan dengan azab dan bala. Musibah adalah ujian yang harus dilewati seorang hamba dan berfungsi sebagai proses pembelajaran agar kehidupan masa depan kita dapat dijalani dengan lebih baik.

Musibah tidak hanya menimpa bagi para pendosa tetapi juga orangorang yang saleh. Berbeda dengan azab, siksaan yang hanya diperuntukkan kepada mereka yang durhaka seperti azab yang pernah ditimpakan umat-umat terdahulu.

Azab tidak menimpa orang yang shaleh, seperti Banjir Nuh yang hanya menenggelamkan umat Nabi Nuh yang durhaka sedangkan dirinya bersama pengikut setianya selamat. Demikian pula umat Nabi Shaleh, ia bersama umat setianya selamat dari wabah epidemi yang menimpa kaumnya, juga kakeknya Nabi, Abdul Muthalib selamat dari keganasan thair ababil yang memporakporandakan pasukan Abraham.

Sedangkan bala, hampir sama dengan musibah, hanya skalanya lebih personal dan berhubungan dengan human error atau terkait erat dengan hukum sebab-akibat. Misalnya karena kecerobohan dan kelengahan maka seseorang mengalami kecelakaan.

Musibah di sini dapat dicontohkan dengan salah seorang anggota keluarga tercinta kita meninggal dunia, dokter memvonis kita menderita penyakit akut, atau mendapatkan fitnah keji dari orang lain, atau mengalami kekecewaan berat, misalnya gagal dipromosi, gugur dalam seleksi, dijauhi oleh teman, dan semacamnya.

Kondisi batin seperti ini pasti sangat menyakitkan dan membuat orang menjadi putus asa serta kehilangan optimisme dan harapan hidup. Bahkan kondisi seperti ini seringkali membuat seseorang berfikir atau melakukan solusi jalan pintas misalnya dengan nekat bunuh diri, menjauh dari keramaian, dan hanyut di dalam kesensaraan, atau menceburkan diri di dalam kehidupan gelap seperti mengkonsumsi obat penenang destruktif seperti narkoba dan sejenisnya.

Bagi orang yang beragama, cara terbaik yang harus dilakukan ialah kembali kepada Tuhan. Kita harus yakin bahwa sebesar apapun sebuah problem pasti itu masih tetap di ambang batas kemampuan daya dukung hamba-Nya.

Allah Swt, Tuhan Yang Maha Pengasih, tidak mungkin membebani sesuatu di luar batas kemampuan dan daya dukung hamba-Nya.

”Allah tidak akan membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S. al-Baqarah/2:286).

Dalam perspektif tasawuf, musibah atau kekecewaan hidup adalah salah satu wujud ”surat cinta” Tuhan kepada hamba-Nya. Mungkin Tuhan merindukan hamba-Nya tetapi yang bersangkutan terkeco dan tersesat dengan kesenangan duniawinya.

Akhirnya Tuhan mengutus musibah atau kekecewaan kepadanya dan ternyata ia secara efektif kembali kepada Tuhannya.

Seseorang yang hidup di dalam kemewahanan atau dalam kondisi berkecukupan seringkali lebih sulit untuk melakukan pendakian (taraqqi) kepada Tuhannya, karena semua kebutuhannya terpenuhi.

Dalam keadaan seperti ini banyak orang yang lalai untuk berdoa. Ibadah yang dilakukan sebatas kewajiban, bukan betul-betul karena mencintai Tuhannya.

Tingkat kekhusyukan ibadahnya dengan sendirinya lemah. Kiat menyikapi musibah kita harus tawakkal, menyerahkan diri secara total dan sepenuhnya kepada Allah Swt. Kita harus yakin bahwa musibah dan kekecewaan ini adalah pilihan terbaik Tuhan untuk kita.

Allah SWT mencintai hamba-Nya dan ingin menyelamatkannya dari siksaan lebih pedih dan lebih lama. Nabi pernah bersabda:

” Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kedukaan, penyakit, kesulitan hidup,kesengsaraan, hingga semisal duri yang menusuk kakinya, melainkan itu semua berfungsi sebagai pencuci dosa masa lampau” (Hadis Muttafaq ’Alaih/sangat shahih).

Dalam kesempatan lain Rasulullah pernah bersabda: ”Jika Allah SWT menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya
maka Ia menyegerakan siksaan-Nya (di dunia) dan jika Allah SWT menghendaki sebaliknya kepada hamba-Nya maka Ia menunda siksaan-Nya di hari kiyamat” (Hadis dari Anas, riwayat Turmudzi).

Musibah dan kekecewaan tidak mesti diratapi terlalu lama, bahkan sebaliknya kita perlu mengambil hikmah yang amat penting darinya. Seringkali kita harus bersyukur bahwa musibah memang membawa kekecewaan hidup tetapi pada saat bersamaan kita bisa merasakan adanya kedekatan khusus diri kita dengan Tuhan.

Bahkan kedekatan itu tidak pernah dirasakan sebelumnya. Seringkali justru rasa kedekatan itu lebih menonjol ketimbang rasa kekecewaan itu. Ini artinya musibah membawa nikmat dan betul-betul musibah terasa sebagai ”surat cinta” Tuhan kepada kekasih-Nya.

Semenjak musibah itu terjadi, semenjak itu terjadi perubahan total hubungan diri kita dengan Tuhan. Sebelumnya kita berjarak dengan Tuhan tetapi dengan musibah itu kita tidak lagi mau berpisah dan berjarak dengan Tuhan.

Musibah kita sikapi dengan tawakkal dan mengikhlaskan diri kita kepada-Nya. Semua itu sudah suratan takdir dan telah tercatat di buku blue print (lauh amhfudz).

Jalanilah kehidupan ini dengan datar dan lurus. Kekuatan tawakkal dan ikhlas akan meberikan power dan keajaiban di dalam diri kita.

Ini jaminan Tuhan: ”Jangan berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita” (Q.S. al- Taubah/9:40).

Kiat menjalani dan mempertahankan sikap tawakkal dalam diri kita, diajarkan oleh kalangan guru-guru tasawuf, dengan menghayati secara mendalam dua kalimat syahadat. ”Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rusul Allah”.

Dengan diawali kalimat negasi, menafikan segalanya, kalau perlu menafikan keberadaan wujud kita sendiri. Seolah-olah yang ada dan eksis di jangat ini hanyalah Dia, Allah SWT. Kita melenyapkan hakekat dan substansi diri kita lalu larut kepada suatu Wujud Yang Maha Abadi. Kita bagaikan mayat yang hanyut di sungai, ke mana pun sungai itu bermuara di situlah kita akan dibawa. Terimalah dirinya apapun adanya, karena semua orang membawa takdir dirinya masing-masing.

Ma’rifah seperti ini lebih mudah muncul ketika kita sedang sujud di atas hamparan sajadah di hadapan kebesaran Allah Swt. Lupakanlah musibah dan kekecewaan itu, hilangkanlah semuanya, kalau perlu lupakanlah keberadaan dirinya, seolah-olah yang ada hanyalah Dia Sendiri.

Tidak ada lagi sosok yang ditipa musibah, tidak ada juga sosok orang yang mendatangkan musibah, tidak ada lagi dendam dan tidak ada lagi yang sakit. Semuanya kembali dan menyatu dengan-Nya. Seolah musibah itu datang untuk menghapus memori gelap masa lampau kita.

Ikhlas yang sesungguhnya memberikan rasa optimisme ke dalam diri setiap orang. Orang yang menjalani keikhlasan penuh tidak akan pernah merasa sedih, sakit, lelah, dan kecewa, karena semua yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT. Karya dan pengabdian yang dilakukan bukan karena Allah SWT itulah yang sering menyedot energi batin seseorang. Yang bersangkutan sering merasa kecewa, lelah.

Bahkan sakit karena harapannya berbeda dengan respons yang diberikan orang lain terhadapnya. Jika semunya kita niatkan seikhlasnya dan kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT maka hidup ini pasti tenang, tidak akan merasa kecewa, tidak akan bersedih, tidak pernah merasa jatuh, dan mungkin tidak akan pernah lagi kita merasa sakit.

Surat Al-Fatihah Mencakup Seluruh Ilmu Pengetahuan

Menurut Imam Al Ghazali bahawa Al Quran mengandung sepuluh dasar ilmu pengetahuan umum dan tiap-tiap ilmu itu membawahi beberapa macam ilmu :
1. Ilmu untuk mengenal zat Allah swt.

2. Ilmu untuk mengenal sifat-sifat Allah swt. Mengenai zat Allah swt, kita mengagungkan dan mensucikanNya dari segala sifat kekurangan : Dia tida serupa dengan sesuatu apapun. Adapun mengenal sifat-sifatNya iaitu : Dia Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mengetahui, Hidup, Mendengar, Melihat dan Berbicara.

3. Dialah Khalik alam semesta dan Penciptanya dan Dialah Yang meninggikan langit dan membentangkan bumi.

4. Menjelaskan tempat kembali manusia seperti : syurga sebagai tempat pahala, neraka sebagai tempat siksa.

5. Menjelaskan Siratal Mustaqim (jalan yang lurus) dengan meninggalkan segala perbuatan yang tercela dan segala perbuatan yang tercela dan segala perangai yang rendah.

6. Menghiasi diri dengan segala perbuatan yang mulia dan segala sifat yang utama.

7. Menjelaskan orang-orang yang telah dianugerahi nikmat atas mereka dan memuji mereka itu.

8. Menerangkan (akibat) orang-orang yang zalim, orang-orang yang melanggar hukum-hukum agama dan orang-orang yang kafir.

9. Menyebutkan perbantahan orang-orang kafir.

10. Menerangkan undang-undang hukum Allah.

Inilah semuanya ilmu-ilmu yang tersebut di dalam Al Quran dan lapan diantaranya telah tercakup di dalam surah Al Fatihah. Demikian pandangan Imam Al Ghazali.

Untuk jelasnya adalah sebagai berikut :
1. Zat Allah swt yang tercantum dalam kalimah : ( Bismillahi) = Dengan nama Allah

2. Sifat-sifat Allah dalam kalimah :
(Arrahmaanirrahimi Malikiyaumiddiini) = Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Yang menguasai hari Pembalasan.

Bahawasanya sifat Rahmah (Pengasih dan Penyayang) dan kekuasaan itu, keduanya menghendaki adanya Qudrat (sifat Maha Kuasa), Iradah (Maha Berkehendak) dan Ilmu (Maha Mengetahui). Itulah diantara sifat-sifat Allah yang tercantum didalam kebanyakan surah didalam Al Quran seperti firmanNya : " Almalikul kudduusussalamul mu'minullmuhaeminul 'aziizul jabbarul mutakabbiru. Yang Ertinya : "Dia Maha Raja Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Menganugerahkan Keamanan Yang Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Agung. Q. S Al-Hasyr : 23

3 Ilmul af'al (ilmu perbuatan Allah) iaitu : ilmu yang telah kami huraikan dahulu yang tercakup dalam firmanNya : Rabbil'alamiina = Yang Memelihara Semesta Alam.

Dan tersirat di dalamnya berbagai macam ilmu dan kami telah jelaskan bahawa alam itu ada dua macam : alam tinggi dan alam rendah ; Pada kedua alam tersebutlah berhubungan berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi kerana semuanya itu adalah "Af'alullah" (Perbuatan Allah) yang masuk didalam pengaruh rahmat dan pendidikanNya bagi semesta alam. Bahawasanya ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam yang keduanya telah masuk di dalam "Tarbiayatul 'alamin" (Pendidikan semesta alam) keduanya diikuti lagi oleh berbagai ilmu teknik yang diantaranya seperti : alat pengukur waktu (jam dan sebagainya), ilmu tentang mesin penggerak (penarik benda yang berat) seperti : lokomotif dan sebagainya, ilmu penggerudi air dan minyak, ilmu tentang alat-alat persenjataan yang berat seperti : roket meriam dan sebagainya.

Ilmu tentang gas beracun dsb. Ilmu-ilmu itulah yang menggugah bangsa-bangsa yang masih tidur dan membangunkan bangsa-bangsa Timur (Asia) dari tidur nyenyak mereka. Semuanya ini termasuk di antara keajaiban pendidikan. Demikian juga ilmu pembuatan senjata berat seperti meriam yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalai. Ilmu tentang alat pembakar, ilmu tentang alat pembakar, ilmu untuk bangunan perumahan yang kuat; ilmu pembuatan (menggali) terusan (sungai); ilmu tentang juluran dalam bentuk dan letaknya; ilmu gaya gravitasi; ilmu ukur ruang; ilmu kedoktoran dan ilmu pertanian. Kedua ilmu terakhir ini (Kedoktoran dan pertanian) termasuk dalam lingkungan ilmu pengetahuan alam, sedangkan ilmu-ilmu sebelumnya termasuk dalam lingkungan ilmu pasti (matematika) dan semuanya itu terkandung di dalam. Tarbiayatul 'alamin Ertinya : "Pendidikan Alam Semesta"

Ketahuilah bahawa semua industri yang telah ada sekarang mahupun yang akan datang semuanya bersumber dari benda-benda yang telah ada (diciptakan Allah) di dunia ini.

4. Keterangan tentang hari akhirat yang meliputi syurga, neraka, kenikmatan dan kesengsaraan, pahala dan siksa. Al Quran telah membuat segala keterangan mengenai hal tersebut dan semunya itu termasuk di dalam ayat : Maliki yaumiddiini. Ertinya : "Yang memiliki hari pembalasan (hari kemudian)."

5 & 6. Keterangan tentang siratal mustaqim (jalam yang lurus) ini ada dua bahagian :
a. Meninggalkan kesesatan, kefasikan dan berbagai maksiat seperti : bohong, khianat, khianat dan zina.

b. Menghiasi diri dengan dengan segala akhlak yang mulia seperti sifat-sifat mulia, ilmu pengetahuan, tolong-menolong, menyebarkan ilmu dan sebagainya.

7. Keterangan tentang sejarah para Nabi, orang-orang yang sholeh, orang-orang mukmin dan intelektual, semuanya ini termasuk dalam ayat : Allaziina an'amta 'alaihim Ertinya : "Orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat atas mereka".

8. Cerita orang-orang yang telah dimurkai dan orang-orang yang sesat. Di dalam Al Quran banyak tersebut cerita tentang orang-orang yang sesat dan sejarah tingkah laku dan perbuatan mereka yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Itulah berbagai ilmu yang terkandung di dalam Al Quran dan telah tersirat di dalam surah Al Fatihah.

Islam Dan Ilmu Pengetahuan

ILMU PENGETAHUAN merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab kata islam itu sendiri, dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”, mempunyai makna “tunduk patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”. Dalam Surat Ali Imran ayat 83, Allah menegaskan bahwa seluruh isi jagat raya, baik di langit maupun di bumi, selalu berada dalam keadaan islam, artinya tunduk patuh kepada aturan-aturan Ilahi. Allah memerintahkan manusia untuk meneliti alam semesta yang berisikan ayat-ayat Allah. Sudah tentu manusia takkan mampu menunaikan perintah Allah itu jika tidak memiliki ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, kata alam dan ilmu mempunyai akar huruf yang sama: ain-lam-mim.

Bagian yang terbanyak daripada ayat-ayat Al-Qur’an adalah perintah Allah kepada manusia agar menalari alam sekelilingnya. Dan setelah maju ilmu pengetahuan modern, bertambah jelas pula arti yang dikandung dalam ayat-ayat itu. Semuanya ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan Nabi Muhammad s.a.w., melainkan langsung turun dari Allah SWT.

Sebagai contoh, dalam Surat Al-Anbiya’ ayat 30 Allah SWT berfirman: “Tidakkah orang-orang kafir itu tahu bahwa langit dan bumi mulanya berpadu, lalu Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. Tidakkah mereka percaya?”. Ayat yang diwahyukan Allah pada abad ke-7 ini baru jelas maknanya setelah ilmu kosmologi dan ilmu biologi berkembang pada abad ke-20.

Baru pada tahun 1929 dunia astronomi menyadari bahwa galaksi-galaksi saling menjauhi satu sama lain, dan ini berarti bahwa alam semesta berada dalam keadaan berekspansi atau mengembang. Baru pada tahun 1965 ditemukan bukti-bukti ilmiah bahwa pada mulanya seluruh isi alam semesta ini berpadu dalam tingkat kepadatan yang tidak terhingga (infinite density), lalu dengan proses Dentuman Akbar (Big Bang) pada sekitar 14 miliar tahun yang silam maka terciptalah alam semesta ini.

Demikian pula dunia biologi baru pada abad ke-20 mengetahui bahwa 80% penyusun sel-sel makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan, mikroorganisme) adalah air. Seluruh metabolisme dalam tubuh makhluk hidup hanya dapat berlangsung dalam lingkungan pelarut air. Kehidupan di muka bumi baru terbentuk setelah adanya air. Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan udara atau oksigen, tetapi tidak ada yang mampu survive tanpa air.

Masih banyak ayat Al-Qur’an tentang fenomena alam yang harus digali dan dikembangkan oleh para ilmuwan dan intelektual Muslim. Kita sering lupa bahwa di samping ayat-ayat Qur’ani (yang tertulis dalam Al-Qur’an), terdapat lebih banyak lagi ayat-ayat Kauni, yaitu hukum-hukum Allah yang terdapat dalam makhluk ciptaan-Nya. Dalam Surat Fushshilat ayat 53, Allah SWT berfirman: “Akan Kami perlihatkan pada manusia ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam kehidupan mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar”.


Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap penjuru alam semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences), sedangkan usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah dalam kehidupan manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya (social and cultural sciences).

Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang beriman maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan kemampuan metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:
1. pasti (Al-Furqan 2)
2. tidak pernah berubah (Al-Fath 23)
3. obyektif (Al-Anbiya’ 105)

Salah satu perintah Allah yang belum maksimal kita laksanakan adalah penguasaan ayat-ayat Allah yang bertebaran di alam semesta melalui ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dengan didasari iman dan taqwa (IMTAQ). Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kemajuan Barat dalam ilmu pengetahuan adalah karena mewarisi dan meneruskan ilmu pengetahuan umat Islam di abad-abad pertengahan. Patut dicatat bahwa supremasi kaum Muslimin selama delapan abad jauh lebih lama daripada supremasi Barat sekarang (sejak abad ke-18). Dan umat Islam di mana saja diliputi oleh optimisme bahwa supremasi itu akan kembali ke tangan mereka, asalkan mereka konsisten kepada ajaran Al-Qur’an.

Marilah kita perhatikan intisari ajaran Al-Qur’an tentang sains dan teknologi.
Pertama, Allah menciptakan alam semesta dengan haqq (benar) kemudian mengaturnya dengan hukum-hukum yang pasti (Al-A`raf 54, An-Nahl 3, Shad 27).
Kedua, manusia diperintahkan Allah untuk meneliti dan memahami hukum-hukum Allah di alam semesta (Ali Imran 190-191, Yunus 101, Al-Jatsiyah 13).
Ketiga, dalam memanfaatkan hukum-hukum Allah di alam semesta yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia harus berwawasan lingkungan dan dilarang untuk merusak atau membuat pencemaran (Al-Qasas 77, Ar-Rum 41).

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kita harus memiliki sikap-sikap intelektual yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an.
Pertama, kritis terhadap permasalahan yang dihadapi, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Isra’ ayat 36: “Dan janganlah engkau ikuti sesuatu yang tiada padamu pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan isi hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Kedua, bersedia menerima kebenaran dari mana pun datangnya, sebagaimana tercantum dalam Surat Az-Zumar ayat 18: “Maka gembirakanlah hamba-hamba-Ku yang menginventarisasi pendapat-pendapat, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang memperoleh petunjuk Allah dan mereka itulah kaum intelektual”.
Ketiga, menggunakan daya nazhar (nalar) semaksimal mungkin, sebagaimana tercantum dalam Surat Yunus ayat 101: “Katakan: nalarilah apa yang ada di langit dan di bumi. Dan tidaklah berguna segala ayat dan peringatan itu bagi kaum yang tidak percaya”.

Menurut Surat Ali Imran 191-194, seorang ilmuwan atau intelektual Muslim harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Senantiasa dalam kondisi zikir, memelihara komitmen kepada ajaran Allah.
2. Mengembangkan daya fikir dalam menalari ciptaan Allah.
3. Memanfaatkan potensi dan kesempatan yang disediakan Allah.
4. Menjauhi perilaku menyimpang dari ajaran Allah.
5. Siap membela kebenaran dan keadilan serta memberantas kezaliman.
6. Teguh beriman kepada Allah dan Rasul dalam sikap dan perilaku.
7. Menyadari kekhilafan dan berusaha meningkatkan kemampuan diri.
8. Ikhlas berkorban mempersembahkan bakti hanya kepada Allah.
9. Berwawasan masa depan untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Pemahaman terhadap hukum-hukum Allah di alam semesta akan semakin menyadarkan kita bahwa dunia yang fana ini mempunyai awal dan akhir, serta sesudah kehidupan dunia ini akan datang kehidupan akhirat yang abadi. Hal ini ditegaskan Allah dalam Surat Ar-Ra`d ayat 2: “Allah telah meninggikan langit dengan tanpa tiang yang kamu lihat, kemudian Dia berkuasa di atas `Arasy. Dia menyediakan matahari dan bulan, yang beredar sampai waktu yang ditentukan. Dia mengatur urusan alam semesta. Dia menjelaskan ayat-ayat-Nya agar kamu meyakini pertemuan dengan Tuhanmu”.

Menghitung Luas Surga Dan Neraka

Hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah SWT.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu,

Berapakah kira-kira luas surga?

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu, dan kepada Syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa”. (QS. Ali Imran: 133)

“Berlomba-lombalah kamu sekalian untuk mendapatkan ampunan Tuhanmu dan syurga yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasulNya” (QS. Al-Hadiid : 21)

Subhaanallah, Surga itu luasnya seluas langit dan bumi? Berapakah luasnya langit dan bumi itu? Bisakah ilmu pengetahuan mengukurnya? Surga begitu luasnya, sementara penduduk bumi kita yang berisi sekitar lima milyar orang saja masih menyisakan demikian luas tempat yang belum dihuni.

Baiklah, sekedar untuk berhitung dan yang penting adalah untuk menambah keimanan kita akan kebesaran Allah Swt, mari kita mencoba mengukurnya. Berdasarkan informasi dari Al-qur'an. Bahwa langit ini dicipta oleh Allah Swt sebanyak TUJUH lapis.

Pernyataan ini didukung paling tidak oleh delapan buah ayat al-qur'an yaitu Al-Isra' : 44, Al-Mukminuun : 17, Al-Mukminuun : 86, Al-Mulk : 3, Al-Baqarah : 29, At-Thalaq : 12, Nuh : 15 dan An-Naba' : 12

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra' : 44)

Langit diciptakan oleh Sang Pencipta sebanyak tujuh lapis, sementara untuk langit terdekat saja yang masih mampu dipandang teropong manusia yang tercanggih sekalipun sudah membuat manusia 'takluk' tidak dapat membayangkan. Maka bumi sungguh ibarat debu jika dibandingkan dengan luasnya surga. Demikian pula keindahan bumi beserta isinya, sungguh amat sangat tidak sepadan jika dibandingkan dengan keindahan Surga.

Benarlah kata sebuah hadits Qudsi yang menyatakan bahwa, keindahan surga yang diberikan Allah kepada para hambaNya, belum pernah didengar telinga, belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terlintas di dalam hati.

Sekedar sebagai ilustrasi matematis, mari kita bayangkan berapa luasnya jagad raya langit pertama itu. Garis tengah untuk langit pertama atau jagad raya ini diperkirakan sebesar 30 milyar tahun cahaya. Berarti garis tengah jagad raya kita ini sepanjang : 30.000.000.000 X 360 X 24 X 60 X 60 X 300.000 km = 279.936.000.000.000.000.00
0.000 km. Ini bukan luasnya langit, tetapi baru garis tengahnya saja.

Yang sedang kita hitung inipun masih luas langit terdekat saja. Belum lagi langit lapis ke dua, ke tiga, ke empat, ke lima, ke enam, dan yang ke tujuh. Yang kesemuanya itu jauh lebih besar dibanding langit pertama.

Lalu bisakah kita membayangkan luas surga? Bagaimana dengan keindahannya? Subhaanallah. Logika ilmu pengetahuan mungkin bakal terhenti, tinggal logika iman yang bisa mengukurnya.

Rasulullah pernah bersabda bahwa di surga sebuah pohon akan bisa kita lalui dari ujung ranting timur ke ujung ranting barat sejauh 100 tahun perjalanan.

Satu lagi, bahwa menurut ilmu pengetahuan, ternyata jagad raya ini tidak tetap, tetapi terus mengembang bertambah lama bertambah besar dan tentu juga bertambah luas. Menurut penelitian Stephen Hawking setiap satu milyar tahun jagad raya mengembang sekitar sepuluh sampai dengan lima belas persen.

Surga memang luar biasa hebatnya. Luar biasa indahnya. Bahkan kita tidak bisa membayangkannya. Tetapi yang lebih menarik adalah ‘pernyatan sikap’ para sufi dan para wali Allah, yang mengatakan bahwa mereka tidak terpesona dengan surga yang tidak terbayangkan keindahannya itu. Sebab mereka lebih terpesona dan lebih cinta kepada Pencipta dan Pemilik Surga, yaitu Allah Swt.

Artinya keindahan Allah Swt, Kebesaran, dan kehebatannya, sungguh melebihi surga itu sendiri. Subhaanallah. Cuma kadang-kadang manusia 'terperangkap' dengan keindahan hadiahnya dan lupa kepada Dzat Yang Maha Pemberi hadiah.


Berapakah kira-kira luas neraka ?

Suatu saat Abu Hurairah ra, mengatakan, ketika kami bersama rasulullah, tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras, seperti benda yang jatuh menggelegar. Nabi yang mulia mengatakan:
“Tahukah kamu sekalian, suara apa itu? Kami menjawab: hanya Allah dan rasulNya sajalah yang lebih mengetahuinya. Nabi menjawab, itu tadi adalah suara dari sebuah batu yang dijatuhkan ke dalam jurang neraka, sejak tujuh puluh tahun yang lalu, baru sampai ke dasarnya ini tadi...” (HR. Muslim)

Benda yang jatuh, secara ilmu fisika bisa dihitung jaraknya. Berdasarkan gravitasi yang berlaku. Jika gravitasi bumi kita ini adalah 9,8 m / detik, maka dengan mudah kita bisa menghitung jarak tempuh batu yang jatuh mengikuti rums 1/2 gt2. Jika jatuhnya ke bumi kita sbb:
Jarak tempuh batu selama 70 tahun adalah, 0,5 x [70X360X24X60X60] x [70X360X24X60X60] x 9,8 m = 23.228.686.172.160.000 m = 23.228.686.172.160 km,
Bandingkan garis tengah bumi kita hanya: 12.756 km. Ini berarti, bahwa neraka memiliki kedalaman: 23.228.686.172.160 km /12.756 km = 1.821.000.797.441,2 X diameter bumi ini jika dipakai gravitasi 'bumi kita'.

Artinya bahwa, jika jurang neraka itu diukur berdasarkan gravitasi bumi kita, maka neraka memiliki kedalaman = 1.821.000.797.441,2 kali garis tengahnya bumi. Atau jika kita menggali sebuah sumur, maka sumur itu akan mencapai kedalaman seperti yang kita hitung di atas. Apabila sumur itu menembus bumi berulang kali, sampai sebanyak 1.821.000.797.441,2 kali.

Dari sini saja kita sudah sulit membayangkan betapa dalamnya jurang neraka seperti yang diinformasikan oleh rasulullah saw tadi. Jadi jurang neraka itu sedalam: 1.821.000.797.441,2 kali 'tebal'nya bumi. Ah, betapa menggiriskan! Yang baru kita illustrasikan tadi kedalaman vertikal neraka, bagaimana pula lebar horizontalnya. Semestinya lebar horizontal lebih luas dari vertikalnya, ibarat bumi yang memiliki permukaan lebih luas dibanding ketinggian atmosfir bumi.

Tetapi kedalaman itu, 'belum seberapa, sebab nanti di yaumil akhir, bumi kita ini akan diganti oleh bumi yang lain. Sehingga gravitasi yang dimaksud tentu bukan gaya gravitasi bumi kita ini. Tetapi gravitasi bumi baru, yang jauh lebih hebat dan lebih dahsyat kekuatan daya tariknya.
“Ketika bumi ini diganti dengan bumi yang lain, begitu pula dengan langitnya, Mereka bermunculan dari kuburnya masing-masing menghadap kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa”. (QS. Ibrahim 14 : 48)

Jangankan dipakai ukuran bumi baru yang kita belum tahu gravitasinya. Andaikata dipakai ukuran gaya tariknya Black Hole saja, yg mempunyai perbandingan 1 : 100 trilyun (perbandingan ini telah dianalisis pada suatu diskusi ilmiah yang bejudul "Menikmati keindahan Allah melalui logika dan tanda-tanda”), maka kedalaman neraka menjadi sangat sangat menggiriskan

Secara matematis kedalaman itu menjadi : 23.228.686.172.160 km X 100.000.000.000.000 = 232.286.861.721.600.000.000.000.000 km

Sebagai gambaran, bila 1 trilyun atau 1000 milyar manusia sekalipun dimasukkan kedalam neraka sekaligus maka tiap orangnya masih bisa diberi jatah ruang lebih dari 200 trilyun kilometer persegi .

Sehingga kalau seseorang dimasukkan ke dalam neraka, jangan harap mudah menemukan teman ‘senasib dan sependeritaan’, apalagi sampai berbagi duka dan saling memberi dorongan agar ‘tabah’.

Tulisan ini belum lagi membicarakan dahsyatnya suhu neraka serta ragam siksaan dan kualitas siksaannya. Sebagai gambaran singkat Rasulullah saw pernah berkata, andaikata dari dalam neraka yang dahsyat itu menerobos keluar apinya meskipun hanya sebesar lubang jarum saja, maka hancur binasalah bumi kita. Tulisan ini juga belum menggambarkan bahwa di neraka tubuh manusia tidak langsung gosong atau meleleh tapi memuai dahulu. Rasulullah SAW pernah berkata bahwa ada gigi seorang kafir yang akan menjadi sebesar gunung Uhud di neraka. Hadits lain meriwayatkan bahwa tebal kulit manusia di neraka akan (memuai) hingga setebal 3 hari perjalanan, jauh lebih tebal dibanding kulit sapi yang digoreng dan memuai hingga setebal kerupuk kulit. Inilah mungkin hikmah kenapa jatah ruang neraka untuk setiap penghuninya diberi kapasitas yang sedemikian luasnya.

Setelah kita membayangkan keindahan surga yang ternyata tidak bisa dibayangkan saking dahsyatnya, dan setelah kita berhitung matematis tentang kedalaman neraka, yang ternyata juga tidak bisa kita bayangkan betapa mengerikan kedalaman neraka itu, masihkah kita mau menunda amal akhirat kita untuk suatu masalah dunia yang ternyata sangat kecil dan tidak abadi ini.

Ya Allah, berilah kami kebaikan di atas dunia ini, dan berilah kami kebaikan di akhirat nanti, hindarkanlah kami dari siksaMu yang amat pedih, Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin..

Orang-orang Yang Di Do'akan Para Malaikat

Inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”.

(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)


2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”

(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)


3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”

(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)


4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf”

(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)


5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.

(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)


6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)


7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)


8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’”

(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)


9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”

(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)


10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”

(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)


11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”

(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”

Qur'an Menjawab Pertanyaan Manusia

Manusia Bertanya : Kenapa aku diuji ?
Qur'an Menjawab : Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut : 2). Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabuut : 3)

Manusia Bertanya : Kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik ?
Qur'an Menjawab : ………. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

Manusia Bertanya : Kenapa aku diberi ujian seberat ini?
Qur'an Menjawab : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya………. (Al-Baqarah : 286)

Manusia Bertanya : Bolehkah aku frustrasi ?
Qur'an Menjawab : Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imraan : 139)

Manusia Bertanya : Bolehkah aku berputus asa ?
Qur'an Menjawab : ………..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (Yusuf : 87)

Manusia Bertanya : Bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini?
Qur'an Menjawab : Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (Ali Imraan : 200) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. (Al-Baqarah : 45)

Manusia Bertanya : Bagaimana menguatkan hatiku?
Qur'an Menjawab : ….Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal……. (At-Taubah : 129)

Manusia Bertanya : Apa yang kudapat dari semua ujian ini?
Qur'an Menjawab : Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka………. (At-Taubah : 111)

Ciri Ulama Akhirat

Kata-kata ulama di kalangan umat Islam Indonesia mengalami distorsi makna yang terkadang jauh dari apa yang dikehendaki Al Quran. Ada seorang yang baru bisa berceramah dan belum mendalam ilmu keislamannya sudah disebut ulama. bahkan di sebuah kampung terpencil, ada tokoh masyarakat yang biasa memimpin doa dalam berbagai acara keagamaan sudah disebut ulama dan diangkat sebagai anggota majlis ulama kecamatan padahal bacaan Al Qurannya masih blepotan. Di sana masih banyak contoh lain yang menunjukkan distorsi makna ulama tersebut. Bahasan ini mencoba mengembalikan makna yang hakiki dari kata-kata ulama yang dikehendaki Al Quran.

Kata-kata ulama disebutkan dalam Al Quran sebanyak dua kali yaitu dalam Asy Syu’ara’ 197 dan dalam surat Fathir 28. yang intisarinya bahwa ulama adalah orang yang memiliki ilmu yang mumpuni sehingga ilmu tersebut membawa dirinya memiliki sifat khasyyah atau rasa takut hanya kepada Allah saja.
Kalau kita meneliti isi ayat-ayat dalam AlQuran yang berkenaan dengan esensi orang yang memiliki kriteria khasyyah ini, kita dapat menarik suatu konklusi bahwa di sana ada kata-kata yang sering digunakan untuk menunjukkan kelompok orang yang memiliki sifat khasyyah itu yaitu, kata-kata ulul albab (=Cendekiawan muslim). Kata-kata ini disebutkan dalam Al Quran sebanyak 16 kali. Merekalah yang disanjung tinggi oleh Alquran sebagai orang yang memiliki sifat khasyyah, martabat mulia, banyak dzikir, taqwa, mencapai derajat iman dan keyakinan yang tinggi,komitmen dengan syariat Islam dan ajaran-ajarannya. sebagaimana disiratkan dalam Ali Imran 7 sbb:”Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”dan tidak dapat mengambil pelajaran dari padanya melainkan ulil albab (orang-orang yang berakal).

Jika diteliti secara seksama, dengan menelusuri isi ayat-ayat yang berkaitan dengan ulil albab, kita dapat memilah bahwa kriterianya bisa dipilah menjadi dua kriteria; pertama kriteria global dan kedua kriteria terperinci.

Kriteria global ulil albab terdapat dalam beberapa ayat yaitu :Al Maidah 100, At Tholaq 10, al Baqarah 179 dan 197. Semua ayat tersebut menuntut bahwa kriteria utama ulil albab atau ulama adalah sifat khasyyah yang diungkapkan dengan istilah takwa kepada Allah swt. artinya, komitmen dalam melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Orang yang tidak memiliki kriteria demikian tidak layak untuk disebut ulama.

Sedangkan kriteria terperinci yang harus dimiliki ulama atau ulil albab banyak bertebaran dalam beberapa ayat sebagai berikut :

1. Orang yang selalu berdzikir kepada Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk ataupun berbaring ketika tidak mampu duduk atau berdiri . Dzikir ini bisa dilakukan dalam waktu sholat ataupun lainnya.(lih. Ali Imran 191). Ulama yang sesungguhnya lebih suka menggunakan waktunya untuk berdzikir dan berfikir dari pada mendengarkan musik Bethoven atau perbuatan laghwun atau lahwun

2. Selalu bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi, bagaimana langit ditinggikan tanpa tiang, bagaimana bintang-bintang diciptakan di langit dan bagaimana bumi dihamparkan, bagaimana gunung gemunung ditegakkan yang dibawahnya dialiri sungai-sungai yang banyak. Tafakkur demikian tentang semua ciptaan Allah akan menambah keimanan ulama . (Lih. Ali Imran 191)

3. Menjauhi penyembahan kepada thogut yaitu syetan atau sesembahan selain Allah. (Az Zumar 17).Kalau ada orang yang masih percaya atau memberikan pengabdian kepada jin, jimat atau totem lainnya bukanlah termasuk muslim apalagi ulama, walaupun mungkin dijuluki oleh orang sekitarnya sebagai kiai atau ustadz atau mungkin menjadi anggota majlis ulama di suatu kampung.

4. Mengembalikan semua urusan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang disembahnya.(Az Zumar 17) Orang yang masih suka menyandarkan diri pada dukun, ahli nujum atau hal syirik lainnya tidak berhak disebut sebagai ulama.

5. Selalu mengikuti hal-hal yang terbaik dari semua pendapat yang didengarnya kemudian direalisaikan dalam bentuk perbuatan dan sikap atau ucapannya (Az Zumar 18). Ulama tidak congkak dengan pendapatnya. Memiliki sifat toleran terhadap pendapat orang lain. Lebih dari itu, bila ada pendapat yang lebih baik dia akan mengikuti pendapat tersebut. Para imam madzhab tidak pernah merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Mereka amat lapang dada dengan pendapat orang lain walaupun berbeda atau bertentangan. Itulah ciri ulama.

6. Senantiasa memenuhi janji Allah untuk mengakui rububiyyatullah dan memenuhi apa yang diajarkan Allah dalam kitab suciNya.(Ar Ra’d 20) Janji yang telah dikukuhkannya di alam arwah untuk mengakui rububiyatullah ditepatinya di dunia sehingga tidak pernah ingkar.

7. Tidak merusak perjanjian umum yang telah dikukuhkan antara mereka dengan Allah atau dengan manusia (Ar Ra’d 20). janji adalah hutang yang harus dilunasi. Melanggar janji merupakan salah satu ciri munafik. Oleh sebab itu ulama amat jauh dari perbuatan ini.

8. Mereka selalu menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan seperti shilaturrahmi, loyal terhadap sesama mukmin, iman terhadap semua nabi dan menjaga semua hak manusia. (Ar Ra’d 21) Seorang ulama pasti lebih suka berdekatan dengan orang Islam yang taat dari pada orang-orang yang memusuhi umat Islam. lebih dari itu ulama akan menjadi perekat ummat dan peonir ukhuwwah Islamiyah, dan tidak mungkin menjadi pemecah belah umat.

9. Memiliki sifat Khasyyaah Ammah kepada Allah dan keagunganNya. ( Ar Ra’d 21) Ulama hakiki akan memiliki rasa takut yang luar biasa kepada Allah. Dia akanlebih mudah menangis dari pada tertawa terbahak-bahak. nampak keanggunan dan wibawanya karena kekhusyu’an yang memancar dalam dirinya yang penuh khasyyah.

10. Takut kepada keburukan hari hisab.( Ar Ra’d 21). Rasa takut ini merefleksi dalam ucapan dan semua perbuatannya untuk selalu menjauhi semua larangan Allah. Mereka selalu menghisab dirinya sebelum mereka dihisab nanti pada hari kiamat. Muhasabatunnafsi bagi ulama adalah keharusan yang dilakukannya setiap hari.

11. Memiliki kesabaran dalam menghadapi semua beban, kesulitan dan mushibah di dunia serta senantiasa menentang kehendak hawa nafsu.(Ar Ra’d 22) Semua perintah Allah adalah kewajiban dan beban yang harus dilaksanakan penuh kesabaran. Demikian juga musibah harus dihadapinya dengan kesabaran.

12. Mendirikan sholat dan memeliharanya agar jangan sampai terlewat waktunya atau kurang syarat rukunnya.( Ar Ra’d 22) Kalau ada orang yang suka meninggalkan sholat atau mengabaikan kewajiban agama, dengan alasan apapun, sudah pasti ia bukan ulama walalupun dari keturunan kiai besar.

13. Menginfakkan sebagian hartanya baik dalam keadaan rahasia atau terang-terangan untuk kepentingan jihad fisabilillah atau bentuk sedekah lainnya.(Ar Ra’d 22)

14. Menolak kejahatan dengan kebaikan ( Ar Ra’d 22) sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saw :Hendaknya kamu menghapus kejahatan dengan cara melakukan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menghapus kejahatan dan Pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik. (Lihat surat Al Mu’minun ayat 96.)

Itulah beberapa sifat dan kriteria yang mesti dimiliki para ulama atau ulil albab. Kita harus waspada kepada orang yang berbaju seperti ulama atau mengunakan atribut-atribut keulamaan, padahal ia hanyalah orang yang ingin memenuhi ambisi pribadinya dan jauh dari perjuangan li i’laai kalimatillah. Wallahu a’lam.

Pesan-pesanku Jika Aku Mati

Bismillahir rahmanir rahiem,

Keluargaku yang kusayangi,

Aku tidak tahu kapan Sang Pemilik jiwaku ini memanggilku.
Namun demikian rasa khawatirku untuk tidak meninggalkan kesusahan dan keburukan sepeninggalku, telah mendorongku untuk berwasiat kepadamu sekalian.

Hendaklah kamu sekalian tidak bersedih hati dengan apa saja yang luput darimu dan tidak pula meratapi apa2 yang telah ditakdirkan Allah (swt) agar menjadi bagian dari kisah kehidupan di dunia ini. Kematianku tidaklah berbeda dengan kematian manusia lainnya. Yang demikian adalah karena setiap yang bernyawa pasti akan mati. [1]
Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku tidak dapat memberi jaminan hidup atas hidupku sendiri sebagaimana aku tidak dapat memastikan apa yang dapat kita lakukan esok hari dari rencana2 kita. Yang demikian adalah karena kita adalah hamba2 Allah yang tidak memiliki sedikitpun kekuasaan dan kemampuan kecuali sekedar apa yang diberikan-Nya yang sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

Jika aku mati, hendaknya kamu sekalian tidak panik. Kematian adalah perkara biasa yang orang lain juga menghadapinya. Uruslah jenazahku dengan kemampuan terbaik kalian. Jika aku sempat mandi sebelum aku mati, maka hendaklah tidak seorangpun yang mengulanginya. Kewajiban kalian adalah menutupi bagian2-ku yang masih terbuka dengan kain (kafan). Jika tidak, maka mandikan dan bersihkanlah bagian2 yang penting sebelum kalian mengkafaniku sehingga aku layak untuk menghadap Allah (swt).

Jika hanya seorang dari kalian yang ada di sisiku pada saat kematianku, hendaklah kamu memberitahu tetangga terdekat yang sekiranya mereka dapat membantu menguruskan jenazahku atau mereka memberitahu orang lain yang layak untuk memandikan dan mengkafankan jenazahku. Untuk hal ini, hendaklah mereka termasuk orang2 yang amanah yang dapat menjaga aurat dan aibku dengan baik.

Di bumi mana aku mati, maka tempat yang paling layak dan paling baik bagi jenazahku adalah tanah perkuburan yang terdekat dengan tempat kematianku. Yang demikian lebih aku sukai agar tempatku termasuk hal2 yang akan dapat memberi kesaksian tentang apa yang telah aku kerjakan buat agama ini. Oleh karena itu, janganlah se-kali2 kalian mencoba mengangkut atau membawa jenazahku lebih jauh dari tempat itu.

Dan jangan biarkan jenazahku menunggu. Jangan pula seorang dari kalian, orangtua, sanak famili, sahabat, handai tolan dan kawan2 baikku dijadikan alasan untuk menunda jenazahku masuk liang lahat. Selain perkara ini tidak membebani mereka yang mengurus jenazahku, hal itu juga lebih baik bagi mereka yang datang kemudian.

Jika yang datang kemudian adalah dari golongan orang2 yang sholeh, maka sudah tentu mereka akan tahu cara menolongku dengan pertolongan ghaib. Sebaliknya, jika yang datang kemudian adalah orang2 yang belum sempurna agamanya, maka hal itu tidak akan menambah kesalahan dan dosa mereka. [2]

Tahanlah lisan kalian dalam mengekspresikan rasa bela sungkawa atau duka cita kalian. Meskipun aku rela kamu mencurahkan air matamu, tetapi janganlah se-kali2 kamu meratap atau mengeluarkan kata2 kesedihan. Yang demikian adalah karena selain hal itu akan menyusahkanku di kubur, hal itu juga akan menjadi dosa bagimu.
Berserah dirilah kepada Allah (swt) tidak saja dalam urusan rezekimu, tetapi juga dalam semua aspek kehidupanmu. Yakinlah dengan keyakinan yang bulat bahwa Allah (swt) maha cermat dalam mengurus semua makhluk-Nya. Dia mustahil ceroboh sebagaimana Dia mustahil berbuat zhalim kepada ciptaan-Nya sendiri. Karena itu, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat [4].

Tidak ada warisan terbaik yang dapat aku tinggalkan kepada kalian selain aku telah berusaha dengan segala daya agar kalian terbiasa berada di jalan Allah. Dan meskipun aku seringkali gagal dalam memberi kalian warisan akhlak yang agung sebagaimana akhlak Rasulullah (saw), tetapi paling tidak kalian telah mengetahui bagaimana cara menghadirkannya jika kalian mau. Dan sekiranya ada benda2 yang aku tinggalkan pada kalian, maka orang terbaik diantara kalian adalah dia yang paling tidak memerlukannya.

Keluarga-ku, jika kelak kalian merindukanku, maka pasti dan pasti kalian akan menjumpaiku di akhirat hanya jika Allah (swt) ridho kepada kalian. Yang demikian adalah jika aku tercampak ke dalam neraka, maka sebagai ahli surga kalian dapat dengan mudah menziarahiku [5]. Sebaliknya, jika dengan rahmat-Nya, Allah (swt) memasukkanku sebagai salah seorang ahli surga, maka sesungguhnya tiada halangan apapun antara sesama ahli surga untuk saling menziarahinya.

Dan jika datang kepadamu orang2 agar kalian mengikuti cara hidup lain selain yang telah diajarkan oleh Rasulullah (saw), maka kuatkanlah keyakinan kalian dan gigitlah erat2 agama (Islam) ini dengan gerahammu dan katakan dengan tegas dan tekad yang bulat, "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia dari golongan orang musyrik." [6]

La ilaha illallah Muhammadur rasulullah. Subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil 'aliyyil azhim. Subhanallah.

Catatan kaki:

[1] Tiap2 yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (Qs al Ankabut 29:57)
[2] Termasuk di dalamnya adalah dengan melakukan sholatul ghaib dan membicarakan kebaikan2 mayyit.
[3] Termasuk di dalamnya adalah orang2 yang lemah batin saat melihat mayyit sehingga melakukan hal2 yang tidak syar'i seumpama meratap dlsb.
[4] Hai orang2 yang beriman, mintalah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang2 yang sabar. (Qs al Baqarah 2:153)
Dan mintalah pertolongan (Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang2 yang khusyuk. (Qs al Baqarah 2:45)
[5] Dan penghuni2 surga berseru kepada penghuni2 neraka (dengan menziarahi mereka sambil mengatakan), "Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?" Mereka (penduduk neraka) menjawab, "Betul." (Qs al A'raf 7:44)
[6] Dan mereka berkata, "Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik." (Qs al Baqarah 2:135)